Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perlukah Pembatasan Kekuasaan Presiden Melalui Undang-Undang?

5 Januari 2024   13:50 Diperbarui: 5 Januari 2024   13:50 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemantik

Di Indonesia tidak terdapat undang-undang yang mengatur tentang Presiden sebagai lembaga negara, hal tersebut karena sudah terdapat pengaturan di kontitusi Indonesia. Padahal cabang-cabang kekuasaan seperti kementerian, DPR, DPD, MA,KY, MK, BI, BPK, dan lain sebagainya sudah diatur dalam undang-undang. Sebagai lembaga negara, apakah Presiden perlu dibatasi kewenangannya melalui undang-undang?

Indonesia menganut sistem presidensial sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, "Presiden Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar". Presiden yang memegang kekuasaan dalam pasal ini merujuk pada pengertian presiden menurut sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem presidensial, tidak terdapat perbedaan presiden sebagai kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of government). Dengan ditambahkannya kekuasaan pemerintahan negara kepada Presiden maka Presiden selain sebagai kepala negara juga merupakan kepala pemerintahan. Sistem pemerintahan suatu negara disebut sebagai sistem pemerintahan yang presidensial apabila:

  1. Kedudukan kepala negara tidak terpisah dari jabatan kepala pemerintahan;

  2. Kepala negara tidak bertanggung jawab kepada parlemen, melainkan langsung bertanggungjawab kepada rakyat yang memilihnya;

  3. Presiden sebaliknya juga tidak berwenang membubarkan parlemen; dan

  4. Kabinet sepenuhnya bertanggung jawab kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara atau sebagai administrator yang tertinggi.

Dari penjabaran diatas, maka dapat dilihat bahwa sebagai puncak pemimpin administrator yang tertinggi, presiden memiliki kewenangan yang luas dalam kehidupan tata negara di Indonesia. konstitusi dalam hal ini melakukan pembatasan kekuasaan agar tidak terjadi kekuasaan yang absolut oleh presiden, pembatasan ini pun juga tidak mengimplikasikan untuk presiden berada dibawah organ pemerintahan yang lain, melainkan melakukan kegiatan pemerintahan yang berkesinambungan dengan yang lain. Secara khusus, Pembatasan kekuasaan terhadap Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan secara tegas dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Perumusan yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengandung arti sebagaimana dinyatakan Jimly Asshiddiqie, bahwa: "Artinya ada kekuasaan pemerintahan negara yang menurut undang-undang dasar dan ada pula kekuasaan pemerintahan negara yang tidak menurut undang-undang. Yang dimaksud dengan "menurut Undang-Undang Dasar" juga dapat dibedakan antara yang secara eksplisit ditentukan dalam Undang-Undang Dasar dan ada pula yang tidak secara eksplisit ditentukan dalam Undang-Undang Dasar." berkaca dari penjabaran ini, maka menarik untuk mengetahui sejauh mana pembatasan kekuasaan eksplisit dan implisit wewenang presiden. pembatasan kekuasaan ini akan dilihat dari perspektif sejarah dan melihat implikasinya pada tiap tiap periode serta efektivitasnya pada status quo Indonesia.

Dalam penjelasan yang ada pada UUD 1945 di awal terbentuknya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dapat dilihat penegasan 7 (tujuh) kunci pokok sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni:

  1. Indonesia adalah negara hukum;

  2. Sistem konstitusional;

  3. Kekuasaan tertinggi adalah MPR;

  4. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi dibawah dari Majelis;

  5. Presiden tidak memiliki tanggung jawab terhadap Dewan Perwakilan Rakyat;

  6. Menteri negara ialah pembantu dari presiden, Menteri negara tidak memiliki tanggung jawab terhadap DPR; dan

  7. Kekuasan kepala negara tidak tak terbatas.

Kekuasaan Presiden Pasca Amandemen UUD NRI Tahun 1945

Pasca perubahan UUD 1945, secara garis besar ada tiga hal pokok menyangkut antara lain: 

  1. Hubungan kekuasaan antara Presiden dan DPR Pertama, hubungan legislasi (pembentukan undang-undang); 

  2. Hubungan dalam menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan; ketiga, hubungan pengawasan; dan

  3. Hubungan kekuasaan yang sifatnya insidental yang meliputi hubungan dalam membuat pernyataan perang, membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat terkait keuangan negara, pengangkatan dan penempatan duta, pemberian amnesti dan abolisi serta pengangkatan pejabat-pejabat negara (anggota BPK, Hakim Agung, anggota Komisi Yudisial dan Hakim Konstitusi),Di sisi lain diadakan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi sebanyak empat kali dalam rentang tahun 1999 s.d. 2002.

Perubahan sebanyak empat kali tersebut memuat perubahan dan penambahan pasal baru dalam konstitusi. Dalam perubahan ini terdapat pula perubahan pada kekuasaan dan kewenangan presiden sebagai berikut :

1. Pasal 5 terdapat perubahan pada Pasal 5, yaitu wewenang presiden dalam membentuk

undang-undang berubah menjadi hak untuk mengajukan undang-undang kepada DPR dari sebelumnya memegang kekuasaan dalam membentuk undang-undang.

2. Pasal 7 bahwa sebelumnya masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi selama lima tahun dan dapat dipilih kembali. Akan tetapi, dalam perubahan pasal dituliskan bahwa presiden dan wakil presiden dapat dipilih kembali, namun hanya untuk satu periode lagi, yaitu selama 5 tahun berikutnya.

3.Pasal 13 bahwa pasca perubahan, pengangkatan duta dan konsul serta penerimaan duta dari negara lain tetap dilakukan oleh presiden. Akan tetapi, dalam pengangkatan duta dan konsul serta menerima duta dari negara lain tersebut, presiden memperhatikan usulan dari DPR, sesuai dengan ayat (2) dan (3).

4. Pasal 14 bahwa setelah perubahan presiden tetap berhak memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi, namun dengan pertimbangan Mahkamah Agung (grasi dan rehabilitasi) dan DPR (amnesti dan abolisi).

5. Pasal 15 bahwa Presiden tetap berhak memberi tanda jasa dan tanda kehormatan, namun diatur dalam undang-undang.

6. Pasal 20 bahwa pasca perubahan, rancangan undang-undang dibahas oleh Presiden bersama dengan DPR, dan presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah dibahas bersama dengan DPR. Berbeda dengan pasal sebelum perubahan yang tidak melibatkan presiden dalam pengesahan rancangan undang-undang.

Pada pasal ini ditambahkan ketentuan pada ayat (5), yaitu apabila rancangan undang- undang yang telah disetujui tidak disahkan oleh presiden dalam jangka waktu 30 hari, maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib untuk diundangkan. Dengan kata lain, dalam pengesahan rancangan undang-undang tidak mutlak harus melalui pengesahan oleh presiden apabila lewat dari tenggat waktu yang telah ditentukan.

7. Pasal 7A bahwa pasal ini merupakan pasal tambahan dari perubahan ke-3. Presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan oleh MPR dengan persetujuan DPR apabila terbukti apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum, pengkhianatan terhadap negara, penyuapan,korupsi, dan tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

8. Pasal 7C bahwa pasca perubahan, presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.

9. Pasal 16 bahwa pasal ini dimunculkan setelah dihapusnya ketentuan yang mengatur Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang

Analisis

Pada saat berlakunya UUD NRI Tahun 1945 pasca perubahan, terdapat pembatasan-pembatasan dalam kekuasaan presiden, yakni 

1. Presiden tidak lagi dapat membentuk Undang-Undang seperti pada masa UUD 1945 sebelum perubahan dan presiden turut serta membahas dan mengesahkan RUU yang sebelumnya presiden tidak dilibatkan dalam RUU. 

2. Jika pada konstitusi sebelumnya tidak ditentukan masa jabatan presiden, UUD 1945 setelah perubahan menetapkan bahwa Presiden memangku jabatannya selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu periode dan Presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan oleh MPR dengan persetujuan DPR. 

3. Presiden tetap berhak memberi abolisi, amnesti, grasi, dan rehabilitasi seperti pada masa UUD 1945 sebelum perubahan dan UUDS 1950, namun pada saat ini ditambah dengan pertimbangan DPR dan MA. Hal ini telah menunjukan pembatasan kekuasaan yang dimana periode kekuasan presiden telah dibatasi, akan tetapi kondisi indonesia sekarang, presiden tetap cukup kuat kekuasaanya dalam bidang legislatif dilihat dari banyaknya undang undang yang diajukan oleh pemerintah. salah satunya adalah UU cipta kerja dan Revisi UU KPK. 

Kesimpulan

Indonesia sebagai negara hukum dengan sistem pemerintahan presidensial, menempatkan Presiden menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan sebagai kedudukan tertinggi dalam kekuasaan eksekutif. Pada masa konstitusi UUD sebelum perubahan, Konstitusi RIS, dan UUDS 1950 sering terjadi permasalahan sosial, ekonomi, dan politik seperti KKN, pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan tidak terpenuhinya hak rakyat yang menyebabkan terjadinya pergantian konstitusi tersebut. Pada masa tersebut, kekuasaan presiden tidak diatur secara jelas di dalam konstitusi dan presiden cenderung mendominasi seluruh cabang kekuasaan. Tidak diatur secara konkret dan jelas bagaimana mekanisme antar cabang kekuasaan. Sehingga, dilakukan amandemen UUD NRI Tahun sebanyak empat kali. Termuat di dalamnya pembatasan kekuasaan presiden, salah satunya jumlah periode dan kurun waktu masa jabatan sebagai presiden.  Selain itu, Presiden bersama cabang kekuasaan lainnya bekerja sama dengan mekanisme check and balances sebagai upaya mengurangi otoriter seorang pemimpin dan dominasi yang sebelumnya telah terjadi serta upaya untuk merealisasikan cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Konstitusi.

Saran

1. Penulis berargumen bahwa perlu adanya pengaturan secara jelas dan rinci apa saja yang menjadi kewenangan Presiden. Mungkin di satu sisi, pengaturan tersebut dianggap membuat jalannya kewenangan Presiden sebagai administrator pemerintahan tertinggi menjadi kaku, namun upaya ini adalah menjabarkan kewenangan tersebut memiliki landasan hukum yang kuat juga. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan bahwa perlu dibentukan Undang-Undang tentang Kepresidenan yang mengatur secara jelas kelembagaan Presiden sebagaimana cabang-cabang kekuasaan lainnya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun