Mohon tunggu...
Ibnu Aghniya
Ibnu Aghniya Mohon Tunggu... Sejarawan - Penikmat Sejarah

Mahasiswa S-1 Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro Pendiri Komunitas Suluh Sejarah (pengkajian dan penulisan sejarah)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penyakit Kronis Muslimin Indonesia

31 Maret 2020   15:55 Diperbarui: 31 Maret 2020   16:20 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkata Haji Agus Salim "Segala itu menundjukkan kurang rasa harga diri, bahkan menundjukkan sikap takluk dan tunduk sampai pada inti hati sanubari". 

Contoh tentang pakaian tadi menurut Haji Agus Salim hanyalah contoh kecil semata. Lebih bahaya lagi, rasa rendah diri tersebut mengakibatkan banyak kalangan intelektual melihat Islam sebagai "pusaka yang usang" yang tidak lagi relevan dengan zaman. Sebab, Islam kala itu oleh gubernemen dilabeli berbagai tudingan menghinakan seperti misalnya disebut sebagai ajaran yang kolot .

Seorang mohammedaansche (pengikut Muhammad) yang masih setia pada ajaran Islam langsung dikonotasikan dengan keterbelakangan dan tidak progresif. 

Maka tidak mengherankan bila pada era pergerakan, kebanyakan dari tokoh-tokoh intelektual meskipun secara nominal beragama Islam, namun memperjuangkan gagasan-gagasan yang sama sekali jauh dari Islam. Kesemuanya itu diakibatkan oleh penyakit kronis bernama minderewaardigheids-complex yang sudah diuraikan tadi!

Pola sejarah selalu berulang. Apa yang terjadi pada hari ini, sebetulnya hanyalah repetisi dari apa yang terjadi di masa lalu. Jika di masa lampau kebanyakan tokoh pergerakan mengidap perasaan inferior, maka tak mengherankan bila petinggi-petinggi negeri ini pada hari ini juga mengalami penyakit yang sama. 

Gagasan dan nilai yang bersumber dari peradaban Barat dipandang sebagai "yang terbaik", sedangkan ajaran-ajaran Islam yang pada hakikatnya tak lekang oleh ruang dan waktu itu, dihinakan sedemikian rupa dan bahkan dikriminalisasi.

Sudah sepatutnyalah kita harus belajar dari sejarah. Tugas bagi kita pada hari ini adalah mengobati penyakit kronis tersebut, untuk kemudian mengembalikan kepercayaan diri sebagai seorang muslim. Prinsip isyhadu bi ana muslimuun harus diterapkan oleh muslimin Indonesia.

Seperti kata Haji Agus Salim bahwa "...ia (Islam) diacungkan sebagai pandji yang dibanggakan, karena agama Islam sebagai agama terakhir sudah sejak tiga belas abad bukan saja telah bertahan dari setiap penilaian yang jujur, bahkan dengan jaya telah menjalani perbandingan dengan agama dan sistem manapun". Lagi pula bukankah Nabi SAW telah bersabda bahwa "al-Islam yu'la wa laa ya'lu" Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun