Mohon tunggu...
Yanuar Arifin
Yanuar Arifin Mohon Tunggu... Editor - Penulis

Penulis dan editor buku-buku religi, motivasi, dan pengembangan diri, serta penikmat rawon sejak lama. Kini, juga menjadi pendiri dan owner Penerbit Teduh Pustaka, salah satu penerbitan indie di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perjalanan Spiritual dan Romansa Terakhir: Menyelami Makna Puisi Gus Zainal Arifin Thaha

21 Juni 2024   12:48 Diperbarui: 21 Juni 2024   12:55 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.saatchiart.com

Perjalanan Spiritual dan Romansa Terakhir: Menyelami Makna Puisi Gus Zainal Arifin Thaha

Oleh: Yanuar Arifin

 

Gus Zainal Arifin Thaha adalah nama yang tak asing, terutama di kalangan sastrawan dan penyair Yogyakarta. Beliau adalah seorang guru dan pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy'ari yang para santrinya diajari untuk hidup mandiri melalui dunia tulis menulis. Gus Zainal, demikian beliau akrab disapa, menulis dua puisi terakhir sebelum menjelang wafatnya pada tahun 2007 silam. Dalam puisinya "Ciuman Terakhir Menjelang Kematian" dan "Cinta Adalah Nyawa", beliau seakan membawa kita menyelam dalam kedalaman emosi manusia yang kompleks saat menghadapi batas antara kehidupan dan kematian, serta esensi cinta yang mengakar dalam jiwa. Puisi-puisinya, dengan bahasa yang penuh dengan simbolisme dan metafora, memberikan kita perspektif yang lebih dalam tentang perjalanan spiritual dan romansa terakhir. Mari kita bedah kedua puisi ini dengan melihat tema, simbolisme, dan pesan yang tersembunyi di balik kata-kata indahnya.

Ciuman Terakhir Menjelang Kematian: Penantian di Ambang Akhir

1. Penantian di Tengah Terik Matahari

Pada bait pertama, Gus Zainal membuka puisinya dengan gambaran suasana yang intens dan mendesak:

Di bawah matahari terik yang meledak-ledak
keringat begitu deras melumuri tangan malaikat
dan aku yang terpingsan-pingsan dekat jendela
memandang wajahmu dalam gaib asmaradana

Matahari terik yang meledak-ledak mengindikasikan situasi yang mencekam dan penuh ketegangan, memperlihatkan kondisi yang tidak hanya fisik tetapi juga emosional. Keringat malaikat melambangkan usaha dan perjuangan dalam tugas ilahiah, memperkuat suasana mendesak yang melingkupi momen tersebut. Sang tokoh, yang berada dalam kondisi sekarat, menggambarkan dirinya yang lemah dan rapuh. Frasa "memandang wajahmu dalam gaib asmaradana" menggambarkan pandangannya pada seseorang atau sesuatu yang dicintainya, meski dalam kondisi hampir kehilangan kesadaran.

2. Permohonan Terakhir kepada Tuhan

Tokoh dalam puisi ini menyadari kedekatan dengan kematian dan mengajukan permohonan terakhir kepada Tuhan:

"Tuhan, beri aku ciuman, sebelum nyawa meregang
Meninggalkan tanah surga yang jalang rupawan."

Permohonan untuk ciuman terakhir ini bisa diinterpretasikan sebagai keinginan untuk merasakan kehangatan, cinta, dan penerimaan sebelum akhirnya meninggalkan kehidupan. "Tanah surga yang jalang rupawan" bisa dilihat sebagai penggambaran dunia yang indah tetapi penuh godaan dan penderitaan, menunjukkan ambivalensi perasaan terhadap kehidupan dan kematian.

3. Malaikat dan Perjalanan Nyawa

Bait berikutnya menggambarkan proses malaikat mendekati dan mencari nyawa sang tokoh:

Dan malaikat mulai lingsir ke sebelah wuwung
malaikat merayap-rayapkan tangan
mencari letak nyawa
tangis begitu mengharap

Di sini, malaikat digambarkan dengan sifat manusiawi, merayap-rayapkan tangan dalam usaha mencari nyawa. Proses pencarian nyawa oleh malaikat memberikan nuansa mistis sekaligus personal pada momen sakral ini. Tangis yang mengharap menunjukkan ketidakpastian dan kecemasan yang dirasakan oleh tokoh tersebut saat menghadapi momen kematiannya.

4. Transisi dari Dunia ke Alam Lain

Bait terakhir membawa kita ke transisi dari kehidupan dunia ke alam yang lain:

hingga ini kamar bagai debur gelombang
tangan menggapai-gapai
meraih alam lain yang penuh camar
"Tuhan, beri aku ciuman, biar segera lesat
ini sukma
dan terlemparlah bangkai badan dari biru semesta."

"Ini kamar bagai debur gelombang" menciptakan gambar yang dinamis dan bergerak, mungkin menggambarkan kekacauan internal saat kematian mendekat. Menggapai-gapai meraih alam lain yang penuh camar mengilustrasikan upaya untuk mencapai ketenangan atau penerimaan di dunia lain. Permohonan terakhir untuk ciuman menjadi simbol untuk pengampunan atau persetujuan sebelum sukma akhirnya terlepas dari tubuh dan meninggalkan dunia.

Cinta Adalah Nyawa: Eksistensi Cinta dalam Kehidupan

1. Deklarasi Esensial tentang Cinta

Puisi ini dimulai dengan deklarasi yang kuat tentang cinta:

Dan cinta adalah nyawa
engkau boleh mengatasnamakan apa saja
tetapi yang tumbuh di dada ini
adalah pohon cahayanya

Gus Zainal menyatakan bahwa cinta adalah esensi dari kehidupan, bahkan disamakan dengan nyawa itu sendiri. Cinta adalah sesuatu yang tumbuh di dalam dada, seperti pohon cahaya yang memberikan kehidupan dan energi. Ini menggambarkan cinta sebagai sumber vital yang tidak dapat diabaikan atau digantikan.

2. Tantangan untuk Menanggung Perih Cinta

Bait berikutnya memberikan tantangan bagi siapa saja yang mencoba mengabaikan atau menghancurkan cinta:

tebanglah
jika engkau sanggup menanggung perihnya

Perumpamaan cinta sebagai pohon yang bercahaya dan menantang siapa saja untuk menebangnya menggambarkan betapa dalam dan tak terpisahkan cinta dari kehidupan. Menebang pohon tersebut akan menimbulkan rasa sakit yang sangat dalam, yang menunjukkan betapa pentingnya peran cinta dalam eksistensi kita. Cinta, dalam interpretasi ini, adalah elemen esensial yang tidak dapat dihilangkan tanpa konsekuensi yang signifikan.

3. Kecerdasan dan Kedalaman Puisi

Dalam dua puisi ini, Gus Zainal menunjukkan kecerdasan dan kedalamannya sebagai seorang penyair. Dia tidak hanya berbicara tentang kematian dan cinta sebagai konsep abstrak, tetapi membawa mereka ke dalam pengalaman nyata yang dihadapi setiap manusia. Puisi-puisinya tidak hanya mengundang pembaca untuk merenungkan makna hidup dan mati, tetapi juga mengingatkan kita akan kekuatan cinta dan keyakinan.

Analisis Simbolisme dan Tema

1. Simbolisme Kematian dan Malaikat

Simbolisme malaikat dalam puisi "Ciuman Terakhir Menjelang Kematian" menggambarkan kedekatan dengan kematian sebagai proses yang penuh makna. Malaikat tidak hanya sebagai penjemput nyawa tetapi juga sebagai simbol penolong dan perantara antara dunia ini dan alam akhirat. Proses malaikat mencari nyawa menunjukkan kompleksitas dan misteri perjalanan terakhir manusia.

2. Tanah Surga dan Alam Lain

Tanah surga yang disebut dalam puisi ini adalah penggambaran dunia sebagai tempat yang indah namun penuh dengan ujian. Alam lain yang penuh camar memberikan gambaran alam akhirat sebagai tempat kedamaian dan keindahan yang menjadi tujuan akhir dari perjalanan spiritual manusia.

3. Cinta sebagai Sumber Kehidupan

Di puisi "Cinta Adalah Nyawa", Gus Zainal menegaskan bahwa cinta adalah inti dari kehidupan, tidak bisa dipisahkan atau diabaikan tanpa menimbulkan rasa sakit. Pohon cahaya adalah simbol dari pertumbuhan, kehidupan, dan energi positif yang datang dari cinta.

Pesan Spiritual dan Filosofis

1. Kekuatan Doa dan Harapan

Permohonan untuk ciuman terakhir dalam puisi pertama adalah doa yang mencerminkan harapan terakhir manusia untuk pengampunan atau kehangatan sebelum meninggalkan dunia. Ini menggambarkan pentingnya doa dan harapan dalam menghadapi kematian, sebuah aspek spiritual yang memberikan ketenangan di saat-saat terakhir.

2. Cinta sebagai Motivasi dan Tujuan Hidup

Di sisi lain, puisi kedua menegaskan bahwa cinta adalah motivasi dan tujuan hidup. Cinta memberikan makna dan energi dalam kehidupan kita, menjadi dasar dari semua tindakan dan aspirasi kita. Ini adalah pengingat bahwa tanpa cinta, kehidupan kehilangan substansinya.

Kesimpulan: Refleksi dari Perjalanan Spiritual dan Romansa Terakhir

Puisi-puisi Gus Zainal Arifin Thaha membawa kita pada perjalanan spiritual dan emosional yang mendalam, menggambarkan momen-momen terakhir kehidupan dan esensi cinta yang menyertainya. Melalui "Ciuman Terakhir Menjelang Kematian", kita melihat gambaran yang sangat intim dan personal dari seseorang yang menghadapi akhir kehidupannya, dengan malaikat sebagai pendamping yang lembut namun pasti. Di "Cinta Adalah Nyawa", kita diingatkan bahwa cinta adalah elemen esensial dari kehidupan, yang memberikan makna dan keindahan.

Dengan bahasa yang penuh dengan simbolisme dan metafora, Gus Zainal mengajak kita untuk merenungkan makna hidup dan mati, serta pentingnya cinta dalam setiap detik kehidupan kita. Puisi-puisinya menjadi jembatan antara dunia nyata dan spiritual, menghubungkan pengalaman manusia dengan dimensi yang lebih dalam dan lebih luas. Dalam dunia yang sering kali terasa penuh dengan kekacauan dan ketidakpastian, karya-karya Gus Zainal memberikan ketenangan dan inspirasi, mengingatkan kita bahwa di tengah segala hal, cinta dan spiritualitas adalah yang paling abadi dan berharga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun