Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Fasilitator PAK_Tim Ahli_Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Sivitas Akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Awardee Beasiswa Unggulan Kemendikbud RI, Penyuluh Antikorupsi Tersertifikasi LSP KPK.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penguatan Rekomendasi Sebagai Ombudsman Way Sang Magistrature of Influence Pelayanan Publik

23 Januari 2024   20:13 Diperbarui: 23 Januari 2024   20:32 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nicholas Martua Siagian bersama Kabiro Hukum Kemenko Polhukan RI dan Ketua Ombudsman RI. Jakarta. FGD Ombudsman. 
Nicholas Martua Siagian bersama Kabiro Hukum Kemenko Polhukan RI dan Ketua Ombudsman RI. Jakarta. FGD Ombudsman. 

Penutup

Pada dasarnya, sejarah keberadaan Ombudsman bukanlah untuk menjadi lembaga penegakan hukum yang dapat mengikat secara hukum (legally binding), namun lebih kepada pendekatan saran/moral (morally binding). Kehadiran Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 memberikan angin segar terhadap penguatan kelembagaan Ombudsman. 

Dalam menghadapi dinamika pelayanan publik, Ombudsman seharusnya menjadi jembatan penguat (empowering bridge) terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. 

Menurut Nicholas Martua Siagian, satu senjata harus diperkuat adalah keberadaan rekomendasi Ombudsman sebagai titik kulminasi dari penyelesaian di Ombudsman. Kalau kita berkaca dari realita, masih banyak rekomendasi yang tidak dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik, karena pada dasarnya Ombudsman tidak dapat memberikan sanksi.

Sebagai penutup, Nicholas Martua Siagian berpendapat bahwa perlu adanya terobosan dalam Undang-Undang Ombudsman, dimana rekomendasi Ombudsman yang tidak dijalankan, maka Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dapat memberikan/menjatuhkan sanksi administratif. Hal ini sesuai dengan keberadaan Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi yang diatur dalam konstitusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun