"Keputusan konyol," begitu sekiranya kesimpulan publik kala Arsenal menunjuk Arsene Wenger sebagai juru taktik 22 tahun silam. Kini kekonyolan itu, entah, apakah masih berlaku atau tidak. Tapi yang pasti tak adil rasanya menghukum Wenger hanya karena urusan gelar.
Ditunjuknya Wenger mengisi kursi kepelatihan menggantikan Burce Rioch tak lepas dari peran David Dein. Ia memberikan rekomendasi kepada manajemen untuk memilih pria asal Prancis itu. Dan Dein pula yang langsung menghubungi Wenger ketika masih di Jepang.
Seperti di awal, kehadiran Wenger menimbulkan reaksi tak sedap. Sayangnya justru datang dari kapten tim, Tony Adams. Orang Prancis, tak punya pengalaman cukup, dan datang dari Jepang, begitu kira-kira ungkapan Adams.
Wajar, Wenger memang tidak memiliki nama besar di Inggris, bahkan ia tak sekalipun pernah didengar. Nama Wenger tak lebih tenar ketimbang Alex Ferguson atau Alan Shearer. Tetapi ia sama sekali tak bisa diremehkan.
Di laga debutnya ia langsung membuktikan ketika mengahadapi Blackburn Rovers -tim yang diperkuat Shearer. Saat itu Arsenal menang dua gol tanpa terbobol. Sejak itu perjalanan karier Wenger kian moncer, dua tahun berselang dwigelar -FA Cup dan Liga Inggris- dibawa ke Highbury.
Dwigelar tadi bukan pertama, di musim 2001/2002 prestasi itu kembali dibukukan ditorehkan Wenger. Bahkan khusus titel FA Cup dia raih tiga kali beruntun sejak 2002 hingga 2005.
Tapi dari seluruh juara yang pernah diraih Wenger, semua sepakat, bahwa paling teristimewa adalah juara Liga Inggris di musim 2003/2004. Meriam London juara tanpa merasakan sekalipun kekalahan. Tak heran media ternama, The Times, menjuluki para anak asuh Wenger pada musim itu sebagai tim yang memperagakan seni menyerang mematikan nan indah. Dan akhirnya berkat Le Professeur Arsenal menjadi satu-satunya tim -dan belum pernah ada tim manapun hingga kini- yang pernah mencatatkan hasil manis itu di era Liga Primer.
Wenger dikenal sebagai pelatih dengan misi, visi, dan ambisi kuat pada tiap tim yang ia nahkodai. Karenanya kita kerap dipertontonkan permainan atraktif dan menarik. Tontonan itu juga tak lepas dari apa yang ia bentuk di luar lapangan, dan ia bahkan tak segan untuk merombak hal-hal fundamental, seperti menu latihan dan porsi makanan.
Kebanyakan, kalau sulit mengatakan semua, tim-tim di Inggris menerapkan durasi panjang untuk latihan, porsi terbesarnya adalah ketahanan fisik. Sedangkan Wenger, ia justru memperpendeknya namun menambah intensitasnya, dan lebih banyak variasi.
Demikian juga dengan sajian makanan para pemain. Wenger memang tidak begitu lama di Jepang, namun ia mempelajari banyak hal di sana termasuk kebiasaan orang Jepang yang ia bawa ke dapur masak Arsenal. Di Jepang Wenger mengaku tak pernah melihat orang melakukan diet daging dan gula. Di sana ia hanya melihat orang-orang memakan sayur, sayur, dan sayur. Ditambah ikan dan nasi.
Menu semacam itu plus latihan keras ala atlete sepakbola akan menjadi sebuah kombinasi terbaik. Atau setidaknya akan memperpanjang 'umur' sang pemain, setidaknya begitu baginya, sebagaimana dilansir The Guardian.
Hal fundamental lainnya adalah soal keuangan. Mafhum kita tahu kalau Wenger adalah seorang ekonom. Lulusan Magister Ekonomi ini begitu piawai mengatur keuangan klub. Terbukti dengan sedikitnya biaya pengeluaran yang dibutuhkan Wenger untuk belanja pemain.
Dalam setahun, mengutip Goal, menurut chairman Arsenal Peter Hill-Wood, mengumpamakan, Wenger hanya membutuhkan dana 5 juta paun dalam setahun. Hebatnya, pemain yang ia dapatkan dengan harga rendah mampu ditransfer ke klub lainnya dengan harga selangit.
Contoh paling jelas, tentu, Nicolas Anelka. Ia didatangkan dari Paris St Germain dengan hanya 500 ribu paun ketika itu. Anelka bukan pemain murah yang murahan. Nyatanya, Real Madrid kepincut dan kemudian penyerang Prancis itu dibandrol menjadi 22,3 juta paun dua tahun kemudian. Dan Anelka hanyalah satu contoh dari banyaknya pemain serupa. Contoh lain adalah Thiery Henry dan Francesc Fabregas.
Rasanya tak salah kalau Arsenal tetap mempertahankan Wenger meski nilgelar beberapa musim sebelum 2013. Karena, apa guna menjadi juara kalau keuangan tim selalu loss. Mungkin saja begitu yang dianut bisnis sepakbola modern. Lagi pula tak banyak pelatih di dunia yang memiliki keahlian seperti Wenger.
Memang, semenjak kemenangan fenomenal 2003/2004 gelar Arsenal mandek. Ia baru bisa melepaskan dahaga gelar pada 2013 lalu, itu pun hanya dengan FA Cup dan Community Shield.
Tetapi dan dengan sedikit pemaparan tadi, rasanya tidak adil kita sebagai fans untuk menilai Wenger hanya dari gelar tanpa tahu apalagi yang dilakukannya demi tim kebanggaan publik London ini. Sebaliknya, baiknya kita menghitung kembali sebagai fans, apa yang sudah kita berikan untuk Arsenal.
Wenger sendiri memiliki klasifikasi fans yang dibagi menjadi empat kategori. Pertama, ada fans yang membayar sekali untuk menyaksikan pertandingan akbar. Kedua, ada fans yang memang sebagai penonton, ingin melihat pertandingan. Biasanya dua kategori ini berusia 40-60 tahun.
Kategori ketiga, adalah pendukung klub. Ia mendukung klubnya dan menyaksikan sebanyak mungkin pertandingan. Sedangkan Kategori keempat, yakni penggemar kisaran usianya 15-25 tahun dan rela memberikan semua uangnya kepada klub.
Dan kategori terakhir, fans begundal: yang menghitung kesuksesan sebuah tim dari jumlah gelar. Biasanya mereka punya lebih dari satu tim unggulan, lalu merasa paling fandom; dengan tidak pernah menonton bola; cukup mengakses livescore.com sebagai pembuktiannya; dan, ia tak pernah menghabiskan uangnya untuk Arsenal.
Tentu, kategori terakhir adalah kategori menurut saya.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H