Hukum Adat yang dijenangkan Raja terhadap keluarganya, yang tentunya tak semua menjadi tradisi secara umum. Namun isyarat aturan tersebut menandai bahwa adat istiadat perkawinan yang berlaku di Tanah Negeri Belitong memiliki aturan adat yang ritualis terikat.
Dalam tradisi sebelum pernikahan, di masa lampau. Ada adat mengatur keterikatan masalah hukum (sangsi atau denda) tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Dalam "Hukum Adat Negeri Belitong" ada bagian yang menegaskannya sebagai berikut:
Ini beberapa ayat dari "Hukum Adat Negeri Belitong" BAB ke V:
- "Ayat 3": Kalau orang MENYUMBANG; lelaki dan perempuan dihukum mati dibuang ke lalut (sepanjang riwarat dimalang DUJA') Sebab ini perbuatan terlalu jahat menjadikan BALA' NEGERI; sakit penyakit segalanya, juga terhadap tanaman padi dan lainnya.
- "Ayat 4": Kalau mengambil bini orang; hukumannya dibunuh atau digalangkan.
- "Ayat 8": Kalau mengawini anak perempuan orang, mesti membayar isi kawin dan Tetukun, atau uang sebagaimana biasa keturunannya
- "Ayat 9": Jikalau orang asing mengawini perempuan Belitong mesti membayar tetukun kepada DEPATI atau NGABEHI, perempuannya tak boleh dibawa keluar dari Belitong.
Melihat ketegasan ayat itu, tentu pada masa lampau (masa kerajaan) orang takkan sembarangan bertindak sembarangan. Jadi dalam hal Tradidi "Bebiakan" mestilah berhati-hati sekali.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Disusun oleh Ian Sancin.
 Pengumpul data:  Ian Sancin, Merwan Vinobi, Galuh Bebute.
Â
Sumber Data penelitian tahun 2015-2016:
Mak Baina (Khatijah) 74 Th. Mantan Mak Inang. Tanjongpandan, Belitong Barat.
Mak Jana, 70 Th. Mantan Mak Inang. Sungai Padang. Belitong Utara.