Anak itu sering meneguk tajin, yang airnya mengucur deras dari tempayan.
Sambil memutar-mutar siaran radio yang menggantung di pundak kekanak-kanakannya
Hari demi hari, tualang meringkus kemuraman dalam kerumunan
Dimana saja, ditanamnya pasak-pasak penantian
Minggu demi minggu, haus nasibnya kian merongrong di gurun piatu
Tapi takdir tak menunggu
Kegersangan hidup tak dibiarkan mengeringkan segala miliknya : baju, celana, ketabahan, kekuatan dan tuhan.
Bulan demi bulan, ia menghitung jumlah tangisannya
Kemudian memasukkan air matanya ke dalam celana
Lalu luka ditentengnya ke matahari, agar tak berair lagi
Tahun demi tahun, ia berusaha memulangkan kesedihanya ; mencatat kisah yang berlembah-lembah diatas tiras
Merangkum segala yang ditempa oleh hujan dan panas
Hingga akhirnya, bianglala pun membusur di atas kepalanya
2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI