Mohon tunggu...
Mohammad Ibnu Sholeh
Mohammad Ibnu Sholeh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri Imajinatif

Hobi baca buku sastra, filsafat, dan matematika. Pernah suka fisika, seni, dan olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bagaimana Sih Waktu Berpuasa di Luar Indonesia?

17 Maret 2024   22:37 Diperbarui: 17 Maret 2024   23:06 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Islam hanya cocok untuk bagi rakyat tropis? 

Pertanyaan ini mengarah pada ketentuan hukum Islam mengenai ibadah salat dan puasa yang sering kali tidak seimbang di setiap negara.

Tentunya kita tahu, waktu salat ditetapkan berdasarkan perputaran poros matahari terhadap bumi. Ketika terbit fajar shidiq, azan Subuh dikumandangkan, dan waktunya selesai saat matahari telah sempurna terbit. Zuhur dimulai ketika tergelincirnya matahari yang tepat di atas kepala kita, dan berakhir seusai bayangan benda sesuai dengan wujud aslinya.

Apakah hal itu masih berlaku bagi negara yang tidak pernah mengalami puncak matahari setiap hari seperti Belanda, Jerman, Inggris, Polandia, dan Rusia? 

Tentu tidak.

Belum lagi dengan waktu sahur dan berbuka, kita selalu berpatok dengan matahari terbit untuk memulai puasa, dan berbuka di saat matahari telah tenggelam. Bagaimana dengan negara-negara yang jangka waktu terbitnya lebih dari 20 jam seperti Finlandia, Norwegia, Swedia, dan Denmark? Ini pasti sungguh memberatkan kita.

Padahal, kita sudah diajarkan sejak kecil bahwasannya Islam itu tidak memberatkan umat, Islam rahmatan lil alamin. Selain itu, Islam juga mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan secara universal, tanpa ada pengecualinya. Islam itu elastis, dinamis, bisa diterapkan dengan tradisi-tradisi lain sebagaimana Wali Sanga yang memadukan Islam dengan adat Jawa melalui perwayangan dan hal lainnya.

Meski agama ini universal, Allah tetap memilih Nabi Muhammad untuk menitahkan agamanya di Arab. Hal itu bertujuan hanya untuk kita jadikan acuan dalam keteladanan lokal. Dengan begitu, nilai-nilai universal Islam tidak akan berkurang, bukannya terjebak pada Arabisme.

Begitu pula dalam meneladani hukum fikih seperti salat dan puasa, sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad sejak dulu. Waktu pelaksanaan salat tidak akan berubah jika kita aplikasikan sesuai waktu perputaran bumi, bukan dengan gerak semu matahari. Sebab pergantian siang dan malam sendiri besifat relatif. Dalam Al-Qur`an dijelaskan:

"Tidakkah engkau memperhatikan, bahwa Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar sampai kepada waktu yang ditentukan. Sungguh, Allah Mahateliti atas apa yang kamu kerjakan." [QS. Luqman: 29]

Islam di negara terpencil dengan pergantian siang dan malam yang ekstrem | Hasil dari AI | Sumber: gencraft.com
Islam di negara terpencil dengan pergantian siang dan malam yang ekstrem | Hasil dari AI | Sumber: gencraft.com

Maksud dari 'memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam' adalah substansi dari relativitas pergantian siang dan malam. Gambarannya adalah ketika pergantian siang dan malam yang tidak sesuai dengan pergantian jam secara umum. Bisa jadi di negara kita sedang tengah malam, di negara Eropa justru masih siang benderang, begitu pun sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun