Sejak tahun 2016, Presiden Joko Widodo terus membangun dan mengembangkan bandar udara, serta mengedepankan penyelenggaraan angkutan udara perintis dalam mendukung konektivitas daerah tertinggal, terluar dan perbatasan (3TP). Pembangunan bandara udara baru dinilai penting demi konektivitas wilayah, utamanya untuk mobilitas warga dalam memperpendek jarak dan waktu dari bandara yang lebih jauh dari kota-kota besar.
Kebijakan pengembangan infrastruktur transportasi di daerah terluar, tertinggal, terdepan, dan perbatasan (3TP) tahun 2020-2024 menjadi agenda prioritas Kementerian Perhubungan dengan target 7,8% pertumbuhan ekonomi di Papua, dan penurunan tingkat kemiskinan menjadi hanya 19%, sejalan dengan Inpres 9 Tahun 2020. Inpres ini menginstruksikan kepada Pimpinan Kementerian, Lembaga, maupun Pemerintah Daerah mengambil langkah-langkah dan melakukan pengawalan yang bersifat terobosan, terpadu, tepat, fokus, dan sinergi sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan di Papua. Hal tersebut dilegitimasi dalam Permenko Nomor 7 Tahun 2021 jo. Permenko Nomor 7 Tahun 2023 tentang Daftar Proyek Strategis Nasional.
Hingga akhir periode pemerintahan Jokowi pada Oktober tahun 2024, masih ada beberapa bandara yang terus dikebut pengerjaannya, antara lain Bandara Siboru Fakfak Papua Barat, Mandailing Natal Sumatera Utara, Banggai Laut Sulawesi Tengah, Sobaham Yahukimo Papua, Bolaang Mongondow Sulawesi Utara, Singkawang Kalimantan Barat, Pohuwato Gorontalo, serta Bandara Kediri Jawa Timur yang dibangun dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).Â
Menurut Nicholas Martua Siagian, bahwa tingginya animo Presiden Jokowi untuk membangun infrastruktur Jembatan Udara merupakan hubungan sebab-akibat dari tingginya harga bahan pokok dan barang lainnya di Papua yang disebabkan kondisi geografis pulau itu yang berupa pegunungan dan perbukitan. Kontur geografis tersebut yang menjadi faktor dalam peningkatan konektivitas infrastruktur di wilayah Papua. Oleh karena itu, integrasi jembatan udara, tol laut, subsidi angkutan darat, dan penyeberangan perintis.
Analisis
Berdasarkan hasil Rapat Koordinator Jembatan Udara pada November 2023 yang pernah penulis ikuti, terdapat beberapa tantangan dan hambatan Jembatan Udara yaitu:
Sisi Operator yaitu kekurangan armada terutama pada saat ada maintenance atau kerusakan, kurang tersedianya pilot, kekurangan armada terutama pada saat ada maintenance atau kerusakan (Korwil Waingapu), perubahan jadwal tanpa didahului koordinasi dengan PPK Perintis;
Sisi Penyelenggaraan bandar udara, keamanan Bandara akibat Konflik Bersenjata, kondisi teknis bandara (Kilmit, Batom, Poik, dan Wanam), Cuaca buruk, banjir, dan longsor;
Sisi Faktor alam, Cuaca buruk, banjir, dan longsor;Â
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!