Mohon tunggu...
Agustinus Tri Nugroho Anggoro Sakty
Agustinus Tri Nugroho Anggoro Sakty Mohon Tunggu... -

Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan Bandung yang mencintai alam bawah laut dengan penuh kebebasan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Musik dan Pria

3 Januari 2014   00:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:13 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang mengenal musik, meski tidak semua bisa mendefinisikannya. Tidak perlu didefinisikan, nikmati saja. Jangan terlalu dipikirkan. Musik ada di mana-mana, terdengar di setiap sisi tanpa henti.  Kalau meminjam istilah August Rush, “All you have to do is listen!”

***

Musik Satu Gender

Jika melihat perkembang musik dunia, kita bakal mengenal satu genus yang terlibat aktif di dalamnya. Sebutlah perkembangan musik modern masa kini tidak lepas dari kiprah kecerdasan Beethoven, Jim Morisson, Frank Sinatra, Bob Marley, Michael Jackson, Freddie Mercury, dll. Kesamaannya, mereka semua pria.

Mereka tidak perlu diet ketat dengan pakaian seksi atau make-up tebal dan kulit mulus berambut indah. Modal mereka untuk menjadi icon dunia adalah karena mampu menyajikan do, re, mi, fa, sol, la, si ke dalam komposisi yang pas. Segala sesuatu yang pas pasti nyaman. Seolah para pendengar menemukan potongan puzzle yang hilang sampai berteriak, Bingo! “You are the missing piece I need to song inside of me”, (Jonas Brothers, Camp Rock).

Tidak Sekedar Hobi

Musik itu bahasa universal. Semua orang bisa merasakannya dalam segala situasi. Lantas, kaum prialah yang dominan membawanya begitu mendunia. Tentu saja, pasti musik memiliki nilai tersendiri dalam diri para pria, tidak sekedar hobi.

Pertama, bermusik sama halnya dengan mengasah kemampuan merasa. Daripada pria terus tersiksa karena dorongan mencari tahu kejelasan semua hal dengan logikanya, bukankah lebih menyenangkan jika memiliki waktu untuk menikmati, bukan mengkritisi?!

Kedua, musik itu alat dandan. Bagi seorang pemusik, memiliki kualitas vokal yang berfaktor X, kelihaian memainkan akor-akor harmonis pada gitar atau piano, kematangan pukulan drum menjadi cara pria untuk membuat dirinya nampak tampan dan keren. Di sinilah, musik menjadi sarana promosi yang wajar dan menghibur.

Ketiga, agaknya pria tidak diciptakan seekspresif wanita. Agar jiwa sehat, perasaan sebaiknya diungkapkan. Nah, musik menjadi salah satu terapi kesehatan. Pria terbantu untuk mencari cara mengekspresikan isi hatinya. Jangan salah! Isi hati pria tidak selalu cinta yang erros atau pun kekuasaan. Ada titik dimana mereka jujur : rapuh dan mendamba pelukan wanita. Tidak percaya? Coba cermati lagu-lagu Top 40!

Keempat, sebagai pemimpin keluarga (bagi yang sudah menikah), tidak bisa disangkal bahwa musik memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tidak sekedar menjadi hobi belaka, tapi sarana untuk mengepulkan asap dapur.

Musik Tanpa Spasi

Terciptanya sebuah musik, menurut Schopenhauer, tidak membutuhkan objek untuk ditiru. Hal ini yang membuat pengurangan kadar penggunaan rasio di dalam musik. Menurutnya, manusia perlu meniadakan jarak antara dirinya dengan di luar dirinya. Masuk ke dalam kontemplasi. Di sinilah, manusia sungguh bisa menemukan hal yang paling esensi di dalam diri dan hidupnya. Musik tidak sekedar hiburan, tapi dia melengkapi kehidupan. Menyadarkan bahwa kita tetap manusia.

Tanpa jarak atau stasi terhadap realitas berarti menjadi jujur. Menjadi jujur berarti belajar menerima diri. Di dalam musik, sesungguhnya kita mengakui kemanusiawian kita. Kita berusaha menerjemahkan problematika dan prestasi hidup dengan bahasa yang sempurna. Sempurna artinya utuh. Utuh artinya memiliki semua sisi, sisi rapuh dan kuat. Tinggal bagaimana kita bertahan di kala rapuh agar menjadi semakin kuat.

Musik mengajarkan kepada kita bahwa apa yang tertata dalam keteraturan bakalan membuat segalanya terasa indah dan menyiratkan makna di balik kata. Tangkaplah dengan gendang telinga, rasakan dengan hati, sampai tanpa sadar muncul gumaman dari bibir Anda, don’t take it away from me because you don’t know what it means to me”, (Love of My Life, Queen).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun