Mafhum diketahui bahwa Indonesia menjadi produsen besar kelapa sawit dunia saat ini, sekaligus merupakan industri yang sangat potensial dan turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kendati begitu, sawit Indonesia juga punya tantangan tersendiri, yakni dibenturkannya isu-isu negatif yang menjadi konsumsi informasi masyarakat pada umumnya. Sehingga, imej positif kelapa sawit seakan terabaikan.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDP-KS, Eddy Abdurrachman mengatakan banyak serangan-serangan yang ingin menjatuhkan Indonesia, terutama di sektor perkebunan kelapa sawit agar produktivitasnya bisa terganggu dan menurun.
Eddy menuturkan, berbagai komoditas di Indonesia pernah menjadi produsen nomor satu dan menjadi salah satu kebutuhan dunia, semisal rempah-rempah, gula, cengkeh, dan karet. Namun, masih Eddy, kejayaan atas komoditas-komoditas tersebut telah meredup.
"Penyebab redupnya kejayaan Indonesia itu beragam, ada yang karena produktivitas yang menurun, hantaman isu negatif, inovasi dan riset yang minim, kalah bersaing dengan produk substitusi, tidak adanya diversifikasi produk, dan sebagainya," kata Eddy, dalam Fellowship Journalist Batch II yang dilaksanakan secara virtual oleh BPDP-KS Kementerian Keuangan, Rabu, 21 Oktober 2020.
Kendati begitu sebenarnya, dikatakan Eddy, produk-produk sawit telah mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Tidak hanya minyak goreng dari sawit, tetapi lebih dari itu. Misalnya, produk sabun, shampoo, deterjen, hingga lipstick.
"Dengan besarnya peran komoditas sawit tersebut, sangat ironis bahwa kemudian komoditas ini belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri," sesalnya.
Sawit, sebagaimana diketahui masyarakat umum, bernada sumbang. Sebut saja sawit tidak ramah kesehatan, memanfaatkan tenaga kerja anak, hingga, paling jamak didengar adalah kerusakan lingkungan, dalam hal ini hutan dan lahan di Indonesia.
Nada-nada dan kritikan itu, diklaim Eddy, tak lepas dari maraknya isu negatif yang dilontarkan dengan tidak berdasarkan pada fakta, dan seringkali dianggap sebagai kebenaran umum.
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom senior INDEF, Fadhil Hassan, memberikan pendapatnya tentang kerusakan lingkungan yang terjadi pada kawasan sawit di Indonesia.
Ia mengkaui kerusakan lingkungan memang disebabkan karena deforestasi atau pembabatan hutan. Namun, bukan semata akibat sawit.
"Deforestasi ini sebenarnya bukan hanya perkebunan sawit, melainkan karena ada kegiatan lain yang dilakukan manusia seperti pembukaan lahan untuk permukiman, pertanian dan lainnya," kata Fadhil.
Fadhil berasalan, sawit menjadi tertuduh lantaran sektor ini yang paling mudah untuk disalahkan.
"Bisa saja karena paling mudah meng-kambing hitam-kan sawit lalu ketika ada banjir langsung sawit yang disalahkan. Sebagai contoh, saat terjadi kebakaran hutan besar di Kalimantan Tengah pada tahun 2015 disebabkan sawit karena terjadi dalam lahan konsesi sawit. Memang betul kebakaran itu ada di konsesi tetapi kan itu belum tentu disengaja. Karena tidak rasional sebenarnya perusahaan melakukan pembakaran terhadap kebunnya sendiri," jelas Fadhil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H