Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mampukah Kepala Daerah Menuntaskan Persoalan Lama?

15 Januari 2025   08:57 Diperbarui: 15 Januari 2025   08:57 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pelantikan Kepala Daerah. Sumber:https://mediari.co/2025/01/02/pelantikan-kepala-daerah-hasil-pilkada-2024-diundur-ini-jadwalnya/

Hal tersebut juga dipertegas dalam penelitian yang dilakukan oleh Giane di Litbang Kompas pada 25 April 2024, provinsi di bagian timur nyaris bergantung 100 persen terhadap dana transfer dari pusat untuk mengelola pemerintahan di daerah dan kesejahteraan masyarakat. Dari dua data yang dirilis di atas sebenarnya ingin menunjukkan bahwa ratusan pemda yang ada di Indonesia belum menunjukkan eksistensinya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, hanya 'sekadar berdiri namun tidak mandiri'.

Banyak daerah yang menghabiskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lebih besar untuk kebutuhan birokrasi daripada yang direalisasikan untuk pelayanan ke masyarakat, mulai dari pembiayaan gaji dan fasilitas aparatur daerah, gaji dan fasilitas Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), pembiayaan perjalanan dinas aparatur, pembiayaan rapat-rapat di hotel berbintang, pengadaan mobil dinas baru, pengadaan rumah pejabat daerah, hingga fasilitas-fasilitas yang hanya sekadar memuaskan 'kepentingan' para pejabat daerah.

Belum lagi, mahalnya biaya dan mahar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi akhirnya menjadi tantangan untuk mewujudkan pemilihan kepala daerah yang bersih dan berintegritas. Mahalnya biaya dan mahar politik yang harus dikeluarkan oleh para calon kepala daerah menjadi permasalahan serius yang mengancam esensi demokrasi lokal.

Persoalan ini tidak hanya berdampak pada proses Pilkada, tetapi juga membawa konsekuensi panjang bagi tata kelola pemerintahan daerah. Hal ini memicu terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang di tingkat pemerintahan daerah. Kepala daerah yang seharusnya berfokus pada pelayanan publik dan pembangunan daerah, justru lebih banyak menghabiskan waktu untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Fenomena ini mendorong banyak calon kepala daerah mengandalkan dukungan finansial dari pengusaha dan pemilik modal besar. Akibatnya, janji-janji kampanye para calon kepala daerah tidak lagi benar-benar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, namun diselingi dengan pengadaaan/proyek yang bersumber dari anggaran daerah berupa 'proyek-proyek mutualisme' kepada donatur Pilkada yang tujuannya mengembalikan modal Pilkada yang telah 'disepakati di belakang'. Akhirnya, pengadaan/proyek yang dihasilkan tidak lagi berorientasi pada kualitas yang terbaik untuk dipergunakan rakyat, namun 'sebatas selesai' tanpa nilai ekonomi dan kemanfaatan.

Dari sisi pengelolaan keuangan daerah, banyak pemda yang berbondong-bondong memamerkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebagaimana yang pernah dibahas penulis dalam artikel sebelumnya yang berjudul, "Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Masih Relevan Dipamerkan?", Klik untuk baca:https://nasional.kompas.com/read/2024/09/23/06000091/predikat-wajar-tanpa-pengecualian-wtp-masih-relevan-dipamerkan-.

Tidak banyak diketahui oleh masyarakat bahwa predikat ini tidak serta-merta mencerminkan kinerja pemerintah dalam hal efektivitas penggunaan anggaran, penyerapan anggaran, atau kualitas pelayanan publik. Tidak sedikit daerah atau kementerian yang mendapatkan WTP, tetapi masih ditemukan masalah signifikan dalam implementasi kebijakan, kualitas layanan publik, serta penyimpangan yang tidak terdeteksi oleh BPK.

Profesionalisme, kompetensi, dan integritas kepala daerah dan jajarannya yang semakin tergerus, membuat mereka gampang menjadi target buronan Aparat Penegak Hukum (APH), mulai dari tersandung korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana korupsi lainnya.
Segala macam cara akhirnya dimanfaatkan untuk menutup modal politik yang digunakan dalam kontestasi Pilkada. Triliunan biaya pelaksanaan Pilkada yang bersumber dari anggaran negara menjadi sia-sia jika pada ujungnya output dari proses Pilkada ternyata malah calon-calon koruptor yang ternyata hanya ingin mengincar keuntungan pribadi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kompetensi, inovasi, dan kualitas dari kepala daerah sangat menentukan bagaimana ke depan arah birokrasi daerah, apakah akan 'begitu-begitu saja' atau justru membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Kelihaian kepala daerah bernegosiasi dengan pemerintah pusat juga menjadi salah satu skill untuk membawa kemajuan terhadap suatu daerah.
Jangan sampai akhirnya daerah hanya sebatas 'ladang sumber anggaran birokrasi', tidak lagi berfungsi sebagaimana tujuan dari otonomi daerah yaitu memanfaatkan potensi lokal secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pembangunan daerah.

Oleh karena itu, dengan begitu banyaknya kasus tindak pidana korupsi hingga maladministrasi di tingkat daerah yang telah terjadi, harus membuat pemerintah pusat dan para penegak hukum lebih mengawasi kepala daerah dalam mengelola keuangan daerah.

Kemendagri hingga kementerian terkait lainnya sebagai instansi pembina pemerintahan daerah harus memperhatikan regulasi yang dikeluarkan oleh daerah apakah memang benar-benar untuk kepentingan publik atau memuluskan rencana kepala daerah meraup keuntungan pribadi dari kebijakan yang dibuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun