Mohon tunggu...
iamliaa 01
iamliaa 01 Mohon Tunggu... Akuntan - Mengkhayal dan bermimpi adalah kesenanganku

Ora Et Labora

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Nasionalisme, Radikalisme, Fanatisme, dan Indonesiaku

29 Agustus 2018   00:41 Diperbarui: 29 Agustus 2018   01:27 1718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tak berhenti sampai disana, pada malam harinya, Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, Jawa Timur yang menjadi sasaran tindakan bejat ini. Selang satu hari setelah itu, tepatnya pada tanggal 14 mei 2018, bom kembali meledak di Markas Polretabes Surabaya, dan mengakibatkan korban meninggal sebanyak 21 orang dan 57 orang lainnya mengalami luka-luka karena terkena ledakan bom tersebut.

Seperti yang terjadi di gereja, petugas kepolisian melihat melalui cctv bahwa ada satu keluarga (maaf) muslim yang datang dan memaksa masuk ke gereja walaupub sudah dihadang oleh pihak security gereja karena terlihat mencurigakan. Tak lama setelah itu, terjadi ledakan besar yang meledakkan mereka sendiri dan orang lain.

Pro dan Kontra mulai bermunculan, banyak yang berpendapat bahwa keluarga itu tidak menyukai kaum Nasrani dan adanya gereja tersebut. Ada yang berkata bahwa itu adalah salah satu cara menyampaikan rasa cinta dan hormat akan paham yang dianut nya (saya sampai heran dengan pemikiran semacam ini).

Dan lebih anehnya lagi, ada pihak yang menyalahkan pemerintah atas peristiwa ini, pemerintah dianggap kurang tanggap dalam menyelesaikan terorisme. Memangnya pemerintah dan pihak-pihak lain bisa tahu kalau akan terjadi peristiwa tersebut? Ada-ada saja.

Berbicara soal radikalisme, sering kali muncul pertanyaan seperti, apa itu radikalisme? Apa penyebabnya? Bagaimana penyebarannya? Dan bagaimana pula cara mengatasinya?. Jawabannya mudah, yaitu pola pikir manusia. Ya, benar. Manusia lah penyebabnya, jadi manusia juga lah yang menjadi kunci penyelesaiannya, dan toleransi adalah cara menyelesaikannya.

Semua orang pasti menginginkan kedamaian dan ketenangan.  Namun ada beberapa oknum yang memiliki hasrat dan tujuan tersendiri yang membuatnya menyukai kericuhan, kegaduhan, kepecahbelahan. Bingung bukan jika berhadapan dengan seseorang yang berpikir demikian? Saya juga. Dan yang lebih membingungkannya lagi, ada juga orang lain yang percaya dan akhirnya ikut-ikutan dengan aksinya.

Melangsungkan aksi demo disertai kekerasan, merusak fasilitas umum dan tempat ibadah, menyebarkan hoax (padahal dirinya sendiri pasti tidak suka apabila dibohongi), mengajak dan menghasut orang lain agar ikut bergabung dengan kelompok atau sekte semacam itu. Saya bingung, apakah itu adalah sikap bodoh atau terlalu mencintai tanah air? Jika ada yang berpendapat bahwa itu adalah bentuk dari cara nya menyatakan cinta pada tanah air, mungkin ia juga salah satu orang yang buta akan arti dari cinta tanah air.

Dan pertanyaan selanjutnya, mengapa banyak oknum-oknum (seperti teroris) banyak memilih negara-negara berkembang, seperti Indonesia untuk dijadikan tempat melangsungkan rencana nya? Menurut saya, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu. Yang pertama, karena Indonesia juga merupakan salah satu negara yang masih berkembang sampai saat ini adalah karena negara berkembang cenderung mmeiliki cara berpikir yang masih rendah.

Maksudnya disini adalah masyarakat negara berkembang itu kurang memikirkan hal apa yang bisa mereka lkukan untuk meningkatkan derajat hidup mereka, berbeda dengan masyarakat yang hidup di negara maju (ini menurut saya, ya). Lalu yang kedua, intelektual dan rasa ingin tahu di negara maju dan negara berkembang juga sangat berbeda.

Negara berkembang cenderung mudah menyerap informasi yang masuk tanpa menelaah nya terlebih dahulu, dan inilah kelemahan bangsa Indonesia yang paling fatal dan sering dijadikan sasaran empuk para oknum untuk melangsungkan rencananya. Coba bayangkan, jika masyarakat Indonesia selalu memilah dan menyaring dulu inforrmasi yang masuk tanpa menelan mentah-mentah, cekcok dan perpecahan pastinya bisa diminimalisasi.

Dan ada satu lagi fakta di Indonesia yang akhirnya membuat saya begitu tertarik menulis artikel ini, bahkan mungkin bukan saya saja. Indonesia merupakan negara yang mayoritas beragama islam, sehingga pemimpin negara (Presiden) haruslah seorang yang beragama islam, hal itu wajar dan dapat diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun