Faktanya, gaji guru honorer tak sebanding biaya Starlink Â
Pada Juni 2023 lalu, permintaan suku Baduy untuk terbebas dari internet (blankspot), khususnya di kawasan Baduy Dalam, menggemparkan publik. Banyak yang mengkritik mereka sebagai kolot, ketinggalan zaman, dan menolak kemajuan.
Pertanyaannya, benarkah suku Baduy tertinggal dan kolot hanya karena menolak internet?
Di saat yang sama, penelitian mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan bahwa masyarakat Baduy mampu mencapai ketahanan pangan hingga 100 tahun melalui sistem pertanian tradisional yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Sementara Kementerian Pertanian Indonesia, yang "modern" dan "tidak kolot" dengan akses internet yang melimpah, justru belum mampu mencapai tingkat ketahanan pangan yang sama. Malah terus-menerus impor bahan pangan!?
Di sinilah Profesor Antropologi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono, M.A., memberikan perspektif yang menarik.
Menurut beliau, kehidupan manusia modern telah terpengaruh secara artifisial oleh teknologi, mulai dari cara berpikir, tumbuh, hingga berkembang (biak).
"Seluruh irama hidup kita, daging dan otot kita, menjadi bagian dari jaringan kecerdasan buatan. Otaknya bukan di kepala kita, otaknya ada di mesin, entah di Amerika sana, entah di Tiongkok, entah di mana," kata Prof. Laksono dalam Diskusi Bulanan Institut DIAN/Interfidei bertajuk Gesekan antara Agama dan Kebudayaan di Tengah Kuatnya Arus Budaya Teknologi Media Sosial pada Rabu, 8 Mei 2024 lalu.
Starlink: Euforia Akses Internet dan Pertanyaan Kritis untuk Pendidikan Indonesia
Kehadiran Internet Starlink membawa angin segar bagi harapan konektivitas internet di seluruh penjuru Indonesia. Banyak yang melihatnya sebagai solusi jangka panjang untuk pemerataan akses informasi dan pendidikan.