Dari ayat tersebut diterangkan bahwa kedudukan Iman dalam strata kehidupan manusia begitu tinggi yang terletak pada batin, tidak di kepala atau tubuh manusia. Selain kedudukannya yang tinggi iman juga menjadi jembatan bagi akal untuk merefreksikan segala konsep yang terdapat di dunia ide (immaterial) untuk direfleksikan pada dunia indra (material). Oleh karnanya secara inti manusia dikendalikan oleh imannya. Namun dibalik iman, terselip tabir yang senantiasa meredupkan iman (jembatan) tersebut untuk berbuat kemaksiatan bagi dirinya dan juga Sang Pencipta.
Segitiga Dalam Filosofis
Tidak jauh berbeda dengan pandangan Plato mengenai makna segitiga dalam hidup. Menurutnya  tubuh manusia ontologisnya terdiri dari 3 sub bagian diantaranya: kepala, dada, dan perut. Pada setiap anatomi tubuh terdapat tataran jiwa yang bersemayam. Akal terletak di kepala, kehendak terletak di dada, dan nafsu terletak pada bagian perut.
 Masing-masing jiwa ini juga memiliki hasrat atau simbolis tersendiri layaknya akal mensiboliskan kebijaksanaan manusia dalam menjembatani antara pikiran dan tindakan, kehendak memanifestasikan keberanian manusia dalam bertindak berdasarkan norma-norma yang ada, dan nafsu identik dengan hasrat kenikmatan manusia yang ingin memiliki atau merasakan sesuatu yang ia lihat. Namun, antara akal dan nafsu selalu memunculkan kontroversi yang begitu serius bagi setiap individu, karna akal berjalan atas norma-norma etika sedangkan nafsu berjalan atas kebebasan tanpa terikat oleh apapun.
Sejak itu tidak semua manusia membiarkan jiwanya untuk bebas, ia selalu memenuhi segala kenikmatan tubuh sesaat tanpa memperdulikan urusan akal yang hakekatnya memberikan satohat pada jiwa (akal itu sendiri) serta satohat pada indra (tubuh manusia) . Oleh sebab itu nafsu harus mampu dikoneksikan dengan akal sehingga etika dapat ditegakkan dan memberikan kebebasan dari dibelenggunya jiwa dalam jasad manusia. Hanya dengan ketiga bagian itu berfungsi bersama pada satu tataran linier maka manusia mampu menjadi seorang individu yang selaras atau "berbudi luhur", mampu memanusiakan dirinya dan individu lain.
Silogisme dari cara pandang mengenai makna segitiga dalam kehidupan baik dari segi filosofis barat yang mengatakan bahwa digdayanya manusia terletak pada cara berpikir (akal), ada juga yang mengatakan terletak pada tindakannya (spirit). Namun apa yang dijelaskan dalam Al-Qur'an inti manusia terletak pada iman yang terletak pada batinnya. Sehingga dari kedua perspektif Al-Qur'an dan para filosofis ini memiliki sebuah kesamaan dimana inti kehidupan terletak pada lokasi yang sama yakni Sang Pencipta (Tuhan) dan manusia itu sendiri yang di aksarakan melalui segitiga kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H