السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ اَشْرَفِ اْلاَنْبِياَءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ إِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ سَيِّدِ الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أَمَّا بَعْدُ.
Bagaimana hukum isbal atau memanjangkan kain hingga dibawah mata kaki?
Hal ini menjadi masalah, polemik, keganjilan bagi kaum laki-laki. Beberapa menganggap itu tidak apap-apa, makruh, bahkan mengganggap haram.
Kesalahan dari kita adalah kaku dalam menanggapi suatu sunnah. Ada yang merasa di kaum kiri, ya sudah dia berpedoman terus ke kiri tanpa melihat hukum yang kanan. Yang telah berada di kaum kanan juga hanya menggap hukum di sisi kanan saja. Tidak memandang yang kiri.
Fatwa yang menyatakan menggangkat kainnya di atas mata kaki itu mutlak benar. Karena berdasar pada hadits “Kain yang di bawah kaki tempatnya di neraka” (Shohih Bukhari vol 7 Bab 4 no 5787) . Namun yang menjadi polemik disini ialah yang memanjangkan kain hingga bawah mata kaki. Boleh, makruh, atau haram?
Dikatakan boleh karena berdasar pada hadits yang menyatakan adanya unsur kesombongan. Dikatan makruh karena syariat yang seharusnya memang begitu, dinaikkan hingga diatas mata kaki. Dikatakan haram karena berdasar yang walaupun tanpa unsur kesombongan itu tidak boleh.
-Dasar hukum bahwa isbal itu boleh tanpa adanya kesombongan:
"Barangsiapa memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya kelak di hari kiamat.” Kemudian Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sarungku melebihi mata kaki, kecuali aku menyingsingkannya.” Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab, “Kamu bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong.” (HR. Al-Bukhari dan sebagiannya diriwayatkan Muslim)
"Allah tidak akan melihat kepada orang yang menjulurkan sarungnya di bawah mata kaki karena sombong." (HR Abu Hurairah)
-Dasar hukum bahwa isbal itu tidak boleh meskipun tidak ada unsur kesombongan:
"Kain yang berada di bawah mati kaki itu berada dalam neraka." (HR. Al-Bukhari)
"Tiga orang yang bakal tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, Allah tidak akan melihat dan menyucikan mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih." Abu Dzar berkata, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam membacanya sebanyak tiga kali". Abu Dzar berkata, "Kecewa benar mereka dan sangat merugi. Siapakah mereka itu ya Rasulallah?" Beliau menjawab, "Yaitu orang yang menurunkan kain di bawah mata kaki (musbil), orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya (al-Mannan), dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu." (HR. Al-Bukhari)
"Karena ia shalat dengan memakai kain sampai di bawah mata kaki; Sesungguhnya Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang memakai kain sampai di bawah mata kaki." (HR. Abu Dawud dengan isnad Shahih sesuai syarat Muslim)
Dari sini kita jangan kaku dalam menyikapinya. Yang diatas mata kaki itu benar adanya. Namun yang sudah melakukan hal itu jangan mencaci orang yang belum melaksanakan. Sudah ada tuntunan masing-masing. Yang tidak melakukan demikian jangan mencaci kepada yang sudah menaikkan diatas mata kaki. Itu sunnah datangnya dari Rasul. Jangan dicaci juga. Sama saja mencaci Rasul secara tidak langsung. Ambil garis tengah saja. Yang melakukan silahkan, yang tidak juga monggo.
Namun jika isbal di hari akhir nanti dipermasalahkan dan kita yang tidak mengikuti sunnatullah tidak dipandang oleh Allah, apakah kita bisa mengulang waktu untuk tidak isbal ketika semasa hidup?
"Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. Al-Nisa': 115)
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H