Sudah 4 hari ini massa pendukung Ahok berdemo terus-terusan. Â Massa yang berdemo di Jakarta akhirnya menginspirasi massa pendukung Ahok yang ada di bebagai kota.
Satu tuntutan mereka adalah Bebaskan Ahok. Â Mereka merasa tidak adil. Mereka yakin majelis hakim yang memvonis Ahok bersalah karena didesak oleh massa GPFMUI. Â Di benak mereka telah terjadi pelanggaran hukum karena Majelis Hakim memvonis melebihi tuntutan Jaksa.
Inilah kebodohan massal yang telah terjadi.  Apakah para pendukung Ahok di berbagai kota itu paham tentang proses-proses  hukum yang terjadi di Pengadilan?  Yang dikuatirkan ada pihak-pihak yang sengaja memprovokasi mereka. Ketidak-tahuan mereka tentang proses hukum dimanfaatkan oleh pendukung Ahok yang penasaran dengan kekalahan di Pilkada DKI dan mempergunakan vonis Ahok sebagai alasan untuk berdemo besar-besaran.
Plintiran pihak-pihak ini adalah negeri ini sudah dirusak kebinekaan oleh kalangan Islam Radikal yang didukung MUI yang mampu menekan berbagai sendi. Mereka meniupkan opini public hingga ke manca negara bahwa Ahok kalah karena warga DKI ditakut-takuti oleh gerakan radikal. Ini sungguh menyesatkan.
Fakta bahwa semua lembaga survey menyatakan 60% warga DKI tidak menginginkan Ahok diingkari oleh pihak-pihak ini. Mereka menyalahkan Islam Radikal atas kekalahan Ahok di Pilgub DKI. Dan akhirnya mereka mendapatkan momen berikutnya di Putusan Perkara Penistaan Agama.
Sekali lagi mereka menyebar opini bahwa majelis hakim sudah diintervensi kalangan islam Radikal sehingga memvonis Ahok melebihi tuntuan Jaksa.
Sedih memang. Negeri ini sudah begitu rusak gara-gara Perebutan Kekuasaan.
Andai saja Ahok tidak kalah kemarin dan Hakim memvonis Ahok 2 tahun tentu tidak ada demo-demo massal seperti beberapa hari ini. Â Demo-demo ini sudah dipicu duluan oleh kekalahan telak Ahok. Dan itu disempurnakan dengan opini sesat bahwa majelis hakim sudah diintervensi kalangan Islam Radikal.
Massa pendukung Ahok yang penuh emosional tidak pernah berpikri bagaimana proses hukum yang terjadi di persidangan. Â Mereka memang buta hukum jadi tidak bisa memahami proses hukum dan fakta-fakta persidangan.
6 bulan sidang Penistaan Agama itu pada sesi terakhir mengalami  anomaly yang luar biasa. Ada intervensi yang massive dan sistemik yang dilakukan oleh pihak penguasa dalam hal ini partai-partai penguasa. Ada kejadian luar biasa dimana tiba-tiba Jaksa Penuntut merubah perkara Dakwaan.
Ahok yang sejak awal  berdasarkan Pelaporan pihak yang dirugikan ditetapkan sebagai Tersangka dan dikenakan Pasal Penistaan Agama dan Pasal Penistaan Golongan (Pasal 156 dan 156A) ternyata menjelang akhir masa sidang oleh Jaksa Penuntut dakwaannya dirubah tiba-tiba dengan menuntut Ahok HANYA pasal Penistaan Golongan (pasal 156).  Tentu saja akhirnya tuntutan jaksa penuntut menjadi sangat ringan yaitu 2 tahun penjara masa percobaan.
Lihatlah dengan seksama apa yang terjadi di Sidang-sidang terakhir. Bagaimana mungkin ada Kapolda Metro Jaya yang menyurati pengadilan dan meminta sidang ditunda. Dan bagaimana mungkin setelah 6 bulan bersidang giliran harus membacakan tuntutan, Jaksa penuntut minta waktu/ minta penundaan hingga pilkada DKI selesai. Alasannya sangat sepele yaitu Berkas Tuntutan Belum Selesai Diketik.
Jadi sangat jelas terlihat bahwa sebenarnya yang melakukan Intervensi pada sidang-sidang Ahok adalah Partai Penguasa melaluik kaki tangannya yaitu Jaksa Agung dan Kapolda Metro Jaya.
Jaksa Agung yang berasal dari partai Nasdem memang begitu sering melakukan hal-hal kontroversial. Keberpihakannya pada kepentingan partai-partai penguasa sudah terlalu banyak dan sulit disebutkan satu persatu.
Patut diduga berubahnya tuntutan Jaksa atas kasus Ahok dan penundaan pembacaan tuntutan jaksa di sidang Ahok adalah Ulah dari Jaksa Agung. Jaksa penuntut ditekan keras oleh Jaksa Agung.
Akhirnya yang terjadi malah sebaliknya.  Majelis hakim tidak mempertimbangkan lagi  tuntutan Jaksa yang inkonsisten. Majelis Hakim lebih mempertimbangkan fakta-fakta hukum persidangan sehingga akhirnya mereka memvonis Ahok bersalah.
Sampai disini Jokowi sudah turun tangan. Presiden kita menghimbau agar semua pihak bersedia menerima proses hukum yang ada. Bila dirasa tidak puas, silahkan menempuh proses hukum lainnya.
Sayangnya himbauan Jokowi tidak mau didengarkan pendukung Ahok. Mereka sudah terlanjur terprovokasi oleh pendukung-pendukung Ahok fanatic yang ingin memperkeruh suasana. Berdemolah mereka berhari-hari  menuntut pembebasa Ahok.
Massa yang berdemo itu tidak paham proses hukum. Akibat provokasi mereka pun melakukan Pemaksaan kehendak. Berdemo melewati waktu yang ditentukan, berdemo di hari keagamaan umat lain hingga menyandera pegawai Pengadilan Tinggi.
Dan hari ini telah terjadi provokasi yang lebih parah. Jaksa Agung secara sepihak mengumumkan Jaksa Penuntut akan mengajukan Banding atas putusan 2 tahun penjara yang dikeluarkan majelis hakim kemarin.
Ini benar-benar aneh. Tidak seharusnya Jaksa Agung menyatakan hal-hal yang bukan tupoksinya. Â Harusnya Jaksa penuntut sendiri yang mengumumkan hal itu.
Menurut Jaksa Agung M.Prasetyo, sewaktu Hakim memutus 2 tahun penjara Jaksa menyatakan akan pikir-pikir dulu. Padahal dari berita-berita yang ada tidak pernah ada Jaksa menyatakan hal tersebut.
Sekarang yang terjadi baik Pengacara dan Jaksa Penuntut sama-sama meminta banding. Â Apa tidak aneh bila baik Pengacara dan Jaksa Penuntut sama-sama menginginkan Ahok dibebaskan?
Bagaimana tidak membesar demo massa pendukung kalau diberi angin dan provokasi terus menerus dari kalangan penguasa?
Coba kita lihat pernyataan langsung Jaksa Agung hari ini yang diberitakan detiknews :
"Saya dengar terdakwanya banding, jaksa pun tentunya sesuai dengan standar prosedur yang ada, ya akan mengajukan banding juga. Di samping juga, pertimbangan lain yang tentunya perlu nantinya menjadi bahan kajian," kata Prasetyo.
Sebelumnya Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan upaya banding yang diajukan jaksa merupakan hal biasa. Tim jaksa dalam sidang vonis pada 9 Mei lalu menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim terhadap Ahok.
Ini pernyataan yang sangat ngawur , sangat politis dan sarat kepentingan. Â Jaksa melakukan banding setelah tuntutannya dikabulkan atau dikabulkan melebihi tuntutan yang ada itu tidak pernah ada. Â Kalau vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa barulah itu hal menjadi umum bila Jaksa melakukan banding. Jaksa Agung mengada-ada membuat pernyataan ini.
Dan masalah Jaksa penuntut menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim itu belum pernah diberitakan sebelumnya. Sepertinya ini karangan dari Jaksa Agung saja.
Apa boleh buat, negeri ini menjadi rusak karena semua penegak hukum disusupi kepentingan politik dan bisa diintervensi oleh para penguasa.
Salam Kompasiana.
Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-3499782/jaksa-ajukan-banding-atas-vonis-ahok
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H