Kuntowijoyo: Islam sebagai Ilmu
Menghadirkan Kembali GagasanOleh: Yanuar Arifin
Pendahuluan: Islam dalam Wacana Ilmu Pengetahuan
Ide besar Islam sebagai ilmu pertama kali dicetuskan oleh seorang cendekiawan muslim Indonesia, Kuntowijoyo. Konsep ini lahir sebagai respons terhadap gagasan islamisasi ilmu pengetahuan yang diperkenalkan oleh Ismail Raji Al-Faruqi. Jika Al-Faruqi berfokus pada integrasi ilmu dengan konteks keislaman secara reaktif, maka Kuntowijoyo membawa konsep tersebut lebih jauh dengan pendekatan proaktif: menarik realitas teks agama ke dalam konteks kehidupan nyata.
Dalam dunia modern, terutama di tengah dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi, peran agama sering kali hanya ditempatkan dalam ruang normatif yang kaku dan tidak bergerak. Gagasan Kuntowijoyo menawarkan perspektif baru yang lebih progresif, menjadikan Islam bukan hanya sebagai kumpulan norma dan prinsip, tetapi sebagai sistem ilmiah yang dinamis.
Kerangka Konseptual: Mengilmiahkan Islam
Gagasan Kuntowijoyo mengenai Islam sebagai ilmu didasarkan pada tiga sendi utama yang mendukung proses keilmuan ini:
Pengilmuan Islam. Ini adalah proses yang membawa teks Al-Qur'an dan hadits ke dalam konteks sosial dan ekologis manusia. Intinya adalah penerjemahan nilai-nilai agama ke dalam praktik nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Paradigma Islam. Merupakan hasil dari proses keilmuan tersebut. Ini adalah paradigma baru yang mengintegrasikan agama dan wahyu dengan ilmu-ilmu sekuler, menghasilkan pendekatan yang lebih holistik dalam memahami realitas.
Kesatuan Proses dan Hasil. Islam sebagai ilmu bukan hanya tentang proses pengilmuan, melainkan juga hasil dari proses tersebut. Ini mencakup perkembangan paradigma Islam yang integral dan aplikatif dalam berbagai aspek kehidupan.
Keluar dari Sakralitas yang Kaku
Kuntowijoyo menekankan bahwa mengilmiahkan Islam bukan berarti menghilangkan sisi normatifnya. Islam tetap berisi norma-norma dan prinsip-prinsip kehidupan yang penting. Namun, keluarnya Islam dari wilayah sakral dan mistis berarti bahwa ajaran Islam harus diterjemahkan ke dalam teori-teori ilmiah yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sosial. Dengan demikian, Islam tidak hanya berdiri sebagai agama yang memberikan pedoman moral, tetapi juga berkontribusi secara aktif dalam pengembangan ilmu sosial yang profetik.
Pendekatan ini memungkinkan lahirnya ilmu-ilmu sosial yang membawa pesan normatif agama secara lebih efektif. Misalnya, konsep keadilan sosial, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial dalam Islam dapat dikaji dan diterapkan dalam kerangka keilmuan yang terukur.
Islam sebagai Sistem Ilmiah
Menganggap Islam sebagai ilmu berarti Islam dapat dijadikan sistem ilmiah yang dapat berperan dalam analisis dan penyelesaian masalah-masalah sosial. Ini merupakan langkah penting untuk menghindari isolasi agama dari ruang publik, suatu tren yang sering terjadi di Barat. Di Barat, agama sering kali dipojokkan ke wilayah privat, hanya mempengaruhi moralitas individu tanpa memiliki peran yang signifikan dalam transformasi sosial.
Namun, Islam menurut Kuntowijoyo, adalah agama yang sempurna (kaffah), yang memiliki peran dalam baik kehidupan individu maupun masyarakat. Islam bukan hanya mengatur moralitas individu tetapi juga berperan dalam membentuk dan memperbaiki tatanan sosial.
Islam dalam Realitas Sosial dan Ilmu Pengetahuan
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan untuk memadukan prinsip-prinsip Islam dengan ilmu pengetahuan semakin mendesak. Contoh nyata adalah bagaimana prinsip keadilan dalam Islam bisa diterapkan dalam sistem ekonomi modern. Pendekatan Islam terhadap ekonomi tidak hanya tentang etika perdagangan, tetapi juga tentang distribusi kekayaan, keadilan sosial, dan pemberdayaan masyarakat.
Dengan mengilmiahkan Islam, kita dapat mengembangkan teori-teori ekonomi yang berlandaskan pada prinsip keadilan dan tanggung jawab sosial dalam Islam, seperti zakat, sedekah, dan pelarangan riba. Hal ini menunjukkan bahwa Islam dapat menjadi dasar bagi model ekonomi yang lebih adil dan seimbang, dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional yang sering kali memicu ketimpangan dan eksploitasi.
Tantangan dan Peluang
Meskipun gagasan Islam sebagai ilmu menawarkan banyak keuntungan, penerapannya tentu tidak bebas dari tantangan. Salah satu tantangan utama adalah resistensi dari mereka yang melihat ilmu pengetahuan dan agama sebagai dua domain yang terpisah. Pemikiran dualistik ini dapat menghambat integrasi antara keduanya dan menimbulkan kebingungan tentang bagaimana kedua domain ini bisa saling melengkapi.
Namun, ada juga peluang besar untuk membangun sinergi antara ilmu pengetahuan dan agama. Misalnya, dalam bidang kesehatan, prinsip-prinsip Islam tentang kebersihan dan gaya hidup sehat dapat diintegrasikan dengan pengetahuan medis modern untuk menciptakan pendekatan kesehatan yang lebih holistik. Ini dapat mencakup pengembangan metode pengobatan yang tidak hanya berfokus pada penyembuhan fisik tetapi juga pada kesejahteraan spiritual dan emosional.
Pendidikan sebagai Kunci
Untuk mewujudkan gagasan Islam sebagai ilmu, pendidikan memainkan peran yang sangat penting. Kurikulum pendidikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak hanya mengajarkan pengetahuan agama secara normatif tetapi juga mengajarkan bagaimana nilai-nilai Islam bisa diterapkan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari.
Misalnya, dalam pendidikan ilmu sosial, nilai-nilai Islam tentang keadilan dan tanggung jawab sosial dapat diintegrasikan dengan teori-teori sosial modern untuk menciptakan pendekatan yang lebih menyeluruh dan aplikatif. Hal ini akan memungkinkan siswa untuk melihat bagaimana prinsip-prinsip agama dapat diterapkan dalam analisis dan penyelesaian masalah sosial.
Kesimpulan: Menghidupkan Gagasan Kuntowijoyo
Gagasan Islam sebagai ilmu yang diperkenalkan oleh Kuntowijoyo merupakan sebuah langkah progresif dalam mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai Islam. Ini menawarkan cara untuk menjadikan Islam sebagai sistem ilmiah yang dinamis dan relevan dengan kehidupan modern, bukan hanya sebagai kumpulan norma yang kaku.
Dengan menjadikan Islam sebagai ilmu, kita dapat membangun paradigma baru yang mengintegrasikan pengetahuan agama dengan realitas sosial. Hal ini tidak hanya akan memperkaya pemahaman kita tentang agama tetapi juga memungkinkan Islam untuk berperan aktif dalam transformasi sosial dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pendekatan ini membuka jalan bagi pengembangan ilmu-ilmu sosial profetik yang mampu membawa pesan-pesan normatif agama secara efektif dan aplikatif dalam kehidupan nyata. Sehingga, Islam tidak hanya menjadi panduan moral tetapi juga sumber inspirasi dan solusi untuk berbagai tantangan sosial di era modern.
Dengan demikian, gagasan Kuntowijoyo tentang Islam sebagai ilmu menawarkan perspektif yang segar dan relevan untuk menjawab berbagai masalah kontemporer, menjadikan Islam sebagai kekuatan yang aktif dan konstruktif dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan seimbang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H