Politik Hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan perbuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Padmo Wahjono mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan di bentuk. Sifat dari politik hukum yakni periodik yang mana dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi setiap periode tertentu.
Dalam realitas sosial, hukum tidak steril dari subsistem kemasyarakatan lainnya. Politik kerap kali melakukan intervensi atas pembuatan dan pelaksanaan hukum, sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan, yang salah satunya, Jenis sistem politik yang bagaimana yang dapat melahirkan produk hukum yang berkarakter seperti apa?
Tentu tidak dipungkiri jika politik hukum Islam juga turut mewarnai perkembangan pembangunan hukum di Indonesia, mengingat Indonesia sebagai satu diantara negara di dunia, yang mayoritas warga negaranya adalah beragama Islam. Indonesia merupakan negara demokratis dan bukan negara yang menganut sistem hukum Islam sepenuhnya.
Jika diibaratkan, politik dan hukum Islam ini bagaikan satu koin yang sisinya saling berkebalikan namun tidak dapat dipisahkan. Adanya hukum Islam tanpa adanya dorongan politik akan sulit ditegakkan dan sebaliknya. Kebijakan yang mengesampingkan syariat Islam akan menjadikan terganggunya tatanan sosial. Kedudukan hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia tidak hanya secara umum ada dalam pasal 20 atau 24 Undang-undang Dasar 1945 (disamping hukum-hukum lainnya), tetapi secara khusus tercantum di dalam pasal 29 ayat (1) itu jelas disebutkan bahwa Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam bahasa Arab, politik hukum Islam disebut dengan al-Siyasah al-Syar'iyyah, yang sama artinya seperti "maslahah mursalah", artinya yaitu suatu hukum yang mengatur agar adanya kesejahteraan dikalangan umat manusia dengan suatu hukum yang dalam syara' tidak ditemukan ketentuannya. Sebagian ulama berpendapat mengenai pengertian politik hukum Islan yaitu sebagai sarana pemerintah untuk menjalankan tugasnya dan memberikan kesejahteraan dan kemaslahatan bagi rakyatnya melalui pemberlakuan suatu hukum, yang mana hukum yang diberlakukan tersebut tidak berlawanan dengan aturan-aturan ataupun nilai-nilai yang telah diterapkan dalam agama Islam.
Salah satunya melalui peran lembaga hukum Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah salah satu lembaga yang kehadirannya mempunyai peran penting dalam pembangunan hukum di Indonesia didasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pasal 29 ayat (1), para Ulama berkewajiban membina umat Islam untuk lebih bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan turut serta memperkokoh Ketahanan Nasional dan melawan atheisme. Salah satu tugas MUI adalah memberikan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan masyarakat. Dalam kiprahnya di tengah-tengah masyarakat, menurut KH. Ma'ruf Amin, MUI memainkan dua peran penting.
Pertama, sebagai pembawa aspirasi dan pelayan umat (khadim al-ummah). Umat Islam ada di mana-mana dengan kepentingan dan cara beragama dan keberagamaan yang bermacam-macam (dari yang ekstrem atau garis keras, moderat, fundamental hingga lunak). Kedua, bahwa MUI berperan sebagai mitra pemerintah (shadiq al-hukumah) untuk kesejahteraan umat.
Melalui Fatwanya, yang dijadikan sebagai pemandu (taujih) dan petunjuk (irsyad) bagi masyarakat pada kondisi tertentu memang harus ada saat dibutuhkan. Tidak boleh ada persoalan yang mauquf, terbahas tetapi tidak tuntas dan tidak difatwakan, atau malah dibahas saja tidak, maka akan melahirkan persoalan berkepanjangan, apalagi berdampak chaos di tengah masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H