Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mampukah Kepala Daerah Menuntaskan Persoalan Lama?

15 Januari 2025   08:57 Diperbarui: 15 Januari 2025   08:57 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pelantikan Kepala Daerah. Sumber:https://mediari.co/2025/01/02/pelantikan-kepala-daerah-hasil-pilkada-2024-diundur-ini-jadwalnya/

Setelah lika-liku Pemilihan Kepala Daerah mencakup pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Wali Kota, dan juga Gubernur serta Wakil Gubernur yang dilaksanakan secara serentak di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota, saat ini sedang berlangsung tahapan penyelesaian perselisihan hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi, satu tahapan sebelum nantinya memasuki tahap yang ditunggu-tunggu yaitu pelantikan kepala daerah terpilih periode 2024-2029.

Kalau merujuk pada aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2024 pasal 22A disebutkan bahwa pelantikan gubernur dan wakil gubernur hasil pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak tahun 2024 dilaksanakan secara serentak pada tanggal 7 Februari 2025. Sementara untuk pelantikan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota hasil pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak tahun 2024 dilaksanakan secara serentak pada tanggal 10 Februari 2025.

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda membenarkan bahwa akan terjadi pengunduran Pelantikan kepala daerah yang terpilih dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 akan diundur dari Februari 2025 menjadi Maret 2025 dikarenakan Mahkamah Konstitusi (MK) baru akan menyelesaikan seluruh perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dari Pilkada 2024 pada 13 Maret 2025.

Pelantikan kepala daerah menjadi momen penting dalam siklus pemerintahan daerah. Pergantian kepemimpinan yang seringkali diharapkan membawa perubahan positif bagi tata kelola pemerintahan, pelayanan publik, dan pembangunan daerah. Namun, pertanyaan yang kerap muncul adalah apakah birokrasi daerah mampu berbenah seiring dengan pergantian kepemimpinan? Atau justru birokrasi daerah akan 'begitu-begitu saja' ?

Pemerintah daerah di Indonesia menjadi bagian penting dari sistem pemerintahan yang  berfungsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah pada dasarnya diharapkan dapat melaksanakan fungsi otonomi yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang  Pemerintahan Daerah karena mereka adalah pelaksana kebijakan nasional di tingkat lokal

Dalam konteks otonomi, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih luas untuk mengelola sumber daya, termasuk anggaran untuk melaksanakan pembangunan di daerah. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal dapat berjalan secara efisien dan merata.

Berbicara soal pembangunan tidak lepas dari kemampuan anggaran setiap daerah. Tidak ada daerah yang tidak ingin melakukan pembangunan secara masif dan besar-besaran. Namun, selalu terhambat dengan keterbatasan anggaran, bahkan tidak sedikit yang bergantung dengan 'belas kasihan' pemerintah pusat.  

Jangankan pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi saja masih sangat bergantung pada transfer pemerintah pusat. Permasalahan inilah yang mengakibatkan kepala daerah sulit berinovasi melakukan pembangunan, karena untuk memenuhi pelayanan dasar saja masih mengalami kekurangan anggaran yang berujung terjadinya ketimpangan antar daerah.
Belum lagi, tidak sedikit Proyek Strategis Nasional (PSN) atau program-program pembangunan yang digagas oleh pemerintah pusat pada suatu daerah dengan menggunakan skema penganggaran dari APBD tanpa memperhatikan kesiapan APBD suatu daerah.

Ibaratnya, anggaran daerah yang selama ini sifatnya terbatas, justru semakin terbatas lagi karena harus menjalankan perintah dari pemerintah pusat untuk menggelontorkan anggaran. Akhirnya, fokus dari penggunaan APBD semakin tidak terarah  (tidak berdasarkan perencanaan yang matang).

Pada tahun 2021, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah menyatakan bahwa 443 pemerintah daerah (pemda) atau 88,07 persen dari total 503 pemda di Indonesia berstatus belum mandiri dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini membuat pemda bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat. Bahkan, menurut pemeriksaan BPK, sebanyak 468 pemda atau 93,04 persen dari total pemda masih memegang status pengelolaan keuangan yang sama sejak 2013 hingga 2020. Artinya, tingkat kemandirian fiskal mereka tidak berkembang dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun