Mohon tunggu...
Ibnu Fikri Ghozali
Ibnu Fikri Ghozali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Prince Songkhla University .

hanya pengagum literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

KH Hasyim Muzadi dan Kisah Fikih Pedagang

19 April 2023   07:13 Diperbarui: 19 April 2023   14:24 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah lamanya satu bulan menjalankan puasa. Umat muslim di dunia akan merayakan hari kemenangannya di idul fitri. Tentunya idul fitri ajang untuk saling memafkan antar umat muslim. Dalam perayaannya, setiap negara ada tradisi yang berbeda-beda, misalnya saja di Indonesia, biasanya mereka berbondong-bondong mengadakan acara seperti halal bi halal. Dimana acara ini sebagai ajang silaturrahim, temu kangen dan tentunya sebagai tempat untuk saling memaafkan.Namun dalam  penentuan hari raya Idul Fitri tentunya ada beberapa metode yang berbeda dalam penetapannya. Di sisi lain ada yang menggunakan metode hisab maupun rukyatul hilal. Dalam press release Muhammadiyah, mereka sudah mengumumkan penetapan lebih dahulu. Ormas Islam Indonesia yang lahir pada tahun 1912 tersebut sudah menetapkan bahwa penetapan hari raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 21 April 2023 mendatang.

Pemerintah Indonesia sendiri belum belum bisa menentukan kapan hari raya Idul Fitri akan ditetapkan. Pasalnya, pemerintah Indonesia baru akan mengadakan sidang isbat pada kamis 20 April mendatang. Begitu juga Nahdlatul Ulama, ormas besar Islam terbesar itu baru akan diadakan di hari yang sama melalui lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama.

Jiakalau dalam penetapan hari raya Idul Fitri dan awal Ramdhan berbeda antara ormas di Indonesia, sejatinya ini sudah berlaku dari zaman-zaman yang lalu. Karena setiap penetapan hari raya Idul Fitri menggunakan metode yang berbeda seperti apa yang sudah disebutkan sebelumnya. Bukan barang langka adanya perbedaan penetapan di kalangan umat muslim Indonesia. Justru ini mendewasakan umat muslim dalam perbedaan dalam masalah khilafiyah dalam fikih.

Namun ada kisah menarik yang pernah dilontarkan oleh mantan ketua umum PBNU periode 1999-2010, alm KH Hasyim Muzadi. Pada 2017 lalu, saat ia bertandang ke pondok pesantren Gontor tempat ia menimba ilmu. Di mana  ia memberikan tausyiah keagamaan yang juga dihadiri para alumni-alumninya seperti Abdurrahman Fachir (Wakil Mentri Luar Negri 2014-2019), Din Syamsuddin (Ketum PP Muhammdiyyah 2005-2015) dan alumni yang lainnya.

Dengan ciri khasnya yang selalu memberikan tausyiah dengan guyonannya, pria kelahiran Tuban tersebut menceritakan pertemuannya dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Di pertemuan itu. Ia didudukan dengan ketua umum PP Muhammadiyyah Din Syamsuddin untuk membahas penetapan hari raya Idul Fitri. Jusuf Kalla yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden meminta kepada para pembesar dari masing-masing ormas tersebut untuk menetapkan perayaan Idul Fitri dengan bersamaan. Dengan dalih tidak ada perbedaan diantara umat muslim di Indonesia.

Namun dalam tausyiahnya, ia menuturkan tidak perlu membahas yang secara teori fikih masih dalam pandangan khilafiyah terkhusus dalam penentuan hari Raya Idul Fitri.

"padahal selisih NU dan Muhammadiyah itu (hanya) beda tanggalnya, bukan sholatnya. Kenapa tanggalnya gak sama ? Ya ngitungnya gak sama" tuturnya dikutip dari youtube Gontor TV.

"Kalau NU harus kelihatan tanggalnya dan itu perlu dua derajat di atas wukuf. Muhammadiyah pokok ijtimak selesailah. Ada apa mesti diinceng (diteropong), apa tamu dia," ujarnya yang disambut tawa hadirin.

Setelahnya, pak Jusuff Kalla pun menanyakan solusi supaya perayaan hari raya Idul Fitri di Indonesia bisa bersamaan. Menurutnya, perbedaan penetapan hari raya Idul Fitri di Indonesia akan membingungkan masyarakat. Dikarenakan perbedaan yang ada dan akan menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat.

"Terus solusinya bagaimana pak" tanya Kiai Hasyim

"Ya kompromilah. Bagaimana kalau Muhammadiyah turun satu derajat, NUnya naik satu derajat," kata pak Jusuf Kalla.

"Owh kalau gitu cash and carry aja, ini fikihnya pedagang" Kyai Hasyim menjawab JK dengan disambut gelak tawa para tamu undangan yang hadir.

Diakhir sesi tersebut, beliau menuturkan dalam masalah perbedaan ini supaya pemahaman umat muslim menyadari bahwa perbedaan itu ada. Tentunya supaya sikap umat muslim di Indonesia tidak mudah menyalahkan karena masalah khilafiyah dalam pandangan fikih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun