Mengapa kemiskinan masih menjadi masalah besar di Indonesia?Â
Kemiskinan dan kelaparan di Indonesia disebabkan oleh faktor struktural yang melibatkan krisis multidimensi, seperti ketimpangan ekonomi, monopoli, dan korupsi yang sudah mengakar.
Dalam pidato bersejarahnya pada 16 Agustus 2004, menjelang HUT RI ke-59, mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid, atau Gus Dur, menyampaikan refleksi mendalam tentang makna kemerdekaan bagi bangsa Indonesia— pesan yang tetap relevan hingga HUT RI ke-79.
Gus Dur mengingatkan kita bahwa hukum sering kali dijadikan alat politik yang mempengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan politik bangsa.Â
Contoh nyata dari apa yang disinggung Gus Dur bisa dilihat dalam kebijakan terkini, seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).Â
Perpres ini memberikan berbagai insentif dan kemudahan, termasuk penetapan nilai tanah hingga pemberian hak guna usaha sampai 190 tahun— kebijakan yang berpotensi memperparah ketimpangan sosial dan ekonomi, serta memunculkan monopoli baru.
Menilik sejarah, Soekarno, proklamator yang namanya baru saja disebut saat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Puan Maharani membacakan teks proklamasi di Ibu Kota Nusantara (IKN), pernah memiliki visi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai katalisator perubahan dunia, bebas dari penjajahan.
Dalam sidang Majelis Umum PBB ke-15 pada 30 September 1960, Soekarno dengan lantang menyatakan kebenciannya terhadap imperialisme dan tekadnya untuk melawan kolonialisme di hadapan dunia internasional.
Pernyataannya mengundang tepuk tangan meriah karena ia berbicara tentang kemerdekaan yang sejati— bukan hanya dari penjajahan fisik, tetapi juga dari eksploitasi ekonomi yang efek dominonya dirasakan oleh Darwin Mangudut Simanjuntak dan mungkin juga oleh kamu.
Lalu, apa relevansi perjuangan Soekarno dengan IKN saat ini?