Dilain sisi, perubahan kurikulum juga akan mengakibatkan buku-buku yang menjadi sumber belajar selama ini tidak lagi bisa dipakai oleh siswa tahun berikutnya karena adanya perbedaan materi yang diajarkan atau kurikulum yang diselenggarakan.
Di sisi pengajar, seringkali para pengajar karena adanya perubahan-perubahan kurikulum tersebut, kemudian harus mengerjakan dua hal, karena seringkali akibat adanya perubahan kurikulum tersebut, ada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan dua kurikulum secara bersamaan. Tentu hal ini juga menyebabkan beban tugas guru yang menjadi lebih banyak.
Pengetahuan memang dinamis, apalagi dengan kemajua teknologi yang semakin tidak terbendung. Tentu diperlukan suatu sistem pendidikan yang bisa mempersiapkan peserta didiknya siap menghadapi perubahan-perubahan tersebut. Lalu apakah pergantian kurikulum menjadi satu-satunya solusi?
Sepertinya hal tersebut memang masih perlu dikaji. Apalagi jika perubahan kurikulum tersebut dilandasi dengan kepentingan-kepentingan politik. Hal tersebut tidak bisa dikatakan wajar.
Peserta didik seolah menjadi 'kelinci percobaan' sang Menteri. Peserta didik adalah generasi penerus yang akan meneruskan perjuangan bangsa ini, bukan sekedar objek untuk memuluskan semua kepentingan-kepentingan berbagai pihak.
Jika memang setiap ganti Menteri, kurikulum dirombak itu menjadi sebuah hal yang wajar, maka tampaknya memang pendidikan belum menjadi prioritas utama pembangunan negeri ini. Kiranya hal ini bisa menjadi perhatian lebih bagi pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H