Mohon tunggu...
Anggi Azzuhri
Anggi Azzuhri Mohon Tunggu... Penulis - Islamic Studies Research Fellow and Freelance Writer

Sebagai alumni Qatar Foundation yang punya visi "Innovation, Breakthrough, Discovery", saya berusaha untuk memenuhi visi ini. Langkah yang saya lakukan adalah dengan menjadi seorang penulis lepas dan membangkitkan semangat literasi pada orang Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Alasan Penganut Komunisme Menjadi Atheis

30 September 2020   18:22 Diperbarui: 30 September 2020   18:34 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Mohammad Amarah, ulama azhari yang pernah menjadi Marxist lalu kembali ke Islam (source: BBC)

Saya berusaha sebisa mungkin agar tulisan ini benar-benar ringkas. Akan tetapi ada beberapa hal yang membuat tulisan ini tetap menjadi tulisan yang agak panjang, lantaran beberapa istilah harus saya perjelas agar pembaca tidak bingung ketika menemukannya.

Di Indonesia, Komunisme bukanlah sesuatu yang asing lantaran aliran filsafat ini pernah mewarnai perjalanan bangsa Indonesia dan memberikan noda hitam dalam sejarah. 

Namun, selama ini komunisme sering dijadikan sebuah istilah yang disalahgunakan terhadap faksi politik tertentu. Sejatinya, faksi politik tersebut memang merupakan bagian dari sayap kiri dalam spektrum politik, tetapi tidak serta-merta semua yang "kiri" adalah komunis. 

Toh, sosialis dan liberalis juga masuk dalam "left-wing". Meski demikian, kemungkinan adanya tokoh komunis yang berlindung di bawah pohon liberalisme tetap harus diperhitungkan. Karena komunisme adalah ideologi yang dilarang di Indonesia, sehingga mereka tidak akan mungkin mendeskripsikan diri sebagai komunis secara publik.

Lantas, apa itu komunisme? dan kenapa para komunis menjadi atheis?

Pertanyaan ini bisa dijawab jika kita mengetahui apa thesis dari Karl Marx, Frederich Engels, dan Vladimir Lenin. Ketiganya merupakan bapak ideologi komunisme, walaupun terkadang Marxisme sering dibedakan dari komunisme.

Komunisme sendiri merupakan ideologi Karl Marx yang dikembangkan Frederich Engels sebagai respon terhadap aliran German idealism. German idealism adalah kelompok filosof era enlightenment eropa yang dimulai oleh Immanuel Kant. 

Di antara tokoh German idealism yang menjadi objek kritik oleh Karl Marx adalah George Hegel yang mencetuskan sebuah pendekatan baru tentang dialetic sebagai sebuah metode. Hegel adalah seorang tokoh yang berfokus pada Phenomenology of Mind, Studi estetika, Logika dan Sejarah.

Dialektika Hegel atau Hegelian dialectic adalah sebuah pendekatan berfikir untuk merumuskan epistimologi sesuatu. Hegel percaya bahwa Absolute mind adalah sesuatu yang tidak bisa dicapai secara langsung. Absolute mind sendiri bersifat divine atau bisa disebut sebagai ketetapan-ketetapan ilahi yang telah ada sebelum semesta menjadi exist (Said Ramadhan Bouti, al-mazahib tawhidiyah wa falsafatul mu'ashirah 2013). 

Untuk bisa mencapai konsep-konsep absolut tadi, dalam makna epistimologi (pengetahuan), maka Hegel menggunakan dialectic. Dialektika di sini bukanlah percakapan antara dua pihak sebagaimana Sokrates dahulu. Tetapi Dialektika Hegel adalah benturan antara Thesis-Anti Thesis yang melahirkan sebuah synthesis. 

Synthesis ini nantinya juga akan dihadapkan pada anti-thesis lainnya hingga lahir synthesis kedua. Proses ini terus berulang hingga mencapai absolute concept. Thesis adalah sebuah konsep awal yang bersifat abstrak sehingga perlu diberikan sebuah negasi (anti-thesis) agar muncul sisi konkrit dari sesuatu.

Sebagai contoh: Thesis 1: air adalah sebuah cairan; anti-thesis 1: air juga bisa menjadi padat saat membeku; synthesis 1: Air adalah sebuah cairan yang bisa menjadi padat saat membeku. Kemudian synthesis 1 dihadapkan pada Anti-thesis 2: Air bisa menjadi gas jika mendidih; synthesis 2: Air adalah cairan yang bisa menjadi padat dan gas pada kondisi tertentu. Proses ini terus berlangsung hingga konsep absolut tentang air terumuskan, dan konsep absolute ini sudah ada sebelum thesis 1 dimunculkan.

Setelah tahun 1843, seorang yang pada awalnya adalah pengikut Hegel, mengkritisi dialetic ini dengan sanggahan bahwa Hegel menggunakannya secara terbalik. Orang yang mengkritisi itu bernama Karl Marx. 

Marx menganggap bahwa absolute mind itu tidak ada, karena dia tidak empiris, dan material. Sementara sesuatu yang terbukti eksistensinya harus sensible atau Indrawi (menurut Marx). 

Dialektika Hegel adalah sebuah kerancuan karena dibangun dari sesuatu yang tidak eksis, sehingga Marx memandang bahwa dasar dari dialektika haruslah sesuatu yang bersifat material atau sensible, dan hal tersebut adalah fenomena dunia nyata yang dialami manusia. 

Perdebatan antara keduanya tak jauh dari perdebatan antara Plato dan Aristotle, tetapi Aristotles tidak mengarahkan pemahamannya pada penafian sesuatu yang absolute.

Dalam hal ini, Karl Marx secara implicit telah menolak sesuatu yang tidak indrawi, bahkan menolak keberadaan sesuatu yang absolut. Semesta bersifat positif dan dinamis maka tidak mungkin ada sesuatu yang absolute. Ini menjadi dasar ideologi yang dia bangun nantinya bersama Frederich Engels. Ideologi ini bernama Dialektika Materialisme atau Radical materialism. Metode ini nantinya menjadi landasan berpikir ideologi komunisme yang dikembangkan hingga ke aplikasi politik oleh Vladimir Lenin, Joseph Stalin, dan Mao Zedong.

Marx memandang bahwa perubahan semesta didasari pada fenomena yang muncul di dunia nyata, dan fenomena ini mengubah bentuk dan esensi dari sesuatu. Berbeda dengan Hegel yang mengatakan bahwa esensi murni sesuatu itu sifatnya absolut, Marx memandang bahwa esensi sesuatu itu berubah dan akan berbeda dari yang sebelumnya, tidak ada yang absolut. Di sini Karl Marx telah menafikan Tuhan sebagai entitas yang menetapkan absolute mind. Karena pada dasarnya semesta ini berjalan dan berkembang berdasarkan fenomena yang muncul bukan karena ketetapan absolut dari Tuhan. 

Oleh karena itu dasar pemikiran Komunisme adalah menolak Tuhan dalam berbagai makna. Marx memandang bahwa doktrin-doktrin agama, baik kristen, Yahudi, Buddha, ataupun Islam hanya membutakan manusia dari kenyataan, pada akhirnya lahir statement terkenal Karl Marx, "Agama adalah candu". Dasar filsafat komunisme hanya sesuai dengan kepercayaan atheisme. Bahkan komunisme tidak cocok dengan agnostism, deism, atau kepercayaan paganisme. Karena itu para komunis menganut atheisme.

Tidak dipungkiri, muncul beberapa pendekatan yang mencoba memadukan agama dan komunisme. Tetapi kegagalan tetap terjadi, karena menurut komunisme, agama adalah hal yang akan mengacaukan jalan untuk mencapai kesejahteraan komunal. Bahkan di tahap politik pun agama dan komunisme tidak bisa bersatu, berbeda dengan sosialisme atau liberalisme yang punya opsi laicisme atau sekularisme sebagai pendekatan mereka agar tidak bentrok dengan agama.

Dasar-dasar yang digunakan Marx dalam dialektikanya memang akan masuk di akal mereka yang tidak menganut sebuah agama (baik Islam, Kristen atau Buddha) secara sadar. Karena itu, beberapa tokoh Marxisme yang "tobat" seperti Dr. Mohammad Amarah menyuarakan kesadaran menganut sebuah agama, dalam konteks ini Islam. Kesadaran seorang muslim tentang konsep-konsep agamanya sendiri adalah benteng untuk menghindari pengaruh atheisme, agnostisme, deism, dan komunisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun