Namun, apa daya masjid tersebut mulai beroperasi. Itu dalah salah satu dari banyaknya kejadian di laut Sulawesi, belum lagi di Bantaeng, belum lagi di Pasangkayu, dan banyak tempat di lut Sulawesi. Kitab La Galigo sebagai naskah yang tersisa dari masa lampau biarlah terus lestari, agar kelak ketika pantai menjadi langka di Sulawesi. Anak cucu kita bisa membayngkan bahwa tanah kelahirannya dulunya merupakan saksi ulungnya para pelaut.
Saras Dewi dan Emha Ainun Majid mungkin sepahaman tentang sembahyang, walaupun secara kasat mata mereka berbeda cara bersembahyang. Namun, Saras Dewi dan Ainun Majid mengrtikan sembahyang bukan hanya sebagai prosesi simbolik penyembahan terhadap tuhan, lebih dari itu. Ainun Majid mengartikan sembahyang sama dengan sujud, artinya merendahkan kepala terhdap hal yang dianggap hina. Ketika orang bersujud kepala ditempatkan lebih rendah dibanding pantat yang dianggap hina. Sedangkan, Saras Dewi menjelaskan dengn sastrnya melalui puisi kekasih teluk. Seperti bait “ agamaku tdk disiarkan para malaikat, tapi disampaikan melalui pancaran mata anjing anjing”. Mereka sama sama memberikan nilai egaliter terhadap semua makhluk. Sesama manusia dan makhluk lain di semesta. Kebaikan tersebar tidak hanya kepada manusia saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H