Mohon tunggu...
Ahong
Ahong Mohon Tunggu... -

?

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Matematika Barat: Senjata Rahasia Imperialisme Budaya

16 Februari 2013   05:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:15 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.storyofmathematics.com/images2/mayan_numerals.gif

600-500BC, berpendapat bahwa sifat esensi fenomena yaitu bahwa fenomea selalu mengalir, selalu bergerak dan selalu berubah. Democritus dan Pythagoreas memilih sudut-padang-dunia “atom” yang sesungguhnya diberlakukan dan dikembangkan dalam matematika dan ilmu pengetahuan barat (lihat Ronan 1983 dan waddington 1977).

Horton melihat objektisme dengan cara lain. Dia membandingkan pandangan ini dengan apa yang dia lihat sebagai kegemaran orang Arika menggunakan idiom pribadi untuk menjelaskan. Dia berpendapat bahwa hal ini bagi orang Afrika tradisional telah mengembangkan perasaan bahwa “dunia” sosial dan personal dapat diketahui, sedangkan “dunia hal-ikhwal” secara esensial tidak dapat diketahui. Kecenderungan sebaliknya dipegang oleh orang barat (Horton 1967). ..kita dapat melihat, maka, bahwa baik dengan rasionalisme dan objektisme sebagai nilai inti, matematika barat mencerminkan sudut-pandang-dunia yang terdehumanisasi, terobjekan, ideologis yang niscaya akan muncul melalui pengajaran matematika pada jenis matematika tradisional kolonial.

Kumpulan nilai-nilai ketiga menyangkut aspek kekuasaan dan kendali matematika barat. Gagasan-gagasan matematika digunakan baik sebagai teknik dan konsep yang dapat diterapkan langsung, atau tidak langsung melalui ilmu pengetahuan dan tekonologi, sebagai cara untuk mengendalikan lingkungsn fisik dan sosial. Seperti yang Schaff ungkapkan dalam hubungannya dengan sejarah matematika:”semangat abad sembilan belas dan dua puluh dilambangkan dengan semakin berkuasanya

manusia atas lingkungan fisiknya” (Schaff 1963:48). Jadi, penggunaan bilangan dan ukuran dalam perdagangan, industri, perniagaan dan administrasi semuanya telah menekankan nilai kekuasaan dan kendali matematika. Hal ini telah (dan masih berlangunsg) menjadi pengetahuan yang berguna, pengetahuan yang berkuasa, dan menggoda mayoritas rakyat-rakyat yang mengalami kontak denganya...

Sejak zaman kolonial hingga hari ini, kekuasaan budaya matematis-teknologis ini telah tumbuh dengan cepat-begitu cepatnya hingga matematika barat kini diajarkan di semua negara di dunia. Sekali lagi, pelajaran ini diajarkan dengan asumsi keuniversalan dan kenetralan budaya. Dari kolonialisme terus berlanjut hingga neo-kolonialisme, imperialisme budaya matematika barat belum juga benar-benar

disadari dan dimengerti. Bertahap, pemahaman yang lebh besar akan dampak buruknya sedang digali, tapi harus dipikirkan apakah pengaruhnya-yang-menyebar di mana-nana berada di luar kendali.

Dengan menyebar dan tumbuhnya kesadaran sifat dan pengaruh budaya matematika barat, begitu juga berbagai tingkat tanggapan terahadapnya dapat juga dilihat. Pada tahap pertama ada peningkatan minat dalam kajian matematika-etnis, melalui baik analisa kesusastraan maupun penyelidikan anthropologi di situasi hidup-sesungguhnya...

Pada tahap kedua, ada tanggapan di banyak negara berkembang dan bekas jajahan yang bertujuan menciptakan kesadaran lebih kuat pada budayanya. Kelahiran kembali atau kebangkitan ulang kebudayaan adalah tujuan dari proses pendidikan di beberapa negara. Gerdes, In Mozambique, merupakan seorang pendidik matematika yang telah banyak berurusan dengan pekerjaaan di wilayah ini. Dia tidak hanya mencoba menunjukan aspek penting dari matematika masyarakat Mozambi, tapi juga mengembangkan proses “pencairan” “pembekuan” matematika yang dia angkat. Contohnya, dengan metode papan lempeng yang digunakan nelayan untuk membuat perangkap ikanya, dia menunjukan gagasan-gagasan geometrik yang penting yang dapat dengan mudah digabungkan dengan kurikulum matematika untuk menciptakan apa yang dia anggap sebagai pendidikan matematika Mozambik yang asli bagi kaum muda di sana.....

Tanggapan tahap ketiga pada imperialisme budaya matematika barat, secara paradoks, adalah mengkaji ulang seluruh sejarah matematika barat itu sendiri. Bukanlah kecelakaan jika sejarah ini telah ditulis utamanya oleh para peneliti kulit putih, pria, Eropa Barat atau Amerika,dan ada keprihatinan bahwa, contohnya, sumbangsih orang kulit hitam Afrika telah disepelekan.

Saya mulai dengan memaparkan mitos netralnya matematika barat. Akhir-akhir ini, bukti-bukti modern membawa pada kehancuran kepercayaan naif ini. Namun, kepercayaan pada mitos itu telah menghasilkan, dan terus menghasilkan, dampak-dampak yang kuat. Dampak-dampak tersebut berkatian dengan pendidikan, pembangunan bangsa dan berlanjutnya imperialisme budaya. Sesungguhnya pernyataan bahwa sebagian besar dunia moden telah menerima matematika barat, termasuk nilainya, sebagai bagian dasar pendidikanya tidak dapat berlaku untuk semuanya...

Namun, jika dilihat lebih luas, harus dipertanyakan: bukankah sebaiknya ada lebih banyak perlawanan terhadap hegemoni budaya ini?...Perlawanan sedang tumbuh, debat kritis sedang memberi tahu perkembangan teori, dan penelitian sedang meningkat, tentunya dalam situasi pendidikan tempat konflik-budaya dikenali. Senjata rahasia tersebut tidak lagi rahasia.

* Dari ‘Western Mathematics: The Secret Weapon of Cultural Imperialism’ Race

and Class 32(2), 1990.

ALAN J.BISHOP*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun