Mohon tunggu...
Ibnu Rafid
Ibnu Rafid Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Seorang Mahasiswa UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG dari prodi Bimbingan Konseling Islam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pola Asuh dalam Islam: Membangun Kepribadian Anak yang Kuat

30 Juni 2024   09:00 Diperbarui: 30 Juni 2024   09:07 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Abad ke-21 membawa tantangan baru bagi orang tua dalam mendidik anak-anak mereka di tengah kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat. Dalam konteks ini, pemahaman tentang pola asuh dalam Islam dan hubungan orang tua dan anak yang intim menjadi semakin relevan. 

Dalam era digital saat ini, di mana anak-anak terpapar pada berbagai informasi dan pengaruh dari media sosial, penting bagi orang tua untuk memahami bagaimana pola asuh yang tepat yang dapat membantu melindungi anak-anak dari dampak negatif dan membangun kepribadian yang kuat. 

Dalam konteks psikologi anak dalam perspektif Islam, terdapat perdebatan yang meluas mengenai pentingnya kasih sayang dan pola asuh dalam mendidik anak untuk membangun kepribadian yang kuat. Sementara beberapa orang meyakini bahwa kasih sayang dan pendekatan lembut adalah kunci utama dalam membentuk kepribadian anak, ada juga pendapat yang berargumen bahwa pola asuh yang otoriter dapat lebih efektif dalam menanamkan disiplin dan tanggung jawab pada anak. 

Dalam essay ini, akan dibahas dua sudut pandang yang berbeda mengenai pendekatan dalam mendidik anak dalam Islam. Pertama, akan dieksplorasi mengenai bagaimana kasih sayang dan kelembutan dalam mendidik anak dapat membentuk individu yang lebih berempati, percaya diri, dan mandiri. 

Di sisi lain, akan dipertimbangkan juga argumen yang menyatakan bahwa pola asuh otoriter dapat membantu anak memahami batasan, tanggung jawab, dan kedisiplinan. Dengan mempertimbangkan kedua sudut pandang ini, kita dapat mengeksplorasi lebih dalam mengenai dampak dari pendekatan yang dipilih dalam mendidik anak. Dengan memahami argumen yang ada, kita dapat mencari keselarasan antara kasih sayang dan disiplin dalam membentuk generasi masa depan yang seimbang, berempati, dan bertanggung jawab.

      Perlu kita ketahui era modern yang dipenuhi dengan tantangan dan pengaruh eksternal yang kompleks, peran pola asuh Islami dalam membentuk kepribadian anak menjadi semakin penting agar terbentuk fondasi dan karakter yang kuat pada anak. Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. 

Menurut Kamus Besar (KBBI) Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengeplai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga. Pola Asuh didefinisikan oleh Mualllifah merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak. 

Lebih jelasnya, yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak. Termasuk cara menerapkan aturan, mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, sehingga dijadikan contoh atau panutan bagi anaknya.2

Dalam islam terdapat dua pola asuh yang menonjol terkait bagaimana mendidik anak dengan benar. Pola asuh yang pertama yaitu dengan pentingnya kasih sayang dalam mendidik anak dan pola asuh yang kedua yaitu Efektivitas pola asuh otoriter. Tentunya terdapat argument yang berbeda dalam kedua pola asuh tersebut. Argumen pertama terkait pola asuh dengan pentingnya kasih sayang dalam mendidik anak. 

Pendekatan kasih sayang dalam mendidik anak merupakan fondasi yang kuat dalam psikologi anak dalam Islam. Kasih sayang yang diberikan oleh orang tua tidak hanya mencakup cinta dan perhatian fisik, tetapi juga melibatkan pemahaman, empati, dan bimbingan yang penuh pengertian. 

Dengan kasih sayang, anak merasa dicintai, dihargai, dan didukung dalam setiap langkah perkembangannya. Hal ini membantu anak membangun rasa percaya diri, kemandirian, dan empati terhadap orang lain. Disisi lain ada argumen yang berbeda yaitu tentang ke Efektivitas pola asuh otoriter. 

Sebelum mengeksplor argumen tentang pola asuh otoriter kita harus mengetahui beberapa definisi yang dikemukakan para ahli dan pandangan islam terkait apa itu pola asuh otoriter. Menurut Santrock pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang penuh pembatasan dan hukuman (kekerasan) dengan cara orang tua memaksakan kehendaknya, sehingga orang tua dengan pola asuh otoriter memegang kendali penuh dalam mengontrol anak-anaknya. 

    Pendapat Hurlock (1980) menjelaskan bahwa penerapan pola asuh otoriter sebagai disiplin orang tua secara otoriter yang bersifat disiplin tradisional. Dalam disiplin yang otoriter orang tua menetapkan peratura-peraturan dan memberitahukan anak bahwa ia harus mematuhi peraturan tersebut. 4 

Dalam pandangan islam pola asuh otoriter merupakan pola asuh tidak menghargai pendapat, kecenderungan, kebutuhan anak, dan mencegah mereka untuk mengekspresikan keinginan dan ide mereka dan tidak memberi mereka ruang untuk inisiatif pribadi, melainkan hal ini dipaksakan oleh kehendak orang tua dan tidak ada yang lain Salah satu bahaya dari jenis pengasuhan ini adalah tidak mengakui otonomi anak. 

Hal ini menyebabkan kurangnya rasa percaya diri. Inilah yang dialami oleh banyak orang yang tumbuh dewasa dalam rasa malu. Sedangkan Argumen tentang Efektivitas Pola Asuh Otoriter sangat berbalik dengan pola asuh kasih sayang, pendekatan pola asuh otoriter juga memiliki argumen yang kuat dalam konteks pendidikan anak. 

Beberapa orang berpendapat bahwa pola asuh yang tegas, disiplin, dan otoriter dapat membantu anak memahami batasan, tanggung jawab, dan kedisiplinan. Dengan aturan yang jelas dan konsekuensi yang tegas, anak dapat belajar menghormati otoritas, mengembangkan kemandirian, dan memahami pentingnya aturan dalam kehidupan. Apalagi jika anak dipaksa melakukan sesuatu yang hukumnya wajib misalnya mengerjakan sholat, ibadah dan taat kepada orang tua maka akan berdampak positif terhadap moral.

   Tetapi kita harus bisa menemukan titik keselerasan dua pola asuh tesebut agar lebih efektif dalam mendidik kepribadian anak yang kuat. Kita bisa menemukan keselarasan antara kasih sayang dan disiplin dengan memberikan kasih saying secara bijaksana dapat disertai dengan batasan yang jelas dan konsekuensi yang adil. Dengan demikian, anak dapat merasakan cinta dan perhatian, sambil belajar menghormati aturan, bertanggung jawab, dan mengembangkan kemandirian  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun