Gejala aneh yang menyerang Ronaldo malam sebelumnya memengaruhi performa Il Maestro (julukan Ronaldo). Liak-liuk tubuhnya yang biasanya licin, tak tampak. Gesitnya Ronaldo kala mencari posisi atau membuka ruang hanya tinggal angan. Para penonton dibuat tak percaya dan berharap ini hanya mimpi. Malam itu nyata mereka saksikan: pertandingan antiklimaks, tak lebih dari pertarungan antara ayam sakit dan ayam jantan.
Sehari setelah mimpi buruk itu, dilaporkan Daily Mail, skuat Brasil mengadakan makan siang di pinggir kota Paris. Sepulang dari makan siang itu, Ronaldo mencurahkan segenap perasaannya kepada Edmundo. Ia mengaku tak kuasa menahan beban harapan rakyat Brasil. Ronaldo, yang ketika itu masih berusia 21 tahun, menangis sejadi-jadinya dan kembali kejang-kejang di kamar hotel.
"Saya melihatnya waktu itu, dan merasa putus asa sekali," ujar Edmundo seperti dikutip Eurosport.
Wajar rasanya bila Ronaldo begitu antusias melakukan selebrasi usai pertandingan. Ia telah melepaskan beban berat atas kekecawaan rakyat Brasil yang selama ini menghantu dipikirannya, juga kehidupan sehari-harinya.
"Ronaldo telah menegaskan kembali statusnya sebagai pemain terbaik di dunia," kata Ian Wright, usai melihat laga itu, mengutip BBC. "Ronaldo telah bekerja sangat keras untuk mencapai final dan ia telah membuktikan semua orang salah."
Selain Ronaldo, yang tak mampu menahan kebahagiaan, adalah kiper Brasil, Marcos Roberto Silveira Reis. Ia berteriak sekencang-kencangnya di bawah mistar gawang setelah peluit tanda usai pertandingan berbunyi, sebelum kemudian berlarian ke tengah lapangan tanpa tujuan---sesekali berhenti untuk meluapkan kegembiraan.
Disinggung Simon Kuper dan Stefan Szymanski dalam bukunya berjudul Soccernomics, usai Piala Dunia 2002, konon, Marcos pernah mendapat tawaran dari seorang manajer untuk membela klubnya---tak disebutkan nama manajer dan klub tersebut. Dan Marcos tertarik.
Marcos, yang selama kariernya hanya membela satu klub saja, Palmeiras, kemudian mengunjungi klub tersebut dan menjalankan serangkaian tes medis.
Meski hasilnya tidak terlalu mengesankan, sang manajer tetap menaruh minat kepada Marcos. Manajer tersebut punya anggapan sendiri: Marcos adalah seorang juara dunia! Kontrak pun disodorkan sang manajer.
Namun semua berubah total. Keesokan harinya, sang manajer yang begitu berminat atas jasa Marcos dibangunkan dari tidurnya oleh dering telepon.