Mohon tunggu...
ibs
ibs Mohon Tunggu... Editor - ibs

Jika non-A maka A, maka A

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Rindu Berlusconi

23 Desember 2019   08:57 Diperbarui: 23 Desember 2019   09:03 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trio AC Milan asal Belanda | Credit: Simon Bruty/Allsport

Bertandang ke Atleti Azzurri d'Italia, markas Atalanta, AC Milan babak belur: Kebobolan lima kali tanpa sekalipun mencetak gol.

Hasil ini memunculkan sejara lama yang kembali terulang. Misalkan, ini adalah untuk kali pertama sejak 1997 Milan kebobolan empat gol di babak kedua. Pada tahun itu, Juventus yang memperdaya Diavolo Rosso.

Atau, sepanjang sejarah klub, ini adalah kali keempat AC Milan menelan kekalahan dengan margin gol berjumlah lima atau lebih.

"Tim kami sudah salah sejak awal. Kalau sudah begitu kami memang jelas kesulitan untuk bangkit. Di paruh pertama kami bermain tanpa determinasi dan ketajaman yang tepat. Dan di paruh kedua kami tak memberikan respons yang berarti," kata sang pelatih, Stefano Pioli.

Pioli adalah pelatih anyar klub asal Kota Mode itu. Ia ditunjuk menggantikan Gennaro Gattuso dan dikontrak selama dua tahun ke depan.

Bagi saya, penunjukan ini tak lebihnya menegaskan kalau Milan adalah tim medioker belaka.

Saya jadi teringat dan berandai-andai kalau Berlusconi masih ada. Saya memang bukan fan Milan, tapi saya harus akui sejak dilepasnya Milan dari tangan Berlusconi langsung carut-marut tim ini. Biar menyebalkan, tetapi ia sukses membawa pamor Milan ke puncak dunia.

Kala itu sepak bola Italia digemparkan skandal pengaturan pertandingan di kasta Serie A dan Serie B awal 1980-an (Totonero). Pelakunya sejumlah tim seperti Avellino, Perugia, Bologna, Lazio, AC Milan (Serie A), dan Taranto serta Palermo (Serie B).

Khusus untuk Lazio dan AC Milan dijebloskan ke Serie B. Bahkan Presiden AC Milan kala itu, Felice Colombo, diberhentikan dari jabatannya, pun Presiden Bologna, Tommaso Fabretti. Sedangkan tim lainnya masing-masing hanya diberikan sanksi minus lima (-5) poin.

Milan terpaksa menghabiskan musim 1980/81 di kasta kedua. Tak butuh waktu lama, Milan langsung juara Serie B dan promosi ke Serie A. Di musim 1981/82, Milan kembali terjun ke Serie B karena hanya finis di peringkat 14. Seperti asma, sebentar nafas sebentar tidak, sebentar juara sebentar degradasi, Milan promosi lagi di musim 1982/83.

Masalah Milan tak sampai di situ. Selepas promosi, keuangan Milan --yang memang sedang bermasalah-- tak kunjung membaik. Giuseppe Farina, pemilik Milan ketika itu, tak berdompet tebal. Ia mulai coba dekati Silvio Berlusconi, yang memang sudah dikenal sebagai pengusaha tajir di Milan dengan Holding Company miliknya, Fininvest SpA.

Lahir di Milan 29 September 1936. Berlusconi hanya anak seorang pegawai bank, tetapi tekun dalam dunia bisnis, umurnya baru menginjak 20 tahun waktu itu.

Ketekunannya berbuah manis. Di usia 30 tahun, anak pertama dari tiga bersaudara ini sudah bisa lebarkan sayap bisnisnya. Terbukti, setidaknya ada lebih dari satu (3) jaringan televisi jadi miliknya atau dengan kata lain, setidaknya, menguasai 80 persen pasar TV komersial di Italia. Belum lagi jaringan bioskop yang dikuasainya di Italia.

Kembali soal Farina. Milan diujung tanduk karena finansial. Berlusconi jual mahal. Dirinya menunggu sampai waktu yang tepat, sampai Milan mau menjual murah sahamnya. Singkat kata, Milan menyerah dan Berlusconi pegang saham di sana. Tak main-main, lulusan Hukum Unviersitas Statale, Milano, memiliki saham sebesar 99,9 persen. Di sinilah era Milan dimulai.

Berlusconi membuat perubahan besar-besaran dan mengakar. Milan dibuatnya tak hanya sebagai klub sepak bola, namun juga dijadikan sebuah komoditi agar seksi untuk dijual. Meski begitu Rossoneri di bawah Berlusconi lebih visioner ketimbang tim-tim lain di Italia atau dunia sekali pun, kala itu.

Gebrakan Berlusconi dimulai ketika mendatangkan trio asal Belanda: Frank Rijkaard, Ruud Gullit, dan Marco van Basten --kemudian trio ini lebih terkenal melampaui trio sebelumnya, GreNoLi (Gunnar Gren, Gunnar Nordahl, dan Nils Liedholm) asal Swedia-- juga tiga pemain lokal; Roberto Donadoni, Carlo Ancelotti, dan Giovanni Galli. Arrigo Sacchi dipilih sebagai arsitek.

Hasilnya, di bawah kepimpinan Sacchi, Milan sukses gondol trofi Serie A (1987/88), Supercoppa Italiana (1988), European Cup (sekarang Liga Champions) (1988/89, 1989/90), European Supercup (1989, 1990), dan Intercontinental Cup (1989, 1990). Rancangan Berlusconi sukses besar, koar tribun Curva Sud makin berkobar.

Trio AC Milan asal Belanda | Credit: Simon Bruty/Allsport
Trio AC Milan asal Belanda | Credit: Simon Bruty/Allsport
Milan dengan racikan ala Sacchi begitu sukes, federasi sepak bola Italia kepincut. Pelatih berkepala plontos itu direkrut untuk tunggangi tim nasional Italia. Rossoneri berganti pelatih, Fabio Capello selanjutnya.

Racikan Capello sama hebatnya. Hampir dua musim atau 58 pertandingan kekalahan tak pernah bertamu di Milan. Istilah Gli Invicibli (The Invicibles) pun disematkan. Sekali lagi, rancangan Berlusconi berbuah manis. Di era Capello ini juga Milan pernah mampir ke Indonesia.

Milan bukan tanpa cacat. Pada pertenghan hingga akhir 90-an, klub yang didirikan oleh ekspatriat Inggris ini, prestasinya sempat terjun payung. Berlusconi geram. Tercatat, sepeninggalan Capello, Milan enam kali berganti pelatih kepala. Hingga akhirnya Carlo Ancelotti datang jelang pertengahan musim 2001/02 dan bawa angin segar.

Musim 2002/03 menjadi titik awal kebangkitan Milan yang berhasil gondol Liga Champions, atau semusim setelah Ancelotti jadi pelatih, usai kalahkan rival satu liga, Juventus, di final lewat babak adu jotos. Berlusconi semringah lagi.

Di musim 2006/07 sepak bola Italia (kembali) geger karena mencuatnya skandal Calciopoli, yang juga melibatkan Milan selain Reggina, Fiorentina, Lazio, dan Juventus. Semuanya terkena hukuman pengurangan poin, kecuali Juventus yang harus turun kasta ke Serie B dan pencabutan dua gelar Scudetto.

Calciopoli seperti 'berkah' laten bagi Milan. Sebab mereka mampu juara Champions --bertajuk "balas dendam" melawan Liverpool-- di musim yang sama. Sealigus menjadikan gelar Champions ketujuh mereka sepanjang sejarah. Namun itu juga menjadi final Champions terakhir Milan hingga saat ini, setidaknya di bawah rezim Berlusconi.

Sangat disayangkan sebenarnya, padahal, entah oleh siapa, Milan diklaim sebagai pemilik DNA Liga Champions. "Liga Champions adalah DNA kami!" ucap Adriano Galliani, dikutip dari ESPN.

Sedangkan di kompetisi lokal, terakhir kali juara pada musim 2010/11. Ada rentang waktu cukup lama untuk tidak juara di situ, bila dihitung hingga musim kemarin (2015/2016). Ini adalah rentang waktu terlama kedua Milan tak meraih Scudetto. Sebelumnya terjadi di musim 2003/04 yang baru juara di musim 2010/11.

Eksistensi Milan mulai dipertanyakan. Pemain bintang tak kunjung tampak di San Siro. Berlusconi mulai jadi kambing hitam. Rezimnya goyang.

Tanda-tanda rezim Berlusconi akan runtuh mulai terlihat. Skandal seks dengan wanita penghibur, artis, hingga presenter televisi terkuak. 2007 menjadi hal paling mengejutkan.

Taipan asal Italia itu pernah berkata, "Andai saja saya belum menikah, saya akan menikahimu sekarang juga," kepada seorang gadis cantik bernama Maria Carfagna. Istri Berlusconi, Veronica Lario, meminta maaf kepada publik. Tak tahan dengan kelakuan bejat suaminya, Veronica ajukan cerai pada 2009, dan baru pada 2010 keduanya resmi berpisah.

Berlusconi mulai resah tapi belum kehabisan akal. Ia coba jadikan anak sulungnya Barbara Berlusconi jadi penerus --yang menurut saya lebih cocok jadi model karena paras cantik nan bohay atau ala-ala jadi Kim Kadarshian dari Italia.

Akhir Desember 2013 Barbara resmi jadi wakil presiden dan CEO Milan. Padahal Barbara sama sekali tidak punya latar belakang sepak bola. Dirinya hanya --walaupun lulus dengan predikat cumlaude-- jebolan Filsafat Vita-Salute San Raffaele University.

Begitu terpilih, Barbara galakkan potensi pemain muda di Milan sebagai kampanye dirinya, yang semata hanya untuk meraih simpati tifosi. Tetapi kampanye itu tak lebih dari dalih karena Milan tak lagi punya uang. Utangnya menumpuk.

Barbara Berlusconi | ANSA/MATTEO BAZZI
Barbara Berlusconi | ANSA/MATTEO BAZZI
Skema mantan Perdana Menteri Italia ini tak berjalan lancar. Keputusan ditunjukknya Barbara banyak mendapat pertentangan.

"Barbara bekerja dengan baik atau tidak, itu tergantung orang-orang di sekelilingnya. Tapi, dalam pendapat saya, Barbara bukanlah orang yang paham akan sepakbola," cibir Paolo Maldini

Gennaro Gattuso lebih nyinyir, "Saya berpikir bahwa seseorang seperti Galliani harus diberikan banyak penghormatan. Saya benar-benar tak melihat keberadaan wanita di dunia sepakbola. Saya sebenarnya tak ingin mengatakan hal demikian, tapi memang harus seperti itulah caranya," ucapnya saat wawancarai dengan stasiun radio di Italia.

Seperti roda yang terus berputar, Milan pun demikian. Kisah-kisah sukses Si Merah-Hitam perlahan terkikis. Kompetisi Eropa pelan-pelan tapi pasti mulai jarang diikuti. Milan dilanda kalut. Finansial bermasalah. Dompet pria 79 tahun ini tak lagi tebal.

Agustus 2016 menjadi akhir cerita pemilik AC Milan paling sukses dalam sejarah. Berlusconi resmi melepas tim yang 'dikendarainya' sejak 1986 kepada pengusaha asal Tiongkok, Yonghong Li.

Namun pelepasan itu tak sepenuhnya mulus. Setahun kemudian Yonghong Li gagal melunasi utang untuk pembelian klub asal kota mode itu. Dia mempunyai tagihan 380 juta euro pada badan investasi asal Amerika Serikat, Elliott Management. Li tak menyelesaikan kewajiban yang harus dibayar bulan lalu, hingga asetnya pun disita.

Penulis Football Italia, Susy Campanele, dalam tulisannya berjudul Grazie menyebut Berlusconi selalu mencoba untuk meniru momen dan keputusan sebagai Milan yang sudah-sudah. Namun lupa sepak bola terus berjalan ke depan.

Mudah memang untuk mengingat hal-hal yang buruk di saat perpisahan. Ingatan sering kali mengabaikan yang manis.

Bagaimana pun Berlusconi adalah pemilik Milan paling sukses sepanjang sejarah. Raihan prestasi mentereng sudah dibuktikan dengan nyata selama 30 tahun kepemimpinannya. Suka tak suka, senang tidak senang Berlusconi (pernah jadi) juru selamat bagi Milan.

Berlusconi tak lagi menjabat. Wajahnya yang sering tampak, di kursi kehormatan San Siro kala Milan berlaga tak lagi ada. Kebijakan-kebijakan mengejutkan dan kontroversi-kontroversi dirinya mungkin kini dirindukan.

***

sudah pernah ditulis di blog pribadi dan disunting ulang.

***

sumber: DetikSport, Panditfootball, ESPN, Football Italia.
foto: spox, ftb90, corriedellosport.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun