Serat Kalatidha menggambarkan situasi Kasunanan Surakarta pada saat itu, yang mana dalam salah satu baitnya, Ranggawarsita III menamai zaman tersebut dengan Zaman Edan. Seperti dalam bait pertama ia menggambarkan situasi negara.
“Mangkya darajating praja, Kawuryan wus sunya ruri, Rurah pangrehing ukara, Karana tanpa palupi, Atilar tilastuti Sarjana sujana kelu. Kalulun “Kalatidha” Tindhem tandhaning dumadi, Ardayengrat dening karoban rubeda.”
Yang mana artinya adalah “Sekarang martabat negara, Tampak telah sunyi sepi, (sebab) rusak pelaksanaan peraturannya, Karena tanpa teladan, Segala aturan baik dilanggar Para orang pandai lesu Terbawa arus zaman edan (bagaikan) kehilangan tanda-tanda kehidupan, kesengsaraan dunia yang tergenang aneka bencana.”
Dalam bait tersebut sangat jelas dan ketika direlevansikan pada saat ini, bahwa akan terjadi sebuah kekacauan jika tidak adanya teladan dalam menjalankan sebuah pemerintahan. Peraturan-peraturan yang ngawur dan tindakan-tindakan yang merugikan rakyat jelas terpampang di depan mata. Hal ini hanya akan membawa negara kepada ambang kehancuran.
Oleh karena itulah, para petinggi negeri ini harus bisa berlaku adil dengan tidak melakukan tindakan atau membuat kebijakan yang sewenang-wenang terhadap rakyat.
Bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang besar, bangsa yang sarat akan keagungan moralnya. Dan jika para petinggi negeri ini yang semestinya menjadi teladan untuk rakyat, dan dalam kenyataannya tidak bisa melakukan tindakan mulia tersebut dengan bertindak menyeleweng, penulis hanya ingin mengatakan dengan mengutip perkataan soe hok gie “Mereka generasi tua… semuanya pemimpin-pemimpin yang harus ditembak di Lapangan Banteng.”