TRADISI SESUDAH BEGAWAI
- Mandi Besimbor. Sebelum acara mandi besimbor, para perempuan baya, dipimpin oleh Mak Inang membaca "Surah Maulid" buat mengantarkan mandi penganten. Tempat mandi besimbor biasanya di telasar  Mak Panggong. Dengan sarana dan perlengkapan yang sudah disediakan.
- Prosesi Mandi Besimbor:
- Dukun Kampong mengawali dengan membasahi ubun-ubun, bahu, lutut dan kedua kaki kedua mempelai dengan tepong tawar menggunakan daun neruse. Kemudian dilanjutkan pembasahan tersebut oleh kedua orangtua, penghulu agama, dan juga Mak Inang.
- Menyiramkan air Doa Asrakal dengan tujuh macam kembang (Bermakna agar pengantin suci dan wangi bagai bunga, di kehidupan keluarganya nanti) air bunga disiramkam di kepala dengan ditudungi kain putih atau direntangkan di atas kepala pengantin, juga di atas kain itu dipecahkan seludang (mayang kelapa atau pinang, penanda bahwa pengantin bukan perjaka dan perawan)
- Kemudian Mak Inang memandikan pengantin (mengajari mandi suci atau berjunub).
- Pengantin melangkahi 7(tujuh) lembar benang disatukan sebanyak 3 (tiga) kali; (Benang sepanjang 30 meter  dilipat menjadi 7  lapis dengan ujungnya disimpulkan dan benang itu dipegang dua orang) Dari 7 lipatan benang; 3 benang itu dilingkarkan melingkari kedua kaki penganten, lalu dilangkahi pengantin tiga kali secara mundur maju. Berikutnya 4 liptan benang lainnya di tempatkan di dada pengantin dengan masih melingkari badannya, lalu benang itu diputuskan oleh pengantin dengan api lilin yang sebelumnya sudah disiapkan.
- Benang yang diputuskan dengan api lilin; jelang benang hampir putus, lilin mesti dipadamkan oleh pengantin dengan semburan air yang dikulum oleh mulut mereka. Di belakang api lilin diletakkan sebilah cermin.
- Pengantin berebut menginjak telur ayam yang di letakkan di muka pintu masuk rumah.
- Setelah menginjak telur, Pengantin berlari ke dalam rumah, berebut membuka pintu kamar pengantin atau menyibakan tirainya.
- Setelah pengantin masuk kamar, mandi besimbor pun dimulai. Biasanya dimulai oleh Mak Inang menyimborkan air ke dekat orang disekitarnya terutama para bujang dan dayang, konon air siraman Mak Inang bisa membawa berkah untuk lekas berjodoh, lalu diikuti para penyiram lain yang saling menyirami dengan "menyimborkan" air ke setiap orang agar basah). Tak seorang pun boleh marah kena siraman air di acara ini. Tak jarang air yang digunakan oleh peserta bermacam air, misal Tukang Bebason menggunakan "aik rima" (air sisa mencuci piring), Tukang Tanak menggunakan "aik kerak" (sisa air untuk mencuci kawah atau kuali). Acara mandi besimbor akan dihentikan oleh penggulu gawai setelah para lebai dan dukun kampong bersiap menutup gawai.
- Penutup Gawai: mace doa syukur penutup gawai (kundangan) Acara masih diarahkan oleh pengulu gawai untuk dipimpin dukun kampong membacakan doa syukur telah berlangsungnya gawai. Pengulu Gawai meminta izin dukun kampong "menyemulekan" (membubarkan) para tukang dan pegawainya. Maka sesudah penutup gawai ini, tuan rumah akan memberikan "pekeras" tanda (terima kasih; biasanya berupa besar, gula, garam, asam, dan lainnya) kepada para perangkat gawai; Pengulu Gawai, Mak Inang, Mak Panggong, Tukang Tanak, Tukang Kaut beras, serta lainnya.
- Ngerabaikan Bangsal: Setelah selesai acara "menutup gawai", bangsal, telasar, serta lainnya segera dirubuhkan secara gotong royong, untuk penanda bangsal dirubuhkan terlebih dulu penganten pria yang menetak atau memotong rotan pengikat bangsal, sesudah itu baru bangsal secara gotong royong dirubuhkan.
- Â
- Penganten Beranju': Istilah di tradisi ini diberikan untuk pengantin perempuan yang bakal besanding bersama suaminya di acara gawai di rumah pengantin pria, lalu menginap beberapa malam. Acara gawainya hampir sama hanya lebih singkat. "Beselamat Gawai" biasanya dibuka sore sabtu, sedang mendirikan bangsal tentu beberapa hari sebelumnya. Perangkat gawai juga dibentuk (Pengulu gawai, Mak Inang, serta Mak panggong, semua pegawai).
- Pagi minggu, jelang siang, ketika perkiraan di rumah orangtua penganten pria sudah membaca "Surat" (istilah untuk membaca syair barzanji atau marhaban) sepasang pengantin ini diarak menuju gawai di rumah orangtua pengantin pria. Dua pengantin ini ditandu diiringi rombongan, di arakan ini takkan ada lagi tradisi pengantin diambat atau "berebut lawang".
- Pihak rombongan pengantin perempuan biasanya membawa "jaja' beranjuk" (berbekal kue lezat seperti bolu dan lainnya). Mereka dipimpin ketua rombongan (pihak yang ditunjuk oleh tuan rumah sebagai juru bicara mengantarkan pengantin "besanding beranjuk") dan mereka bakal disambut oleh "Tukang Sambut Penganten" dari tuan rumah dari orangtua pengantin pria.
- Â Tradisi penyambutan ini berlangsung secara adat; Yang menyodorkan tipak sirih pinang bukan lagi kepala rombongan tapi pengantin perempuan yang menyodorkan ke mertuanya seraya berkata "ini Mak, makan sirih" (ke Ibu suaminya, ini memaknai bahwa ia sudah menjadi "anak" dari Ibu suaminya) Setelah itu penganten disandingkan di "kelece" diantarkan oleh para pengarak atau pemain gendang hadra.
- Selesai pengantin besanding, tak ada lagi nasehat Pengulu Gawai serta dari "ketua pengarak" dengan pantunnya sebagaimana acara di rumah pengantin perempuan sebelumnya, dan rombongan pengarak langsung berehat.
- Usai penyambutan terus membaca "due selamat" selepas itu acara makan siang bersama, selepas makan, para hadirin menyalami pengantin yang bersanding.
- Selepas para tamu kundangan pulang, pihak keluarga pengantin perempuan dan pihak keluarga pengantin pria berkumpul layaknya satu keluarga sembari memakan "jaja' beranjuk" kue bawaan serta kue dari pihak tuan rumah, selepas ini mereka pamit, tetapi sebelumnya, kepala rombongan atau juru bicara; "menitipkan penganten perempuan" di rumah menantunya ini.
- Malamnya, acara kesenian untuk hiburan penduduk setempat, sebagai perayaan menandai beranjuknya pengantin perempuan, biasanya hanya berlangsung satu malam.
- Mulangkan Runut: (Pengantin perempuan diantarkan pulang ke rumahnya) setelah menginap atau beranjuk dua hari di rumah penganten pria. Mulangkan runut diambil dari istilah; pulang dengan merunut atau mengikuti jalan yang pernah mereka lalui ketika "beranjuk".
Acara mulangkan runut, tidak lagi dengan rombongan tapi hanya antar keluar terdekat saja. Mulangkan Runut merupakan penanda akhir dari semua acara gawai dan awal dari hidup baru bagi pengantin serta tersambungnya dua keluarga besar pihak pengantin.
- Â Penganten nyemba: Ini adalah adat kunjungan ke rumah sanak pamili dari kedua mempelai terutama kepada para sepuh. Tradisi silaturahmi ini guna mengenalkan diri secara lebih intensif
- S e k i l a s  T i n j a u a n
    Rangkaian prosesi tradisi adat pernikahan di atas sering disebut acara begawai. Namun ada juga yang mengartikan bahwa acara begawai sebenarnya adalah sebutan untuk acara perayaan pestanya saja. Ada pula yang mengatakan bahwa acara begawai baru terjadi ketika tradisi pemutusan paham selesai, lalu rangkaian tradisi adat pernikahan itu dilaksanakan semuanya.
Ada lagi yang mengatakan, jika acara tradisi adatnya tak dilakukan, tapi sesudah akad nikah mengadakan sekedar syukuran pesta selamatan, itu disebut "Gawai Kecik", atau pesta kecil. Namun di saat ini, pengertian gawai kecik hanyalah mengacu pada pelaksanaan pesta sederhana yang terbatas di banding "Gawai Gede" dengan biaya besar.
Tradisi adat pernikahan "Urang Belitong" yang disebut "Begawai" selalu variatif dari masa ke masa; bahwa adat istiadat selalu mengalami perubahan. Dalam pengertian bahwa ada bagian atau pase dari tata cara pelaksanaan yang sudah ditinggalkan, atau kadang tak dilakukan di rukun pelaksanaannya, misalnya masih ada yang melaksanakan "Mandi Besimbor" ada yang tidak. Atau kini sudah tak lagi mengadakan acara "Berinai" di "Persandingan Malam Penganten". Bahkan di fase awal, ketika kedua anak (bujang dayang) sudah diketahui bebiakan (pacaran) maka seringkali fase "Bepaham" ditinggalkan langsung ke fase "Ngantarkan Jajak Gede". Keputusan pelaksanaan prosesi itu berubah seiring masa.
H u k u m  A d a t  B e g a w a i
Hukum adat (adat istiadat) tentang begawai di Belitong yang belaku dari masa lampau ke masa kini, terus mengalami perubahan.
Di bawah ini, bagian dari kutipan Bab IV, Hukum Adat Raje Belitong (Dinasti Kerajaan Balok) tentang pelaksanaan "Begawai". Berlaku pada keluarga raja, namun secara umum sebagian tradisinya ada diikuti masyarakat. Hanya saja di masa kini, sebagian besar sudah tak lagi dilaksanakan.
- KE IV. PERGAWAIAN
JIKALAU DEPATI anak KI AGUS begawai (Makan Besar) mengantenkan anak-cucunya, berkawin atau berkhatam pengajian Quran atau bersunat maka
FATSAL D
- Apabila acara tersebut segera dimulai maka DEPATI memanggil para NGABEHI, DISTRICT, para KURIAH, BATIN, LURAH, para Mandor, para Dukun Kampong di dalam tanah PUSAKA DEPATI. Jika sudah berkumpul maka DEPATI menitahkan kepada mereka supaya dikerjakan dan disempurnakan hajatan sebagaimana adat yang berlaku.
- Para NGABEHI dan PEGAWAI NEGERI mengatur segala pekerjaan tersebut: yaitu memerintahkan hamba rakyat membikin balai-balai segala rupa tempat permainan GONG, KELINANG, GENDANG, DAN LAIN-LAIN.
- Apabila sudah selesai dan tersedia segala perkakas serta tempatnya maka DEPATI segera menetapkan hari pengerjaannya.
- Para NGABEHI dan PEGAWAI NEGERI mengusahakan dan mempersembahkan segala rupa seperti daging rusa basah atau kering, daging kijang, pelanduk, ayam, juga sayur-mayur, termasuk beras cerei dan beras ketan.
- Apabila begawai segera dimulai maka di sore hari pertama DUKON KAMPONG berselamat kampong; sesudah itu dipukulah GONG, KELINANG, dan GENDANG. Juga ditiup SERUNAI di balainya dengan segala rupa tari orang-orang negeri tanda mulai BEGAWAI.
- Para NGABEHI, serta PEGAWAI NEGERI serta hamba Rakyat, dipanggil semua untuk datang berkumpul di BALAI RAJA Ruma Gede dengan disediakan makan minum.
- Apabila penganten pergi mandi, pergi kawin atau pergi bertemu penganten perempuan di rumahnya atau pergi berkhatam atau bersunat, maka harus diarak dengan dibuatkan tempat usungan yang bagus seperti gambaran BURUNG MERAK atau lainnya. Diiringi dengan bunyian serta segala alat perkakas kerajaan, juga dibunyikan meriam LILA dan SENAPAN.
- Apabila Penganten sudah bertemu istrinya atau penganten sudah berkhatam, maka malam pertama BERINAI, serta bergendang biola, bernyanyi pantun dan menari, sesiapa yang datang sukarela menyumbangkan uang ke dalam BOKOR di muka penganten. Pada malam kedua, diadakan BERIPAT RUTAN. Pada malam ketiga membaca SURAT MAULUD NABI; buat mengambl air berkah akan disiram siangnya.
- Apabila penganten mau bersiram maka terlebih dahulu bertimbang; timbangan sudah disediakan menurut ketentuan adat, melilitkan kain kuning sepenuhnya dan kedua penganten didudukan di timbangan dengan di dampingi DEPATI berserta keluarga dan kerabatnya.
Â