Dan ternyata pemerintah daerah tersebut menyambut baik. Seperti Provinsi Bali contohnya, dengan melansir dari www.jpnn.com Gubernur Bali Wayan Koster, mengungkapkan "Masyarakat Bali memberi apresiasi dan menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Pusat.
Sejumlah wilayah di Bali secara alamiah dianugerahi dengan tumbuhnya pohon kelapa, enau (jaka), dan rontal (ental) yang secara tradisional dapat menghasilkan Tuak sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat setempat.". Hal tersebut dikarenakan Bali biasa mengonsumsi arak dalam aktifitas sehari-harinya.
Begitupula dengan NTT yang memiliki minuman Sophia yaitu minuman beralkohol asli NTT, lalu ada Sulawesi Utara yang memiliki Cap Tikus dan sudah tembus pasar Global. Walaupun Gubernur dan DPRD Papua menolak minuman alkohol, dikarenakan tidak terkendalinya peredaran minuman alkohol di masyarakat.
Sebenarnya penulis malas membahas minuman alkohol ini, sudah bertahun-tahun menjadi permasalahan tapi tak pernah kunjung selesai. Dimulai dari penertiban penjual minuman alkohol sampai pabrik-pabrik minuman alkohol oplosan.
Anehnya kenapa masih tetap banyak, bak rerumputan di musim penghujan, mereka begitu subur. Ya tentu saja karena mereka dilindungi oleh beking sebagian aparat, penulis sengaja tidak menulis oknum, karena oknum jika diartikan dalam KBBI adalah orang seorang; perseorangan. Sehingga wajar saja minuman alkohol bebas beredar dimana-mana.
Jika memang serius memberantas minuman alkohol atau minuman beralkohol, kenapa ada pabrikan yang dilegalkan untuk memproduksi. Contohnya anggur merah yang diproduksi perusahaan besar, mengapa ini tidak ditindak, atau karena mereka melebelkannya sebagai JAMU, padahal sudah sangat jelas terdapat kadar alkohol di dalamnya.
Lalu, bagaimana dengan salah satu perusahaan besar yang memiliki kantor di Sudirman Plaza, Jakarta dan bergerak di bidang distributor minuman alkohol dengan brand-brand Internasional. Sehingga perederannya sangat bebas, baik diperjualbelikan di toko, warung-warung kecil bahkan dijual bebas di web penjualan online.
Mengapa semuanya diam-diam saja, tidak ada penolakan sama sekali. Sungguh aneh sekali menurut penulis. Dan, bagaimana dengan Pemprov DKI Jakarta yang sampai hari ini masih terikat dengan produksi minuman alkohol, tercatat bahwa Pemprov DKI Jakarta menguasai 26,25 persen saham pada PT Delta Djakarta Tbk. yaitu perusahaan produsen bir Angker.
Dari permasalahan ini, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa dalam mengatasi minuman alkohol, membutuhkan sinergitas dari pemerintah pusat hingga daerah, dan bukan hanya pemerintah tapi juga seluruh elemen masyarakat harus turut andil dalam pemberantasan minuman alkohol. Semuanya harus berkonsisten dalam mengatasi permasalahan ini.
Dan untuk Provinsi yang disebutkan diatas, bisa saja tetap melanjutkan produksinya, selama hanya diedarkan dan dikonsumsi ditempat khusus, sehingga tidak diperjualbelikan secara bebas.
Kata-kata penutup "Waspadalah!!! Yang memabukan bukan hanya alkohol" hehehe....