Mohon tunggu...
Mohammad Ibnu Sholeh
Mohammad Ibnu Sholeh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri Imajinatif

Hobi baca buku. Sedang menyelami pendidikan di Ma'had Aly An-Nur, Bululawang, Malang

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Seni Berimajinasi ala Archimedes

24 Januari 2025   10:34 Diperbarui: 24 Januari 2025   10:34 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beragam sekali hal-hal yang belum pernah kita pikirkan sama sekali. Namun sekali terpikirkan, ide itu bisa menimbulkan euforia dan eudaimonia, rasa bahagia yang tak terkira. Kegelisahan akan menyirna dan seketika dunia menjadi lebih indah.

Ketika kamu kesulitan untuk menemukan sebuah ide, kamu tidak perlu merasa kesal dengan dirimu sendiri. Berpikirlah mulai dengan hal-hal yang kecil dan subtil. Sebagaimana Archimedes yang dititah oleh Raja Hieron II untuk mencari taktik licik pengrajin emas yang berusaha menipunya. Dan, Archimedes justru bersantai sambil menenggelamkan badan ke air, merenung saat mandi.

Momen di saat kamu berhasil menemukan solusi atas pertanyaan-pertanyaan yang bertangkai di ranting-ranting pikiran, disebut eureka. Itulah kata yang digunakan Archimedes untuk mengungkapkan perasaannya setelah berlama merenung dalam bak mandi sambil mengaduk-aduk air, ide cemerlang tiba-tiba datang, sehingga dia melompat kegirangan dan berteriak, "Eureka!" Jika diterjemahkan akan berbunyi, "Ketemu!/Nah!" (Dia mendapat ide hanya karena melihat air yang tumpah dari bak mandinya.)

Penemuan Archimedes yang dapat kita rasakan terus dampaknya ialah hukum Archimedes mengenai tekanan air melalui bunyi, "Sebuah benda yang dicelupkan sebagian atau seluruhnya ke dalam zat cair mengalami gaya ke atas yang sama dengan berat zat cair yang dipindahkan oleh benda tersebut." Fakta bahwa ia menemukan teori ini ketika berendam di air bukanlah omong kosong. Bahkan, kran air yang selama ini kita gunakan telah menerapkan teori itu sejak dulu.

Tidak perlu berpikir keras, tidak perlu membandingkan diri dengan Archimedes. Kita yang sekarang perlu melihat sejarah agar melangkah jauh lebih baik dengan membahu pikiran-pikiran ilmuan masa lampau. Seperti kata Isaac Newton, kita berdiri di bahu para raksasa. Meskipun kita terlihat kecil dibanding orang-orang zaman sebelum kita, tetap saja angkasa masih sangat jauh untuk digapai. 

Kita harus berpijak pada masa lalu, lalu berusaha di masa sekarang, untuk menggapai masa depan.

Gunakanlah semua indramu untuk membantu otak berpikir. Mata untuk melihat, hidung untuk mencium, lidah untuk mengecap, tangan untuk meraba, dan telinga untuk mendengar. Beranjaklah pergi dari tempat dudukmu dan lihatlah sekitar. Bayangkan satu objek saja sebagai bahan perenungan, lalu rasakan objek itu dengan panca indramu dan nikmatilah. Definisikan apa saja yang terlintas dalam pikiranmu. Pikirkan dengan relaks. Tulis di kertas, atau ketik di ponsel, atau kalau sedang bersama teman, ceritakan pada mereka isi pikiranmu.

Baik, saya contohkan dengan yang sederhana: pintu. Mari kita jelajahi imajinasi kita dengan memandang pintu. (Kalau tidak ada, pandang saja barang-barang lain yang bisa dibuka)

Sekarang, coba bayangkan! Sebuah rumah megah berinterior mewah yang berhiaskan emas pada dindingnya, hanya bisa kita masuki lewat pintu gerbangnya. Atau sesosok wanita anggun nan cantik, pemilik senyum terlebar yang bisa kamu bayangkan, tidak akan mampu kamu miliki sebelum mengetuk pintu hatinya. Kebahagiaan ada di mana-mana. Kebahagiaan selalu menyediakan pintu-nya untuk kita ketuk dan buka.

Dan, pintu itu masih menunggumu.

Ada banyak pintu yang bisa kaubuka, karena pintu tidak sesederhana itu. Beberapa pintu mengulurkan tangannya padamu dalam wujud kenop. Beberapa pintu lain lebih suka menunggu untuk kaugenggam batang tangannya, kautuntun lembut dia berjalan ke pinggir agar bisa bersandar di tepi dinding. Bahkan, ada juga yang sangat setia menyambutmu layaknya tentara yang hormat pada jendralnya, bisa berjalan menepi dengan sendiri tanpa kauperintah apa-apa, cukup dengan berada di depannya saja. Namun, ada satu pintu lagi yang sukar sekali dibuka. Pintu itu bahkan tidak bisa dilihat.

Konon, pintu itu hanya bisa dibuka lewat pencerminan diri. Tidak bisa dilihat, dicium, diraba, dikecap, apalagi didengar. Pintu itu hanya bisa dirasakan keberadaannya, tapi tidak banyak diketahui oleh orang-orang. Di antara yang mengetahui keberadaan pintu itu pun, tidak banyak yang bisa membukanya. Bahkan, di antara yang bisa membuka pintu itu pun, tidak banyak juga yang bisa bertahan. Banyak yang kembali menutup pintu itu setelah sadar betawa sulitnya menanggung beban karena telah membuka pintu itu. Namun, para pembuka pintu yang berhasil membukanya dan bertahan sampai akhir hayatnya, bertahan di detik terakhir napasnya mengembus keluar, dialah orang merdeka. Dialah sang juara, karena telah memenangkan kompetisi kehidupan yang pertama dan terakhir kali.

Pintu itu adalah pintu hati. (Kamu mungkin membayangkan pintu lain, tapi tidak apa-apa. Tidak ada yang salah dalam berimajinasi.)

Ini adalah salah satu cara sederhana mendapatkan ide. Jika pikiran masih berkalutan dengan tugas lain, selesaikan dulu tugas tersebut. Jika belum mendapat ide setelah berpikir, mungkin kamu hanya butuh mengistirahatkan pikiran. Andaikan kita bisa menyelesaikan semua masalah hanya dalam semalam, niscaya tidak akan ada obrolan manis bersama sahabat yang ditemani secangkir kopi, ataupun banyak tempat wisata yang akan semakin sepi pengunjung.

Karena menurut saya, ketenangan itu tumbuh dari kegelisahan. Jika semua orang bahagia, untuk apa kita mencarinya, 'kan sudah punya?

Eureka!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun