Beberapa orang kini tidak percaya, bahwa kehidupan sempurna selalu punya sisi cacat yang tak pernah disadari.
Gadis itu bernama Kitty.
Dia terbangun dalam kondisi yang sedikit aneh. Kulitnya putih tulang dan selembut sutra.
Sesaat Kitty beranjak ke kamar mandi untuk menggosok gigi, dia pun bercermin. Dia terperanjat kagum kalau yang ia lihat, bukanlah wajah dirinya. Melainkan sosok boneka yang sering ia mainkan saat belia, kendati sampai sekarang juga ia masih mengoleksi beberapa figur di lemari pribadinya.
Hello Kitty tak punya mulut untuk digosok gigi. Sikat gigi itu ia taruh kembali dan mulai memaklumi hal tersebut. Pikirnya, Hello Kitty tak perlu susah payah untuk menggosok gigi karena fisiknya sudah melampaui batas keanggunan yang ada. Haha.
Kitty sangat bahagia dengan bentuk fisiknya yang baru itu. Kehidupan barunya sebagai figur yang diidamkan banyak orang, baru saja dimulai.
Sejenak terlintas dalam pikirannya, Kitty ingin jalan-jalan. Dia ingin menghirup udara segar pagi itu. Dan juga menikmati aroma petrikor subuh yang sangat ia rindukan sejak dulu. Sambil bersenandung dan melompat-lompat kecil, Kitty menikmati aktivitas paginya itu dengan sangat gembira.
Tanpa disadari di belakangnya, ternyata ada anak-anak kecil yang ikut berjalan-jalan membuntuti Kitty karena pesonanya. Mereka memuji keimutannya, sedang Kitty tak bisa membalas ucapan mereka. Bagi Kitty, dia hanya perlu memperlihatkan bola matanya yang dalam menawan, serta mengelus para kucing itu agar isyarat belah kasihya tersampaikan.
***
Tiga jam berlalu.
Lama sekali Kitty berada di luar rumah. Dia pun berniat kembali pulang karena perutnya yang sudah mulai meraung. Porsi sarapannya terbilang cukup, hanya sepotong roti sandwich isi selai stroberi. Namun karena Kitty tidak memakannya sejak pagi, dia merasa terganggu.
Laun ketika ia berusaha memasukkan roti ke dalam mulut, dia kaget. Dia baru sadar untuk kedua kalinya, kalau sosok Hello Kitty tak punya mulut untuk menerima sarapan. Roti itu ia taruh kembali dan muncul gelisah pada hal tersebut. Pikirnya, Hello Kitty tak perlu susah payah untuk makan karena dia terlahir bukan untuk hidup, melainkan sebagai boneka mainan yang tak butuh makan. Haha.
***
Satu hari berlalu.
Kitty masih berada di depan roti sandwich isi selai stroberi yang ia buat kemarin. Dia ingin muntah, tapi juga tak punya mulut. Mencoba menelpon pihak rumah sakit, tapi tak sempat mengucapkan apa yang ia pikirkan dan menutupnya kembali. Menelpon pihak polisi untuk bala bantuan, tapi tak dapat mengatakan alamat yang harus mereka tuju. Lalu Kitty tutup telepon itu kedua kali.
Perutnya menderam kesal, wajahnya menggeram sesal. Gadis cantik itu terkulai lemah di lantai dengan pucat pasi sekujur tubuhnya.
***
Dua hari berlalu.
Kitty pun marah dan stres, memporak-porandakan segala isi rumah hingga benar-benar berantakan. Banyak piring dan kaca pecah, Rumahnya begitu hancur oleh kedua tangannya sendiri, laun akhirnya matanya bertaut pada sebuah benda kecil di dapurnya.
Pisau. Semoga ini bisa membantu.
Benda mungil itu ia dekapkan ke pipi sembari menangis membasahi bilah besinya sendiri. Andai nyawa ini bisa ia tukar sejak dulu, mungkin Kitty tidak akan membelah mulutnya hanya untuk makan sepotong roti sandwich isi selai stroberi.
Dan di tengah reruntuhan harapan, di sana Kitty menemukan kebenaran yang paling murni; bahwa kesempurnaan bukanlah ketiadaan cacat, melainkan keberanian untuk memeluk setiap retak dan bekas luka sebagai bagian dari cerita yang membuat kita utuh. Dengan setiap napas yang terhembus, Kitty belajar bahwa hidup bukanlah tentang mencari wajah yang sempurna di cermin, melainkan menemukan keindahan dalam refleksi jiwa yang tak terlihat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H