Jakarta Informal Meeting dilatarbelakangi oleh konflik yang disebabkan adanya pergolakan dan pertentangan dari kelompok politik dalam negeri di Kamboja. Sihanouk yang pada masa itu diangkat sebagai Pangeran Kamboja, menyatakan politik luar negeri Kamboja sebagai negera netral.Â
Ia juga menyatakan agar Kamboja tidak terlibat dalam perang yang terjadi di Vietnam. Namun, keputusan tersebut ternyata mendapat kecaman dan kritik dari petinggi militer Pangeran Sihanouk, yaitu Jenderal Lon Nol yang merupakan aliansi pendukung Amerika.
Pada bulan maret 1970, saat Pangeran Sihanouk tengah melakukan kunjungan ke Moscow, Jenderal Lon Nol mengambil kesempatan dan berhasil melakukan kudeta terhadap Pangeran Sihanouk.Â
Setelah turun dari jabatan, Sihanouk kemudian memutuskan untuk mengasingkan diri ke Beijing dan mencoba bergabung dengan Khmer Merah untuk menentang tata pemerintahan yang dijalankan oleh Jenderal Lon Nol serta mengambil kembali takhta nya.
Sekitar tahun 1975, Khmer Merah yang saat itu berada dibawah kepemimpinan Pol Pot berhasil  pemerintahan Jenderal Lon Nol dan mengubah sistem pemerintahan Kamboja menjadi berbentuk Republik Demokratik Kamboja. Sayangnya, selama Pol Pot berkuasa, Kamboja mengalami krisis yang diakibatkan oleh pelaksanaan program Cambodia The Year Zero, dimana program ini diadakan untuk menjadikan Kamboja sebagai Negara Agraris.Â
Akibat krisis yang terjadi, sekitar tahun 1978 terjadi pergolakan di daerah perbatasan pemerintahan Khmer Merah dengan Vietnam. Dalam waktu yang singkat, terjadi berbagai penjegalan terhadap keturunan orang Vietnam di Kamboja.Â
Hal inilah yang kemudian menyebabkan Vietnam menyerang Kamboja dengan tujuan menghentikan pembunuhan massal yang berlangsung. Penyerangan yang dilakukan oleh Vietnam ini,  berhasil menumbangkan kekuasan  Khmer Merah dan pada bulan Januari 1979, Vietnam lalu mendirikan tata pemerintahan baru di Kamboja dengan Heng Samrin sebagai kepala negaranya.
Pembentukan pemerintahan baru ini mendapat berbagai kritikan oleh Kaum Nasionalis Kamboja, termasuk Pangeran Sihanouk yang kemudian membentuk sebuah organisasi unutk melakukan perlawanan yang dikenal sebagai Coalition Government Of Democratic Kampuchea ( Koalisi Demokratik Kamboja ) yang berasal kelompok Khmer Merah, Front Uni National Pour Un Cambodge Independent Neutre PacifiqueEt Cooperatif  yang dipimpin oleh kelompok Pangeran Sihanouk, dan Khmer People Liberation Front yang terdiri dari kelompok Son Sann.
Akibat adanya kontara yang dialami oleh kedua pihak, terjadi perang saudara antara Vietnam dan Kamboja yang kemudian menyebabkan ribuan nyawa tewas dan timbulnya kesengsaraan rakyat. Sehingga, anggota negara ASEAN termasuk Indonesia berupaya untuk menyelesaikan peperangan yang tengah berlangsung.
Dalam rangka menyelesaikan konflik yang terjadi, Indonesia mencoba jalur diplomasi yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaadmaja. Beliau secara aktif menyusun berbagai skema sebagai Interrogator untuk menyelesaikan permasalahan. Mochtar lalu menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting yang pertama pada bulan juli 1988.Â
Dalam JIM yang I pihak yang terlibat dalam konflik mengirimkan perwakilannya dalam pertemuan tersebut. Indonesia diwakili oleh Mochtar Kusumaadmaja, Coalition Government Of Democratic Kampuchea diwakili oleh Norodum Sihanouk, Vietnam diwakili oleh Nguyen Co Thach, dan People's Republic Of Kampuchea diwakili oleh Hun Sen. Dalam pertemuan tersebut, Pangeran Sihanouk mengusulkan persyaratan untuk mengakhiri perang saudara yang terjadi, diantaranya :
- Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata.
- Dikirimkannya pasukan perdamaian PBB mengawasi penarikan pasukan perang Vietnam dari Kamboja.
- Penggabungan kelompok bersenjata Kamboja dalam sebuah kesatuan.
Hasil perundingan yang JIM yang I ini belum mendapatkan kesepakatan oleh kedua belah pihak, sehingga pertemuan dan hasil sidang ini ditunda.
Hingga pada bulan februari 1989, JIM II kembali dilaksanakan. Saat pertemuan ini berlangsung Australia yang diwakili oleh Gareth Evans turut campur tangan dalam mengusulkan rancangan Damai Kamboja, yang berisi dukungan untuk upaya gencatan senjata, menurunkan pasukan PBB hingga konflik berakhir, serta pembentukan pemerintahan persatuan nasional untuk menjaga kedaulatan Kamboja sampai diadakannya pemilihan umum  dalam pemerintahan oleh rakyat.
Pasca JIM ke II dilaksanakan, upaya untuk menyelesaikan perang saudara yang antara kamboja dan Vietnam telah mencapai tingkat Internasional. Rancangan yang di rencanakan untuk segera mengakhiri konflik ini memasuki tahap yang lebih lanjut dengan adanya keterlibatan Dewan Keamanan PBB.Â
Tanggal 23 oktober 1991, digelarlah Paris Intenational Conference Of Cambodia yang dipimpin Ketua Bersama ( Joint Chairman ). Selanjutnya, Indonesia dan Prancis sebagai mediator kemudian menyerahkan hasil tanda tangan dokumen perjanjian Paris yang secara resmi menyatakan perdamaian dan mengakhiri perang yang terjadi antara Kamboja dan Vietnam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H