Pencucian uang adalah proses mengubah uang hasil kegiatan ilegal menjadi uang yang terlihat berasal dari sumber yang sah. Tujuan utamanya adalah untuk menyembunyikan asal-usul ilegal dari uang tersebut sehingga tampaknya legal dan dapat digunakan tanpa menimbulkan kecurigaan.
Proses ini melibatkan serangkaian langkah, seperti memasukkan uang ilegal ke dalam sistem keuangan yang sah melalui transaksi palsu atau kompleks, untuk menyamarkan jejak dan sumber uang tersebut. Pencucian uang sering kali terkait dengan kegiatan kriminal seperti narkotika, perdagangan manusia, korupsi, dan aktivitas ilegal lainnya.
Di Indonesia, lembaga yang diberikan oleh undang-undang kewenangan untuk memberantas dan mencegah tindak pidana pencucian uang adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK. PPATK berfungsi untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyampaikan informasi transaksi keuangan yang mencurigakan kepada penegak hukum dan lembaga terkait lainnya. Lembaga ini didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dari sisi analisis hukum pidana, tindak pidana pencucian uang bukanlah tindak pidana yang berdiri sendiri, tindak pidana pencucian uang adalah tindak pidana yang bersifat lanjutan. Artinya sebelum terjadi tindak pidana pencucian uang, maka harus didahului oleh tindak pidana asal (predicate crime).
Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), tindak pidana asal dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu seperti, korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, dan lainnya yang dijelaskan secara detail dalam undang-undang.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pasal 74 disebutkan bahwa,
"Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini."
Di bagian lampiran yang menjadi penjelasan dijelaskan bahwa,
"Yang dimaksud dengan "penyidik tindak pidana asal" adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya."
Bagaimana dengan peran Artificial Intelligence dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang?
Berbicara tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang maka tidak lepas dari adanya upaya penyelidikan dan penyidikan. Pada bagian lampiran dalam undang-undang di atas disebutkan bahwa penyidikan tindak pidana pencucian uang bukanlah dilakukan oleh PPATK, namun penyidik tindak pidana asal. Karena sejatinya pencucian uang dapat dibuktikan apabila sudah dilakukannya pembuktian terhadap tindak pidana asalnya.
Frase 'penyidik tindak pidana asal' yang disebutkan adalah pejabat dari instansi yang diberikan kewenangan oleh undang-undang. Dalam Hukum Administrasi Negara, jabatan didefinisikan melekat terhadap subjek hukum yaitu orang.
Oleh karena itu, keberadaan penyidik haruslah orang yang diberikan jabatan berupa kewenangan oleh undang-undang. Apabila digantikan oleh Artificial Intelligence, maka tidak ada status hukum yang jelas. kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) tidak memiliki status hukum yang khusus atau diakui sebagai entitas hukum. Ini karena AI pada dasarnya adalah teknologi yang diciptakan oleh manusia dan tidak memiliki hak hukum atau tanggung jawab seperti manusia.
Lalu, bagaimana Artificial Intelligence dapat mengambil peran dalam pemberantasan pencucian uang?
Peran Artificial Intelligence haruslah ditempatkan sebagai peran sekunder, bukan primer. Artinya, keberadaan Artificial Intelligence haruslah diperuntukkan demi optimalnya pemberantasan pencucian uang. Beberapa peran pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
AI dapat digunakan untuk menganalisis data transaksi keuangan secara massal dan mendeteksi pola-pola yang mencurigakan atau tidak biasa. Algoritma pembelajaran mesin dapat mengidentifikasi transaksi yang tidak wajar, seperti transaksi besar-besaran, transaksi yang tidak sesuai dengan profil pelanggan, atau pola transaksi yang tidak umum.
AI dapat digunakan untuk mendeteksi anomali dalam perilaku transaksi keuangan, seperti pola pengeluaran yang tidak sesuai dengan profil pengguna atau pola transaksi yang tidak biasa. Sistem AI dapat memberikan peringatan kepada lembaga keuangan atau penegak hukum jika ada transaksi yang mencurigakan atau tidak biasa terdeteksi.
Algoritma pembelajaran mesin dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola-pola yang terkait dengan pencucian uang atau tindak pidana keuangan lainnya. Dengan menganalisis data transaksi keuangan secara menyeluruh, AI dapat membantu mengidentifikasi tindak pidana yang tersembunyi dan mencegahnya sebelum terjadi.
AI juga dapat digunakan untuk menganalisis jejak digital, seperti data online atau media sosial, untuk mendeteksi potensi aktivitas pencucian uang atau indikasi pendanaan terorisme. Algoritma pembelajaran mesin dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola perilaku online yang mencurigakan atau pola komunikasi yang tidak wajar.
AI dapat membantu mengoptimalkan proses pencegahan pencucian uang dengan mengotomatisasi tugas-tugas yang repetitif atau manual, seperti analisis data atau pelaporan transaksi yang mencurigakan. Hal ini dapat memungkinkan petugas untuk fokus pada tugas-tugas yang memerlukan keputusan manusia atau penanganan kasus yang kompleks.
Kesimpulan
Keberadaan Artificial Intelligence sejatinya bukanlah subjek hukum yang sama seperti manusia. Penerapan teknologi secara filosofis adalah pada peran sekunder, peran primer tetap dilaksanakan oleh orang yang diberikan jabatan berupa kewenangan oleh undang-undang.
Pada hakikatnya, Artificial Intelligence sangat dibutuhkan dalam ranah pencegahan, bahwa keberadaan Artificial Intelligence dapat membantu orang/manusia dalam mengidentifikasi pola-pola terjadinya pencucian uang, sehingga celah-celah kejahatan yang mungkin terjadi dapat diminimalisir.
***
Referensi :
Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
HCLTech, "Leveraging AI to combat money laundering", https://www.hcltech.com/blogs/leveraging-ai-to-combat-money-laundering, diakses 14 Mei 2024.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI