Bagaimana Cara Mengetahui Apakah Kita Proaktif atau Reaktif?Â
Mari kita coba dengan ilustrasi berikut:
Ketika Kompasianer ingin menulis tentang topik Ramadan Bercerita 2024, apa yang ada di dalam top of mind Kompasianer?Â
Ingin diangkat sebagai Artikel Utama? Ingin memenangkan smartwatch atau hadiah utama lainnya? Atau sekadar ingin bercerita saja, ada atau tidak ada hadiah?Â
Top of mind ini menentukan apakah Kompasianer ini proaktif atau justru reaktif.Â
Ketika top of mind Kompasianer masih berkutat pada hadiah dari kompetisi, kemungkinan besar Kompasianer masih terjebak dalam jerat determinasi pola didik dan personal branding.
Determinasi pola didik yang menanamkan rasa ingin selalu terdepan dan mendapatkan pengakuan dapat memengaruhi cara Kompasianer memandang peluang menulis. Personal branding yang berfokus pada pencitraan diri dan kesuksesan individual juga dapat memperkuat pola pikir reaktif.
Apakah itu salah? Buku The 7 Habits ... tidak berbicara tentang salah atau benar, tetapi efektif atau tidaknya kita menjalani hidup. Dan pola pikir reaktif adalah salah satu yang membuat kita tidak efektif dalam menghabiskan sisa umur kita.
Penting untuk diingat bahwa efektivitas berbeda dengan instan.
Makanya kita sering memunculkan pertanyaan, kok enggak kerasa ya, Ramadan sudah seperempat bulan, perasaan baru kemarin tarawih pertama?
Orang-orang yang terjebak dalam pola pikir reaktif cenderung lebih terpengaruh oleh etika kepribadian. Etika kepribadian berfokus pada pencitraan diri, kesuksesan individual, dan pengakuan eksternal. Di sisi lain, etika karakter berfokus pada nilai-nilai internal, kebajikan, dan kontribusi.