Mohon tunggu...
Ian Hidayat
Ian Hidayat Mohon Tunggu... Penulis - Sedang bercanda cita

Menempuh pendidikan di UIN Alauddin Makassar dengan beasiswa dari orang tua

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menahan Mati

1 Oktober 2021   04:38 Diperbarui: 1 Oktober 2021   04:44 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Demonstrasi sejumlah mahasiswa IMM terkait kematian kawan Randi dan kawan Yusuf (Dokumen Pribadi)

Kami percaya bahwa kematian adalah hak otoritas Tuhan yang Maha Esa.

            Kami juga percaya bahwa setiap makhluk  akan mengalami kematian.

            Namun, kami tidak lupa diajarkan takdir muallaq. Bahwa manusia memiliki otoritas bentuk ikhtiar atas apa yang dikhendaki. Manusia juga memiliki otoritas bentuk resensi dari apa yang tidak dikhendaki.

            2019 menguak kisah bahwa manusia berhak membangun pertahanan atas apa yang tidak dikhendaki , termasuk dari penguasa. Para penguasa telah sewenang wenangnya menjual asset asset berharga di Negri kami atas nama investasi dan pembangunan, omnibus law menjadi gabungan dari semua kesedihan yang berkamuflase atas dasar ekonomi kerakyatan. Jutaan manusia turun ke jalan menolak hal itu.

            Termasuk kawan Immawan Rendi dan kawan Yusuf  Kardawi. Sayangnya, mereka berdua harus merenggang nyawa setelah mendapat tembakan dari aparat kepolisian.

            Kejanggalan dalam proses peradilan kasus kematian tersebut kami anggap sebagai ketidakbecusan Negara dalam menjalankan Hak Asasi Manusia (HAM). Mulai dari hukuman yang diberikan kepada pelaku sampai pada mekanisme penyelesaiannya yang bukan memalalui pelanggaran HAM berat.

            Setidaknya negara perlu paham mereka memiliki kewajiban menjaga hak hak dasar manusia seperti hak untuk hidup, hak memperoleh keadilan, hak atas keamanan

            Kami tidak menuntut negara untuk menghidupkan kembali kawan kawan kami. Kami hanya mengkhendaki Negara berhenti memunculkan kematian, karena Negara bukan Tuhan ataupun malaikat pencabut nyawa.

            Apa yang kami lakukan adalah bentuk resensi kami yang menolak Negara menjadi Tuhan. Mereka tidak punya otoritas apapun terhadap hidup kami, mereka tidak memberi kami makan, mereka tidak melindungi kami, mereka hanya mengambil uang pajak.

            Bisa saja suatu saat nanti, saya, kamu, dia, kita, kalian, kami, menjadi korban otoritarian negara. Kami meminta selesaikan kasus kematian mereka.

Panjang umur pemberontakan

Salam cinta kepada setiap makhluk yang berlawan

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun