Mohon tunggu...
Ibnu Khamais
Ibnu Khamais Mohon Tunggu... -

Mimpi itu membuat kita tetap hidup, membuat kita enggan berhenti di satu titik, membuat kita menghancurkan limit. Mimpi itu penting buat aku, buat pencari sukses.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mentari-hujan-senja

11 Desember 2011   20:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:29 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari kemana kamu? Sedang main petak umpet yah? Hobi sekali kau bersembunyi dari semak-semak belukar musim dingin? Aku merindukanmu tau! Kemana kamu? Kenapa kau menghilang begitu saja? Sudah lama aku mencarimu tapi tetap tak ku temukan. Ah, kau ini curang sekali. Mentang-mentang aku sangat menyukaimu lalu kau sengaja sembunyi agar aku kelimpungan mencarimu, begitu? Cih. Macam gadis sajakau. Jual mahal! Teruntuk mentari. Kau perlu tau aku paling benci hujan. Entah mengapa akhir-akhir ini hujan suka sekali turun. Sedang sensi yah? Atau datang bulan? Bilang saja lah, jujur, tak usah ragu, nanti kubagi kiranti. Tapi dunia, sungguh aku paling benci hujan. Hujan identik dengan mendung, dan kehidupan yang semakin berat tentunya, aku benci. Masih lebih baik panas terik menerjang atau dingin menusuk sekalipun. Sungguh! Dia selalu mengacaukan rencanaku, membuatku sukses menggalau setiap saat, atau mengingatkan aku dengan-‘mu’. Ewh, menyebalkan.  Ingin rasanya bercerita lebih dalam soal hujan dan tentunya soal kamu. Tapi aku pernah berjanji tak akan menulis lagi tentangmu, bukan? Ah, sudah lah. Nanti ada yang cemburu. Hahahahahaha Oya, mentari. Aku juga ingin tanya satu hal lagi. Kenapa kau akhir-akhir ini muncul lebih lambat dan pergi lebih awal? Patuh sekali kau nampaknya pada alam. Sekali-sekali meronta saja lah. Bukan kah itu arti demokrasi sebenar-benarnya? Tak mau dikekang, bukan? Eh, tapi perlu kau tau juga kalo ada hal-hal yang aku suka dari siklus siang yang berjalan lebih cepat. Selain jam puasa senin-kamis terpangkas, tentunya. Juga karena senja datang lebih cepat. HAHA, bingung kan kenapa tiba-tiba aku bicara senja. Tapi aku suka sakali senja. Entah mengapa, rasanya ada hal mistik disitu. Aku suka saja, tak ada alasan jelas. Seperti aku suka pisang, seperti aku suka ikan, seperti aku suka ‘kamu’, juga senyum-'mu'. Entah! Ngalor-ngidul sekali malam ini. Lebih baik kembali ke report.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun