Mohon tunggu...
iamdavit13
iamdavit13 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dunia Tanpa Stereotip Gender: Kolaborasi Menuju Masa Depan

12 Desember 2024   10:55 Diperbarui: 12 Desember 2024   10:55 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://beauty.indozone.id/news/471344315/felicya-angelista-bikin-semua-atlet-bulutangkis-glowing-biar-tambah-cantik-dan-ganteng

Dalam dunia kerja maupun dunia politik, perbedaan gender tidak menjadi suatu permasalahan, justru ada juga yang menjadi pemimpin organisasi kerja contohnya Felicya Angelista pemilik brand kecantikan lokal Scarlett Whitening yang sukses membawa brand nya terkenal di seluruh Indonesia. Dan di dunia politik, contohnya ada Ibu Megawati Soekarnoputri yang menjadi pemimpin negara atau presiden indonesia pada tahun 2001 sampai 2004, dan pernah juga menjadi wakil presiden pada tahun 1999 sampai 2001, ini menjadi bukti bahwa seorang perempuan berhak mendapatkan hak dan bisa melakukan sesuatu seperti yang dilakukan oleh seorang laki-laki.

Meskipun sudah ada contoh perempuan yang sukses memimpin, kenyataaannya masih banyak sekali tantangan soal kesetaraan gender. Tidak sedikit perempuan yang masih dipandang sebelah mata, apalagi kalau masuk ke bidang-bidang yang dianggap pekerjaan laki-laki seperti teknologi, politik tingkat tinggi, atau pekerjaan berat lainnya seperti kuli bangunan dan lain-lain. Padahal, contoh pengusaha sukses seperti Felicya Angelista dan presiden seperti Ibu Megawati Soekarnoputri sudah jelas menunjukkan kalau perempuan juga bisa hebat atau sukses jika diberi kesempatan yang sama seperti halnya laki-laki (Nimrah dan Sakaria et al., 2015).

Keberhasilan perempuan dalam dunia bisnis maupun politik, telah membuktikan bahwa mereka juga bisa sukses dengan usahanya. Hal ini juga bisa menjadi motivasi perempuan lainnya untuk mengejar impian mereka. Menghapuskan pendapat bahwa perempuan tidak harus hidup bergantung dengan pasangannya nanti dan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga, namun mereka juga bisa menciptakan keberhasilannya sendiri. Dengan prinsip kesetaraan gender ini dapat memperkaya dunia kerja dan pemerintahan. Oleh karena itu, dengan banyak perspektif akan mudah memecahkan masalah global yang kita hadapi (Nimrah dan Sakaria et al., 2015).

Dari penulis menganggap bahwa tantangan soal kesetaraaan gender itu memang nyata, karena masih banyak perempuan yang tidak dianggap serius di tempat kerja atau bahkan di lingkungan sehari-hari. Padahal, kalau dilihat dari contoh nyata seperti Felicya Angelista yang menjadi tokoh bisnis terkenal di indonesia, bahkan ibu megawati yang menjadi pemimpin tertinggi di negara. Jadi, kenapa harus ada perbedaan gender?

Tanpa adanya perempuan, dunia ini jelas tidak akan berjalan seperti sekarang. Perempuan punya peran besar dalam kehidupan, mulai dari keluarga, pendidikan, hingga pembangunan masyarakat. Di keluarga, perempuan menjadi sosok utama yang membentuk karakter generasi penerus. Bayangkan jika tidak ada perempuan yang mendidik anak-anak dengan kasih sayang dan kebaikan, mungkin dunia akan kekurangan orang-orang yang berempati dan punya rasa peduli (Zahrok & Suarmini, 2018).

Selain itu, perempuan juga punya kontribusi besar dalam berbagai pekerjaan. Di bidang kesehatan, seperti banyaknya perempuan yang menjadi dokter, perawat, atau bidan yang menyelamatkan nyawa pada pekerjaan sehari-harinya. Jika perempuan tidak ada siapa lagi yang menggantika peran-peran itu? belum lagi dibidang pendidikan, banyak perempuan yang menjadi guru untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa. Jadi, perempuan tidak hanya sebagai pelengkap tapi juga inti dari perkembangan dan keberlangsungan kehidupan masyarakat (Sosiologi & Sabariman, 2019).

Selain perempuan yang mampu menyeimbangkan peran di berbagai bidang, laki-laki juga memiliki potensi untuk menjalankan peran yang selama ini sering dianggap sebagai "tugas perempuan". Misalnya, dalam hal memasak, banyak chef terkenal dunia justru berasal dari kalangan laki-laki. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan memasak bukanlah sesuatu yang hanya dimiliki oleh perempuan, melainkan keterampilan yang bisa dipelajari dan dikuasai oleh siapa saja (Mayangsari & Amalia, 2018).

Tidak hanya dalam hal memasak, laki-laki juga mampu menjadi pengurus rumah tangga yang andal. Membersihkan rumah, mencuci pakaian, atau mengurus anak bukanlah pekerjaan yang hanya bisa dilakukan perempuan. Laki-laki yang terlibat aktif dalam pekerjaan rumah tangga tidak hanya meringankan beban pasangan mereka, tetapi juga menciptakan keseimbangan dalam hubungan dan keluarga. 

Selain itu, peran laki-laki sebagai pengasuh anak semakin banyak terlihat di era modern ini. Tidak sedikit ayah yang memilih untuk menjadi "stay at home dad" atau ayah yang mengurus anak di rumah, sementara pasangannya bekerja. Keputusan ini menunjukkan bahwa peran dalam keluarga bukan lagi tentang gender, melainkan tentang kerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan bersama (Elia, 2000).

Namun, masih ada stigma yang sering melekat pada laki-laki yang mengambil peran ini. Mereka kadang dianggap kurang ambisius atau tidak menjalankan peran sebagai "pemimpin keluarga." Padahal, keberanian mereka untuk menjalani peran yang berbeda dari norma tradisional justru menunjukkan tanggung jawab dan pengabdian yang besar terhadap keluarga. 

Kesetaraan gender bukan hanya tentang perempuan yang bisa mengambil peran laki-laki, tetapi juga laki-laki yang diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka di luar stereotip maskulinitas. Ketika laki-laki dan perempuan saling berbagi peran, baik di rumah maupun di tempat kerja, hubungan menjadi lebih harmonis dan produktivitas meningkat (Nurrahman, 2022).

Pada akhirnya, dunia yang ideal adalah dunia di mana semua orang bebas memilih peran mereka tanpa tekanan sosial berdasarkan gender. Ketika laki-laki dan perempuan dapat saling mendukung dalam menjalani peran yang berbeda, baik di rumah maupun di masyarakat, kita menciptakan lingkungan yang inklusif dan penuh empati. Dengan demikian, kesetaraan gender bukan lagi sekadar konsep, tetapi menjadi realitas yang dirasakan semua orang.

Disusun Oleh: Risma Candrika Sari (2450220106); Muhammad Ilham Aqli (2450220107); Afri Davit Kurniawan (2450220108)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun