Sebagai pecinta traveling, bandara adalah tempat yang pasti saya lewati sebagai pintu gerbang negara atau tempat tujuan. Pada beberapa perjalanan perdana saya ke luar negeri, saya selalu terpukau dengan kemegahan bandara, kelengkapan fasilitas, dan sarana transportasinya. Tapi terus terang, lama-kelamaan saya jadi tidak begitu memperhatikan lagi karena sekarang antara bandara yang satu dengan bandara lain tidak jauh berbeda.
Tapi yang masih saya ingat adalah bandara Changi di Singapura cuma karena untuk pertama kalinya saya merasakan minum langsung dari air keran dan menikmati fasilitas kursi pijat. Juga bandara Sydney, hanya karena di sana saya bisa menunggu penerbangan berikutnya sambil main Playstation! Bagi saya, kini bandara tidaklah berarti apa-apa selain prosedur rutin yang harus dilewati untuk menuju tempat tujuan, tidak ada pengalaman emosional di dalamnya.
1. BHS Level lima yang bisa mendeteksi bahan peledak.
2. ASS atau Airport Security System yang dapat mendeteksi wajah penumpang atau pengunjung bandara yang masuk ke dalam daftar pihak berwajib.
Selain itu, T3 juga mengusung konsep hijau dan ramah lingkungan dengan menerapkan:
1. Fully IBMS atau Intelligence Building Management System yang mengatur pengeluaran air, penggunaan listrik, dan sebagainya.
2. Rain water system yang memanfaatkan air hujan sehingga dapat digunakan sebagai air bersih.
3. Recycle water system yang mampu mengolah air toilet untuk kembali lagi menjadi air toilet sehingga dapat menghemat penggunaan air.
4. Sistem penerangan menggunakan teknologi yang mengatur terang dan redup secara otomatis sesuai dengan kondisi cuaca.
Hmm oke, keren juga. Saya juga menyukai area boarding gate yang begitu terbuka hingga ke langit-langit sehingga kita bisa melihat runway dan pesawat yang terbang.
Pak Budi Karya, Dirut Angkasapura, menambahkan bahwa akan ada patung Garuda dan patung Soekarno-Hatta serta dekorasi batik yang menghiasi bandara. Mungkin T3 juga butuh sebuah masterpiece karya seniman besar Indonesia untuk menjadi maskot dan memberikan identitas nusantara pada bandara yang megah tapi terasa “kosong”. Jadi patut ditunggu hasilnya begitu finishing selesai.
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, bahwa bagi saya bandara hanya tempat pemberhentian fisik, tapi tanpa ikatan emosional. Mungkin sisi emosional inilah yang bisa menjadi kunci bagi T3 untuk membedakannya dengan bandara lain di dunia. Caranya adalah dengan pelayanan dan keramahan staf bandara yang siap membantu setiap pengunjung (lokal maupun internasional) tanpa dipungut biaya. Entah itu memberikan informasi bandara, transportasi & akomodasi, tempat tujuan wisata ataupun sekedar membantu memberikan troli. Karena itu, staf bandara mulai dari resepsionis, sekuriti, hingga petugas kebersihan toilet harus dilatih untuk ramah terhadap pengunjung dan menguasai bahasa Inggris dasar. Juga diajarkan cara salam seperti layaknya petugas hotel bintang 5.
Saran tambahan:
1. Menambah jumlah atau kapasitas toilet. Karena toilet di Check-in Area dan Boarding Area kurang memadai untuk melayani area seluas itu.
2. Memberikan kesempatan kepada UKM kuliner untuk dapat membuka usaha serta membangun brand mereka secara internasional, misalnya Martabak Factory (eh promosi usaha sendiri deh).
3. Adanya Information centre yang lengkap untuk para turis, berisi brosur pariwisata dan informasi tentang transportasinya.
4. Area bermain anak di Boarding Area tidak memadai, bisa dilengkapi dengan perpustakaan anak atau juga mainan edukasi tentang dunia penerbangan atau pariwisata Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H