Dalam sebuah diskusi baru-baru ini, seorang moderator bertanya kepada saya dengan penuh antusias, "Mahéng, apa arti kemerdekaan bagi kamu?"
Saya terdiam sejenak, lalu menjawab, "Saya tak punya definisi baku tentang kemerdekaan. Bagi saya, kemerdekaan adalah kata kerja— sebuah perjalanan yang terus saya tempuh untuk memahami maknanya."
Jika kemerdekaan berarti bebas dari penjajahan dan perbudakan, faktanya, penjajahan dan perbudakan modern masih ada. Jadi, apakah kita benar-benar merdeka?
Ironisnya, hanya beberapa hari jelang perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 pada Minggu, 11 Agustus 2024, Darwin Mangudut Simanjuntak, seorang driver ojek online di Medan, meninggal karena kelaparan.
Ya, Kompasianer, karena lapar— tidak punya uang untuk membeli makanan. Tragisnya, saat itu ia sedang memesan makanan untuk orang lain, pelanggannya.
Kisah ini semakin menyedihkan karena uang yang ia dapatkan dari pekerjaannya, termasuk jasa memesan makanan itu, digunakan untuk merawat kakaknya yang mengalami gangguan jiwa (ODGJ).
Mengerikan, bukan? Apakah kita benar-benar merdeka ketika seseorang meninggal karena kelaparan di tengah kota, di sebuah negara yang merayakan kemerdekaannya?
Kisah ini mengingatkan saya pada kondisi bangsa kita saat ini. Indonesia disebut sebagai negeri Gemah Ripah Loh Jinawi, kaya raya dengan sumber daya melimpah.
Tapi kok, seperti mati di lumbung padi? Sudah 79 tahun kita merdeka, tapi masih ada yang meninggal kelaparan.
Lalu, ada yang nyeletuk, "Kalau enggak mau lapar, ya kerja keras dong?"
Rasanya, ingin tepuk jidat mendengar komentar seperti itu.