Mohon tunggu...
Kris  Buulolo
Kris Buulolo Mohon Tunggu... Guru - An educator, freelance writer, bookworm, and language enthusiast

Dedication, determination and discipline

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keriuhan PPDB Sistem Zonasi

24 Juni 2019   19:30 Diperbarui: 24 Juni 2019   19:51 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ujian Nasional (UN) telah selesai, siswa-siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) kini bersiap-siap untuk menempuh pendidikan ketingkat yang lebih tinggi atau Sekolah Menengah Atas (SMA). Sudah tiga tahun belakangan ini, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) memberlakukan sistem zonasi atau sesuai dengan wilayah tempatnya tinggal.

Keriuhan sistem ini bukanlah hal yang baru seperti tahun ini yang kian merebak. Namun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tampaknya belum memiliki minat untuk segera merevisi sistem ini meski sudah ada banyak keluhan dan kekurangan yang terjadi selama ini.

PPDB sendiri adalah Penerimaan Peserta Didik Baru yang telah diatur dalam Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018. Dalam Permen tersebut telah diatur segala macam syarat dan bagaimana melakukan PPDB tersebut termasuk zonasi persekolahan.

PPDB sistem zonasi sendiri telah dimulai pada tahun 2017 lalu. Sejak itu, sekolah negeri hanya bisa menerima siswa yang sesuai dengan zona yang berada di area yang telah ditentukan.

Ini artinya, siswa yang tidak termasuk dalam wilayah sekolah tersebut tidak bisa mendaftar sebagai peserta didik. Meski pada dasarnya sekolah tersebut adalah sekolah yang mungkin selama ini diimpikannya.

                                                                                                                    Sumber gambar: megapolitan.kompas.com

Tahun 2019 ini PPDB sendiri terdiri dari tiga jalur yaitu: jalur zonasi, prestasi dan perpindahan orang tua/wali, dengan pembagian kuota jalur zonasi sebanyak 90%, jalur prestasi sebanyak 5%, dan jalur perpindahan orang tua/wali sebanyak 5%.

Keriuhan sistem zonasi ini sebenarnya merupakan ekses dari banyaknya orang tua dan siswa yang mengeluh karena akhirnya tidak bisa masuk ke sekolah negeri yang selama ini dianggap sebagai sekolah favorit, meski nilai yang dimiliki oleh siswa-siswi tersebut sangat memungkikan untuk masuk ke sekolah tersebut.

Tentu setiap kebijakan ada kelebihan dan kekurangannya. Sistem zonasi ini sendiri sebenarnya dianggap cukup bagus untuk melakukan pemerataan pendidikan, sehingga tidak lagi ada sekolah yang diisi hanya oleh anak-anak yang bisa dibilang cukup cemerlang dalam bidang akademik saja.

Ada beberapa kelebihan yang diharapkan akan terjadi lewat sistem zonasi ini antara lain: memudahkan upaya peningkatan kapasitas guru, pemerataan akses pendidikan, menghilangkan praktik jual beli kursi dan pungli, mendekatkan siswa dengan lingkungan sekolah, mengoptimalkan Tripusat Pendidikan dalam Penguatan Pendidikan Karakter, memberikan data yang valid sebagai dasar intervensi Pemerintah dan Pemda, kondisi kelas yang heterogen mendorong siswa untuk kerja sama, dan Tercapainya Pemerataan Kualitas Pendidikan, (sumber: kominfo.go.id)

Jika dilihat untuk jangka panjang, memang semua hal tersebut akan sangat bagus. Tapi, tentu kita tidak akan melupakan bahwasanya kesenjangan antara sekolah masih sangat kuat, baik dari segi kualitas sumber daya manusia maupun dari segi kualitas sarana dan prasarana penunjang. Bukankah seharusnya, ketika Kemendikbud melakukan kajian sebelum melaksanakan sistem ini seharusnya sudah memikirkan hal ini. Ini adalah hal yang tidak bisa dihindari.

Kemudian sistem akreditasi sekolah harus dihapus pula, karena tentu untuk mendapatkan akreditas, setiap sekolah harus dinilai dari segala aspek termasuk aspek fasilitas yang ada.

Di sisi lain, siswa-siswa yang selama ini terus belajar dengan sungguh-sungguh dengan harapan agar suatu saat bisa masuk ke sekolah negeri yang diimpikannya harus kandas karena terbatas oleh sistem ini.

Bukan tanpa alasan pula jika mereka berpikiran seperti ini, ini adalah kelanjutan dari pemikiran ke masa depan meraka jika mereka nantinya ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu kuliah. Bukan rahasia umum jika beberapa kampus negeri yang menjadi incaran putra-putra negeri ini, juga memilih mahasiswanya dari sekolah-sekolah favorit tersebut.

Jalan untuk meraih peningkatan pendidikan di negeri ini memang masih sangat panjang. Tidak semudah membalikan telapak tangan, namun tentu nasib generasi muda yang menjadi penerus bangsa ini juga yang merupakan pertaruhannya.

Semoga pendidikan di negeri suatu saat akan mencapai puncak kesuksesannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun