Pada Februari 2024, Indonesia telah melewati pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, serta anggota DPD RI. Bahkan, proses sengketa Pemilih Presiden di Mahkamah Konstitusi juga telah berakhir, hingga telah dilaksanakannya penetapan dari Komisi Pemilihan Umum pada 24 April 2024.
Adanya penetapan dari KPU menjadi landasan telah ditetapkannya presiden dan wakil presiden terpilih sebagaimana hasil dari Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Tahapan berikutnya adalah akan dilaksanakannya pelantikan atau pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden 2024 terpilih pada tanggal 20 Oktober 2024 yaitu kepada pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) nantinya akan berakhir pada tanggal 20 Oktober 2024, sesuai dengan batas waktu dua periode kepemimpinan yang diatur oleh konstitusi Indonesia. Jokowi pertama kali dilantik sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2014 setelah memenangkan pemilihan umum presiden pada tahun yang sama. Masa jabatan kedua dimulai setelah ia kembali terpilih dalam pemilihan umum presiden pada tahun 2019 dan berakhir pada tahun 2024. Itu artinya mulai dari 20 Oktober 2024, akan terjadi perubahan kepemimpinan Indonesia beserta jajaran menteri, kepala lembaga negara, dan jajaran kabinet.
Terhitung sejak ditetapkannya Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada 24 April 2024, maka Indonesia saat ini memasuki masa transisi pemerintahan menuju pemerintahan berikutnya. Hal tersebut menandakan bahwa masih ada tersisa 6 (enam) kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo beserta jajaran kabinet. Selain Presiden dan Wakil Presiden, di kursi legislatif juga akan mengalami perubahan yang cukup signifikan tentunya dapat menjadi penghambat DPR dalam mengawasi (check and balances) kebijakan pemerintah.
Tentunya di masa transisi pemerintahan pasti akan berdampak kepada adanya tantangan yang datang baik dari sisi ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya, dan lain sebagainya. Secara umum tantangan pemerintahan yang terjadi adalah masa Pemilu berdampak pada kegiatan investasi menurun, karena investor terutama yang berasal dari dari luar negeri memilih untuk melihat perkembangan situasi (wait and see) terutama perkembangan sosial dan politik yang terjadi sebelum dan pasca pemilu.
Mereka juga mempertimbangkan figur Presiden dan Wakil Presiden terpilih serta mencermati berbagai janji yang ditebarkan masa kampanye. Harapan kita, setelah ditetapkannya Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan membawa kepastian dan angin segar pada dunia usaha.
Salah satu yang menjadi fokus pembahasan adalah bagaimana tantangan dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara pada masa transisi pemerintahan. Keberadaan BUMN di Indonesia pastinya ibarat dua sisi mata uang logam, dapat berdampak kepada stimulus perekonomian negara atau memperburuk perekonomian yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.
Dalam Undang-Undang BUMN, Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari APBN, kapitalisasi cadangan, dan lainnya. Selain itu, pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas. Dalam halnya pengelolaan anggaran negara maka pengelolaan BUMN juga harus didasarkan kepada akuntabilitas serta diawasi berdasarkan profesionalisme.
Dalam pasal 30 UU BUMN terdapat pengaturan terkait ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Komisaris diatur dengan Keputusan Menteri. Dapat disimpulkan bahwa pemilihan Komisaris merupakan ranah atau kewenangan Menteri yang mengurusi BUMN.
Keberadaan Menteri sendiri merupakan jabatan politis sebagai pembantu dari Presiden, oleh karena itu akan mempengaruhi pemilihan Komisaris yang nantinya mengawasi BUMN. Dimana Komisaris dan Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Oleh karena itu, terdapat dua sisi yang menjadi tantangan dalam pengelolaan BUMN di satu sisi berasal jabatan politis, namun di satu sisi harus berprinsip profesional sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.
Tantangan pengelolaan lainnya adalah adanya ketidakpastian pengawasan yang dilakukan oleh DPR khusus Komisi yang mengawasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Adanya perubahan komposisi partai, perubahan pemenang kursi legislatif juga akan mempengaruhi konsistensi DPR dalam mengawasi BUMN secara makro. Kurangnya pengawasan dari DPR juga akan berdampak kepada ketidaktegasan BUMN dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan yaitu mencapai keuntungan yang berdampak kepada perekonomian bangsa.
Secara garis besar, tantangan dalam pengelolaan BUMN pada masa transisi pemerintahan adalah:
Ketidakpastian Kebijakan: Transisi pemerintahan seringkali diikuti oleh perubahan dalam kebijakan ekonomi dan regulasi. Hal ini dapat menciptakan ketidakpastian bagi BUMN dalam merencanakan strategi bisnis jangka panjang, termasuk investasi dan ekspansi.
Pergantian Manajemen: Seiring dengan perubahan pemerintahan, terjadi juga pergantian dalam manajemen BUMN, terutama pada posisi-posisi kunci seperti direktur utama, dewan direksi, serta komisaris. Penggantian ini bisa mempengaruhi kontinuitas strategi bisnis dan kinerja perusahaan.
Tantangan Keuangan: Transisi pemerintahan dapat mempengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kinerja keuangan BUMN. Fluktuasi nilai tukar, inflasi, dan kondisi pasar modal adalah beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan keuangan BUMN.
Perubahan Prioritas Pembangunan: Setiap pemerintahan baru mungkin memiliki prioritas pembangunan yang berbeda. Hal ini dapat memengaruhi arah strategis BUMN, termasuk fokus pada sektor-sektor tertentu atau inisiatif pembangunan infrastruktur yang berbeda.
Tantangan Pengawasan dan Akuntabilitas: Selama masa transisi, pengawasan terhadap BUMN mungkin mengalami ketidakpastian karena perubahan dalam struktur pemerintahan dan lembaga pengawas. Ini dapat menimbulkan risiko terkait dengan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan BUMN.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, penting bagi pemerintah dan manajemen BUMN untuk menjaga komunikasi yang baik, mempertahankan kontinuitas dalam perencanaan strategis, dan meningkatkan pengawasan dan manajemen risiko secara efektif. Selain itu, stabilitas politik dan kebijakan yang konsisten dapat membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengelolaan BUMN yang berkelanjutan.
Referensi:
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Badiklat Kemenkeu RI, “Tantangan APBN Pasca Pemilu”, https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/tantangan-apbn-paska-pemilu-b28cde9e/detail/, 28 Maret 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H