Semakin cepat invasi itu berakhir, maka semakin kecil pula dampaknya pada kenaikan harga "Untuk saat ini harga berbahan gandum belum terpengaruh karena Industri masih punya stok yang tersedia baik bahan baku maupun barang jadi. Jadi industri tidak serta merta menaikkan harga langsung dengan kenaikan harga spot," kata Adhi dikutip dari Kompas.com.
Dampak invasi Rusia ke Ukraina tidak hanya berdampak pada bahan pangan impor saja, Bhima Yudhistira mengatakan situasi saat ini juga bisa mempengaruhi produksi pangan dalam negeri. Baru baru ini Rusia telah melarang Ekspor Amonium Nitrat (AN) yang dimana Amonium Nitrat sendiri merupakan bahan baku pembuatan pupuk dan itu menyebabkan kenaikan pupuk di Indonesia. Jika masalah Amonium Nitrat tidak bisa diatasi maka akan berimbas pada naiknya harga pupuk subsidi dan lambat laun akan menaikan juga biaya pertanian dalam negri. sejatinya perang memberikan dua akibat.
Satu terkait dengan penerimaan ekspor nasional yang naik. Namun imbas ini berdampak ke dalam negeri yang hasil akhir dirasakan masyarakat, seperti kenaikan harga pangan dan komoditas. Pertama di satu sisi, penerimaan APBN meningkat dari hasil ekspor komoditas. Sebut saja batu bara, nikel hingga CPO, Itu memberikan daya tambah dari sisi penerimaan negara namun di sisi lain masyarakat juga akan merasakan rambatan dari inflasi global.
Dampak lain dari perang antara Rusia dan Ukraina adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok. Harga kebutuhan pokok menjadi efek ekonomi yang dihadapi Indonesia. Dari lonjakan minyak mentah yang tembus 100 dolar per barel mengakibatkan meningkatnya inflasi dan membuat biaya pengiriman menjadi jauh lebih mahal.Â
Hal ini menyebabkan harga kebutuhan pokok semakin meningkat. Jika harga kebutuhan pokok meningkat, maka daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok akan semakin rendah. Jika daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok rendah maka akan berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia dan juga keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia.
Dampak berikutnya dari perang antara Rusia dan Ukraina adalah ketakstabilan nilai tukar. Penelitian LAB 45 menilai perang antara Rusia dan Ukraina akan berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah. Hal ini terjadi karena ancaman dikeluarkannya Rusia dari sistem pembayaran global SWIFT, sehingga mengakibatkan penarikan dana Rusia.Â
Tidak hanya itu, ketakstabilan nilai tukar juga membuat beban utang luar negeri naik yang mengakibatkan bunga pinjaman akan semakin mahal. Bunga pinjaman naik secara nominal karena ketakstabilan nilai tukar terhadap dolar, hal ini membuat BUMN yang beban utang terhadap modalnya terlalu besar akan menghadapi kesulitan dalam menghadapi krisis Ukraina. Sedangkan, masyarakat mendesak cukup kuat agar BUMN bisa berkontribusi untuk menjaga kestabilitas harga.
Perang antara rusia dan Ukraina memang sangat berpengaruh bagi Dunia, selain berdampak pada perekonomian Dunia bukan tidak mungkin invasi Rusia ke Ukraina dapat mengancam perdamaian Dunia dan mungkin bisa memicu Perang Dunia III.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H