Mohon tunggu...
Ian Hidayat
Ian Hidayat Mohon Tunggu... Penulis - Sedang bercanda cita

Menempuh pendidikan di UIN Alauddin Makassar dengan beasiswa dari orang tua

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meneropong Muhammadiyah dan Tambang

25 Juli 2024   13:24 Diperbarui: 25 Juli 2024   13:37 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelahnya, Harta melanjutkan ceritanya. Seperti dirinya, warga Sulawesi Tenggara tidak bisa menikmati maksimal produk yang dihasilkan di negri sendiri. Bahkan, nasib warga Sulawesi Tenggara lebih parah dibanding Harta. Jika Harta hanya terkendala soal tambahan nilai yang terlalu tinggi, masyarakat Kendari terkena dampak mulai dari produksi.

Area konsesi PT WIN misalnya, PT WIN merupakan perusahaan tambang yang beroperasi di daerah Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Konon kata Harta, area aktif PT WIN menambang sudah persis bersebelahan dengan warga. Beberapa rumah, betul betul berhadapan dengan galian tambang. Padahal dalam regulasi, galian tambang harus memiliki jarak dengan permukiman warga.

Dampak yang lain adalah aktifitas tambang mengganggu aktifitas warga yang sebagian adalah nelayan. Area penambangan tidak jauh dari laut, belum lagi aktifitas tambang mengganggu pekerjaan petani tambang yang berada di sekitar pesisir. Warga yang mengusir penambang dikriminilasisi. Pola tersebut benar benar mengganggu aktifitas warga.

Kebijakan Negara Yang Mulai Tidak Masuk Akal  

Semenjak Jokowi meneken PERPRES Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, menjadi awal untuk aturan lainnya soal investasi dan pertambangan. Mulai dari  UU Minerba, UU Ciptakerja, dan berbagai regulasi lainnya.

Terbaru, PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara. Dalam peraturan menyebut wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan.Pasal 83A ayat (2), menyebut WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan merupakan wilayah tambang batubara yang sudah pernah beroperasi atau sudah pernah berproduksi.

Logika yang aneh dijelaskan oleh Bahlil (Mentri Investasi) saat menjelaskan PP tersebut.
“Ini adalah etikat baik pemerintah untuk menghargai ormas ormas hebat” Kata Bahlil dilansir dari akun Youtube Kompascom. Disinyalir ormas yang dimaksud bahlil adalah ormas keagamaan.

Saya masih mencoba mencari titik temu logika yang digunakan Bahlil untuk mengamini peraturan tersebut. Jika kepentingannya adalah penghargaan, kenapa harus ormas. Atau jika kepentingannya untuk Ormas, kenapa harus ormas yang sama sekali tidak memilik kualifikasi dalam mengurus tambang.

Tanggapan Ormas Terkait Izin Tambang

Harta kembali membakar rokoknya, Harta menghisap rokoknya lebih hati-hati kali ini. Maklum, tinggal 2 batang. Sembari menghembus asapnya, Harta menatapku lebih sinis. Matanya seperti macan yang siap menerkam kjapan saja. Harta memang cukup skeptis melihat gerakan Ormas keagamaan belakangan ini. Harta memang mengenalku cukup aktif di Muhammadiyah, salah satu ormas yang dimaksudkan oleh Bahlil.

Saya sering bertemu dengan pengurus Muhammadiyah di Sulsel, baik yang paling progresif sampai dengan yang konservatif. Beberapa memang menolak wacana Bahlil, beberapa lainnya mengamini pernyataan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun