Mohon tunggu...
Ian RizkiSembada
Ian RizkiSembada Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya adalah seorang mahasiswa semester 5, seorang yang memiliki kegiatan aktif pada videografi dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kampanye Politik Menjelang Pemilu 2024: Tantangan Dan Dinamika Partisipasi Masyarakat

15 Januari 2024   05:22 Diperbarui: 15 Januari 2024   06:58 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemilih yang semakin terkoneksi secara digital menemui tantangan dalam menyaring informasi yang diterima. Di dalam lautan informasi yang melimpah, muncullah hoaks dan propaganda yang dapat meracuni persepsi dan mengarahkan keputusan politik. Pada saat yang sama, penggunaan media sosial sebagai sarana kampanye politik memunculkan tantangan serius dalam memastikan integritas informasi dan kejelasan visi politik yang disampaikan.

Selain itu, permasalahan kampanye politik di era digital semakin kompleks dengan hadirnya filter bubble dan echo chamber. Di tengah algoritma media sosial yang semakin canggih, individu cenderung terperangkap dalam lingkaran yang memperkuat pandangan mereka sendiri, memisahkan mereka dari sudut pandang yang berbeda. Fenomena ini memiliki potensi menciptakan polarisasi yang merugikan untuk dialog konstruktif dan keharmonisan dalam masyarakat.

Dengan memahami latar belakang yang terbangun dari fenomena ini, penting untuk mengeksplorasi lebih lanjut dampak-dampak yang mungkin timbul. Artikel ini berusaha untuk merinci bagaimana kampanye politik, sebagai pemain kunci dalam proses demokratisasi, dapat memanfaatkan potensi positif media sosial dan sekaligus mengatasi tantangan yang ada. Dengan pendekatan yang holistik, kita dapat meneropong masa depan Pemilu 2024 dengan lebih cermat, memahami kompleksitasnya, dan merencanakan langkah-langkah untuk menjaga integritas proses demokratisasi di Indonesia.

Tinjauan Pustaka

Dalam era demokrasi modern, kampanye politik menjadi pusat perhatian yang semakin terfokus pada pemanfaatan media sosial sebagai alat utama komunikasi. Menurut Norris (2017), pergeseran ini mencerminkan evolusi dalam interaksi politik yang semakin terdigitalisasi. Media sosial memberikan akses yang lebih luas, memungkinkan kampanye untuk menjangkau pemilih dengan cepat dan efektif. Wibowo dan Prasetyo (2020) menambahkan bahwa media sosial memberikan kemampuan untuk merinci pesan politik sesuai dengan preferensi pemilih, menciptakan pengalaman kampanye yang lebih personal dan terfokus.

Namun, peran media sosial tidak hanya membawa manfaat positif. Konsep filter bubble dan echo chamber, seperti yang diuraikan oleh Sunstein (2017), menciptakan situasi di mana individu cenderung hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan keyakinan mereka sendiri. Dalam konteks kampanye politik, hal ini bisa mengarah pada terbentuknya kubu-kubu yang terisolasi, memperkuat polarisasi, dan merugikan dialog konstruktif dalam masyarakat.

Dampak filter bubble dan echo chamber terhadap persepsi publik menjadi kritis dalam melihat konteks Pemilu 2024 di Indonesia. Masyarakat yang terjebak dalam algoritma media sosial dapat mengalami penurunan dalam keragaman perspektif, menyebabkan kurangnya pemahaman mendalam terhadap isu-isu politik yang kompleks. Oleh karena itu, literatur menekankan perlunya upaya lebih lanjut dalam mendidik masyarakat tentang literasi digital dan keberagaman informasi (Irawan & Sutawidjaya, 2023).

Selain itu, politik identitas juga menjadi sorotan dalam kampanye politik modern. Tuchman (1978) memperkuat pandangan ini dengan menyoroti bahwa kampanye politik semakin mencoba membangun naratif yang mengaitkan diri dengan identitas sosial, budaya, dan agama pemilih. Pada saat yang sama, literatur menunjukkan bahwa strategi ini dapat memicu polarisasi dan meningkatkan ketegangan antar kelompok masyarakat.

Penyebaran hoaks menjadi isu serius dalam kampanye politik modern. Dengan memanfaatkan kecepatan dan jangkauan media sosial, informasi yang tidak akurat dapat dengan cepat menyebar, memengaruhi persepsi masyarakat terhadap calon dan isu-isu politik tertentu. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dalam mengidentifikasi dan mengatasi penyebaran hoaks menjadi esensial dalam menjaga integritas proses demokratisasi (Wibowo & Prasetyo, 2020).

Polarisasi politik juga menjadi fokus dalam literatur. Konflik antar kelompok masyarakat dapat merugikan stabilitas politik dan kesatuan nasional. Dengan memahami bagaimana polarisasi ini berkembang dalam kampanye politik, dapat diidentifikasi strategi untuk mengurangi ketegangan dan mempromosikan dialog yang lebih inklusif.

Dalam menghadapi kompleksitas kampanye politik di era digital, penelitian ini harus mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan mengeksplorasi solusi yang dapat meminimalkan dampak negatifnya. Melalui kerangka literatur ini, dapat ditemukan landasan untuk menganalisis secara kritis dinamika kampanye politik menjelang Pemilu 2024 di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun