Demokrasi adalah Dasar Pemilu
Indonesia adalah negara yang kaya akan perbedaan serta jumlah penduduk yang tinggi dan oleh sebab itu, dibutuhkan hukum untuk menciptakan suasana yang harmonis di antara warganya. Indonesia sendiri merupakan negara hukum. Namun demikian, Indonesia tidak mengekang rakyatnya dalam hal menyampaikan pendapat sebab Indonesia menganut sistem Demokrasi Pancasila. Demokrasi sendiri menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kebebasan masing-masing.Â
Abraham Lincoln, salah satu Presiden Amerika Serikat ternama, pernah mengatakan bahwa sesungguhnya demokrasi itu "of the people, by the people, for the people" yang artinya adalah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Beliau juga pernah mengatakan "All men are created equal". Apakah yang beliau maksud bahwa semua manusia diciptakan dengan kemampuan yang sama? Bukan.
Apakah yang beliau maksudkan adalah setiap ras, suku, maupun bangsa juga memiliki kualitas keterampilan yang sama? Tentu bukan. Yang beliau maksud adalah bahwa seseorang tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain apabila orang tersebut tidak menyetujuinya.Â
Demokrasi menekankan bahwa setiap manusia berhak berpendapat dan pada dasarnya sama di hadapan hukum. Salah satu bentuk demokrasi yang paling nyata adalah Pemilu.
Sistem Pemilu di Dunia
Ada 3 macam sistem pemilu di dunia, yaitu;
1. Sistem Distrik
Sistem ini dikenal dengan istilah Winner Takes All. Bagaimana tidak? Pada dasarnya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan yang membagi suatu negara menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya disetarakan jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam sebuah lembaga perwakilan. Dengan demikian, suara pemenang suatu distrik setara dengan suara satu wakil rakyat. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak di suatu distrik memperoleh suara sebanyak distrik yang ia menangkan, sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, meskipun selisihnya satu sekalipun, suaranya tidak akan diperhitungkan lagi dalam penghitungan suara secara keseluruhan dalam negara tersebut.
Keuntungan sistem ini adalah adanya penyederhanaan partai politik. Dengan adanya sistem distrik, maka suara partai-partai kecil yang suaranya lebih sedikit akan hilang sebab tidak diperhitungkan dalam pemilu, alhasil partai yang tersisa hanya sedikit dan merupakan partai mayoritas. Biasanya menjadi sistem dwipartai. Sistem ini juga menguntungkan di mana waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemilu akan berkurang secara signifikan, dengan demikian menghemat waktu dan biaya.
Hal yang merugikan adalah bahwa suara yang lebih sedikit tidak akan diperhitungkan sama sekali. Dari kalimat tersebut dapat diketahui bahwa sistem distrik sangat tidak representatif. Artinya tidak semua suara rakyat tersalurkan.
Negara yang menganut sistem distrik adalah negara dengan negara-negara bagian yang banyak misalnya Amerika Serikat.
2. Sistem Proporsional
Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah pemilihan, begitupun sebaliknya.
Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut. Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan. Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.
Hal positif dari sistem proporsional adalah suara yang lebih sedikit juga tetap diperhitungkan. Dengan demikan sistem ini akan lebih representatif. Namun demikian, sistem ini juga menyebabkan ketidak stabilan pemerintahan sebab ada banyak fragmen multipartai.
3. Sistem Gabungan (Distrik & Proporsional)
Sistem ini merupakan gabungan antara sistem distrik dan proporsional. Sesungguhnya sistem ini tergantung oleh negaranya sendiri. Misalnya, Republik Rakyat Tiongkok yang separuh proporsional dan yang separuh distrik sesuai kebijakan pemerintah.
Landasan Hukum Pemilu di Indonesia
Ada beberapa undang-undang yang mengatur Pemilu di Indonesia, beberapa di antaranya adalah;
1. UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.
2. UU No.42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
3. UU No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu.
4. UUD 1945 pasal 22E
Asas Pemilu sendiri menganut "LUBERJURDIL", yaitu langsung (tidak diwakilkan orang lain), umum (boleh diikuti setiap warga yang berhak memilih), bebas (tanpa paksaan dari pihak-pihak tertentu), rahasia (orang lain tidak boleh tahu), jujur (dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku), dan adil (suara setiap warga setara dan tidak ada yang diistimewakan).
Kontroversi dan Fakta Unik Pemilu
1. Presidential ThresholdPemilu 2019
Namun demikian, cara tersebut dinilai tidak efektif sebab perubahan politik akan terus terjadi tiap tahunnya. Banyak anggota masyarakat yang memprotes cara ini hingga menggugat ke MK, tetapi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013, dikatakan bahwa PTini tidak melanggar hukum yang ada di Indonesia. Keberadaan PTdinilai mampu meningkatkan kualitas Pemilu dengan pembatasan jumlah kandidat presiden dan wakil presiden yang maju Pemilu.Â
2. Pemilu Online
Dengan semakin majunya IPTEK, e-voting menjadi umum digunakan di berbagai negara, seperti Estonia, Swiss, Spanyol, Brasil, Australia, dan negara lainnya. Saat ini ada empat macam mesin pilih yang diganakan dalam pemilu, yaitu Direct Recording Electronic (DRE) di Brasil, open-source software di Australia, internet voting di Estonia yang menggunakan digital IDCard, dan crypto-voting di Spanyol.Â
Pada Pemilu legislatif 2014 lalu, menurut perhitungan berbagai lembaga suvey, partai yang duduk di urutan pertama adalah PDIP dengan suara 18-20%, tetapi yang mengejutkan adalah bahwa data warga yang golput mencapai 25%. Alasan golput sendiri ada bermacam-macam, mulai dari tidak terdaftar dalam DPT, kekecewaan terhadap para kandidat, dan keterpaksaan aktivitas tertentu yang tak bisa ditinggal. Solusinya adalah dengan Pemilu online.
3. 100% suara??
"Media pemerintah Korea Utara melaporkan pemimpin tertinggi Kim Jong-un terpilih sebagai anggota majelis rakyat di negara itu.
Dia mendapat suara dari semua pemilih yang berada dalam daerah pemilihannya, Gunung Paekdu.
Menurut kantor berita KCNA, dukungan 100% untuk Kim itu mencerminkan yang mereka sebut keinginan mutlak dari semua orang di Korea Utara.
Pemilihan untuk anggota Majelis Rakyat Agung, yang merupakan lembaga penyusun undang-undang tertinggi, berlangsung Minggu 9 Maret, dengan hanya satu nama calon untuk setiap wilayah pemilihan.
Para pemilih, seperti dilaporkan kantor berita Associated Press, biasanya hanya memilih 'ya' atau 'tidak' dengan tingkat partisipasi dalam pemilihan sebelumnya disebut mencapai 99%.
Hasil dari wilayah pemilihan lainnya belum diumumkan namun dalam pemilihan sebelumnya, sebanyak 687 wakil terpilih menjadi anggota majelis.
Pemilihan ini merupakan yang pertama sejak Kim mewarisi kekuasaan dari ayahnya yang, Kim Jong Il, yang meninggal dunia pada tahun 2011.
Para wartawan melaporkan Majelis Rakyat Agung secara umum tidak memiliki wewenang besar dengan kendali lebih banyak di tangan dewan presidiumnya." -dilansir dari http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/03/140310_korea_kim_jong_un
4. Pemilu Buta Huruf
Gambia memiliki angka melek huruf sebesar 37.8 menurut Laporan Program Pembangunan PBB 2005. Dengan banyaknya warga yang buta huruf, pemerintah Gambia memiliki cara unik dalam melaksanakan Pemilu.Â
Rakyat Gambia mengikuti pemilu dengan menjatuhkan kelereng ke dalam drum-drum yang sudah diberi warna- tertentu dengan ada gambar para kandidat. Setiap drum diberi lonceng di mana ketika kelereng dijatuhkan akan membunyikan lonceng. Bila lonceng berbunyi dua kali petugas akan tahu bahwa terjadi kecurangan.
5. Pemilu Terlama
India memiliki lebih dari 800 juta pemilih, yang membuatnya sebagai negara demokrasi terbesar di dunia. Dalam rangka mengakomodasi pemilih sebesar itu, pemerintah mengadakan pemilu selama berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan. Yang terakhir pemilihan umum pada 2014, di mana warga negara India memilih 543 anggota parlemen, berlangsung selama sembilan hari yang terpisah-pisah dalam lima minggu.
6. Donald Trump vs Hillary Clinton
Pemilihan Presiden Amerika Serikat yang ke-58, 8 November 2016, merupakan Pemilu yang amat kontroversial. Kedua kandidat merupakan tokoh yang dibenci oleh beberapa kelompok masyarakat. Trump dengan kontroversi deportasi warga ilegal dan Clinton dengan masalahnya saat ia menjabat di kursi pemerintahan AS.
Meskipun hasilnya sudah jelas dimenangkan oleh Dobald Trump, banyak kelompok yang masih berkicau bahwa sesungguhnya Clinton-lah yang memenangkan Pemilu tersebut, sebab Clinton memperoleh 65.853.625 (48%) suara dibandingkan dengan perolehan suara Trump yang hanya 62.985.105 (45,9%) suara. Namun, karena Amerika Serikat menggunakan sistem distrik, Trump, yang menang di 30 negara bagian dan distrik kongres ke-2 Maine, mengalahkan Clinton yang hanya menang di 19 negara bagian dan Washington DC.
Kesimpulan
Pemilu merupakan salah satu cara menyalurkan pendapat yang difasilitasi oleh negara. Kita sebagai warga negara yang baik hendaknya menggunakan hak pilih kita dalam pemilu sebab suara kitalah yang akan menentukan nasib bangsa kita sendiri di masa depan. Mungkin ada di antara kita yang tidak setuju dengan pendapat bahwa pemilu merupakan penyaluran suara rakyat, mungkin mereka lebih setuju apabila pemilu merupakan pengekang kebebasan.
Namun demikian, semua itu tergantung dengan kondisi politik negara, misalnya Korea Utara, banyak yang berpendapat bahwa pemilu di sana hanya alat pemerintahan untuk menebas habis bibit-bibit perlawanan oleh rakyat sedangkan jika kita bandingkan dengan negara lain seperti Amerika Serikat dan Indonesia, kita tahu bahwa kitalah yang diuntungkan dengan adanya pemilu, penyalur aspirasi rakyat.
Untuk menekan angka golput, hendaknya pemerintah menggunakan solusi seperti e-votingatau bisa seperti Australia. Setiap warga negara Australia yang berusia lebih dari 18 tahun diwajibkan oleh hukum untuk mendaftar pemilu. Siapa pun yang tidak muncul pada hari pemilu didenda sebesar AU$20. Bila tidak membayar denda tersebut bahkan akan menambah denda hingga sebesar AU$180 dan dapat mengakibatkan tuntutan pidana.
Pemilu merupakan hal yang penting sebab pemilu menentukan bagaimana nasib bangsa 5 tahun ke depan. Pada dasarnya ini semua terserah kepada para pemilih, tetapi janganlah golput  sebab suara kita berharga untuk menentukan masa depan bangsa kita.
Jadi, bagaimana pendapat Anda? Pemilu? Penyalur Aspirasi atau Pengekang Kebebasan?
-IS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H