Judul            : Khotbah Di Atas Bukit
Penulis         : Kuntowijoyo
Penerbit        : DIVA Press dan Mata Angin
Tahun Terbit   : Cetakan Pertama, Mei 2017
Tebal Buku     : 223
ISBNÂ Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-391-403-6
"Lupakan semuanya, bahkan dirimu. Yang ada ialah pohon-pohon, rumput-rumput. Engkau makhluk yang paling berbahagia. Â Waktu ialah untuk dinikmati. Ruang ialah tempat kita bergerak. Hidup sekedarnya, bahagia sebesarnya." -- Humam, hlm 61.
Barman, seorang laki-laki tua pensiunan pegawai, merasa tak menemukan kedamaian dan ketentraman saat ia berada di tengah-tengah ramainya kehidupan kota. Ia memutuskan untuk menghabiskan masa tuanya di daerah perbukitan. Berharap dengan keadaan bukit yang hening, udara yang segar, dan pemandangan yang hijau dapat membuatnya menemukan kedamaian dan ketentraman di sisa hidupnya.
Sang anak, Bobi, telah menyiapkan segala fasilitas untuk ayahnya. Tak lupa, ia siapkan seorang perempuan untuk menemani sang ayah. Popi namanya. Perempuan muda cantik, tinggi semampai, kuning kulitnya, sempurna bentuk tubuhnya. Ia seorang mantan tuna susila. Meskipun begituia merupakan perempuan yang tinggi intelegensinya. Seorang sarjana filsafat, pandai memasak dan mampu memahami seorang laki-laki dengan cepat.
Kegirangan Barman dengan hadirnya Popi. Hidup akan berarti kembali baginya. Seperti sebuah perjalanan jauh dan melelahkan bertukar dengan istirahat yang sejuk. Ia merasa akan mendapatkan kehangatan di kehidupan gunung yang dingin. Betapa bahagianya Barman tua. Segera hubungan antara Barman dan Popi menjadi mesra dan intim, layaknya suami istri. Mereka berdua saling melengkapi. Keduanya rela mengerahkan semua detik hidupnya untuk menciptakan suatu  kebahagiaan.
Ditengah pengasingan diri ia bertemu Humam. Humam layaknya seperti petapa yang arif. Omongannya selalu mengejutkan, tak terduga dan mengesankan. Perjalanan untuk mencari kedamaian yang dilakukannya seolah sirna ketika ia bertemu Humam. Dengannya, hidup menampilkan sepotong demi sepotong rahasianya. Sunyi menjadi bermakna. Kini, pengasingan itu berubah menjadi perburuan spiritual untuk mencari hakikat hidup.