Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Stop Merasa Hidup Sia-Sia! Temukan Cara Meningkatkan Efektivitas Hidup di Kelas 7 Habits Gusdurian Jogja

16 Maret 2024   02:57 Diperbarui: 18 Maret 2024   01:45 1072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membangun kebiasaan positif dalam hidup. Sumber: KOMPAS.com

Pernahkah kamu merasakan waktu berlalu begitu cepat? Kok rasanya tiba-tiba sudah bulan Ramadan lagi aja? Rasanya baru kemarin kita tarawih pertama, tapi kini sudah hampir seperempat bulan berlalu. 

Usia hampir menginjak kepala tiga, banyak orang, termasuk saya, dihantui rasa kekosongan: apakah kita telah memberikan kontribusi, bahkan untuk diri sendiri? Rasanya, tiga dekade waktu telah terbuang sia-sia.

Kegelisahan ini melanda di tengah hiruk pikuk kehidupan. Kita melihat teman-teman yang telah meraih kesuksesan, membangun keluarga, dan berkarya nyata. Di sisi lain, kita masih terjebak dalam rutinitas yang monoton, tanpa arah dan tujuan yang jelas.

Akar dari krisis identitas dan makna hidup ini terletak pada kurangnya efektivitas dalam menjalani hidup. Kita sering terjebak dalam kebiasaan yang tidak produktif, kehilangan fokus, dan terjebak dalam kesibukan yang tidak esensial. 

Gusdurian Jogja, komunitas yang berlandaskan nilai-nilai Gus Dur, hadir dengan solusi: Kelas 7 Habits. Kelas ini, membedah buku The 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen R. Covey, menawarkan paradigma baru untuk menemukan efektivitas dan makna hidup.

Awalnya, jujur, saya termasuk yang meremehkan buku self-improvement. Namun, karena kelas ini diasuh oleh Jay Akhmad, Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian, rasa penasaran saya terusik.

Jay Akhmad memandu Kelas 7 Habits. - Dokumentasi oleh Siva
Jay Akhmad memandu Kelas 7 Habits. - Dokumentasi oleh Siva
Akhirnya, saya memutuskan untuk mengikuti kelas ini. Apa yang saya temukan di Kelas 7 Habits?

Dalam pertemuan perdana, para peserta diajak menyelami pertanyaan mendasar: Siapakah aku? Mendefinisikan diri sendiri menjadi langkah awal untuk menemukan makna dan tujuan hidup. 

Eksplorasi diri di Kelas 7 Habits berlanjut dengan pembahasan mendalam tentang karakter dan kepribadian. Paradigma menjadi pondasi untuk memahami diri secara lebih mendalam.

"Selama ini kita selalu disodori kepribadian yang bagus, bukan karakter yang bagus," ungkap Adit, salah satu peserta kelas. "Personal branding yang diutamakan, terutama di media sosial," lanjut Siva, peserta lainnya.

Lalu apa sih perbedaan karakter dan kepribadian? 

Sederhananya, karakter adalah kebiasaan yang tertanam kuat, nilai-nilai, dan kekuatan internal. Kepribadian adalah topeng yang kita pakai, penampilan, dan citra eksternal.

Menemukan Titik Awal

Banyak dari kita bertanya-tanya: Dari mana kita harus memulai? Bagaimana kita bisa mencapai tujuan dan menjalani hidup yang bermakna? 

Jawabannya terletak pada perjalanan transformasi diri: Pikiran → Kata-Kata → Tindakan → Kebiasaan → Karakter → Nasib

Pikiran menjadi titik awal dari semua hal. Pikiran kita menentukan apa yang kita yakini, apa yang kita percaya, dan bagaimana kita melihat dunia. Pikiran yang positif dan konstruktif akan melahirkan kata-kata yang positif dan inspiratif.

Kata-kata memiliki kekuatan yang luar biasa. Kata-kata yang kita ucapkan dapat membangun atau meruntuhkan, menyatukan atau memecah belah. Kata-kata yang positif dan penuh makna akan melahirkan tindakan yang positif dan bermanfaat.

Tindakan adalah manifestasi dari pikiran dan kata-kata kita. Tindakan yang konsisten dan terarah akan membentuk kebiasaan. Kebiasaan yang baik akan melahirkan karakter yang kuat.

Karakter adalah cerminan diri kita yang sesungguhnya. Akhirnya, karakter yang kuat akan menentukan nasib dan jalan hidup kita.

Prinsip 7 Habits (7 Kebiasaan)

1. Efektivitas: Keseimbangan Produksi dan Kapabilitas Produksi  

Efektivitas didefinisikan sebagai keseimbangan antara produksi dan kapabilitas produksi. Maksudnya bagaimana? 

Covey mengilustrasikan dengan dongeng karya Aesop tentang angsa dan telur emas. Dongeng ini berkisah tentang petani miskin yang suatu hari menemukan sebutir telur emas murni dari hewan peliharaannya. 

Setiap hari angsa itu bertelur emas hingga membuat petani kaya raya.

Akan tetapi, seiring kekayaannya yang bertambah, muncul sikap tamak. Sang petani menyembelih angsa itu dengan harapan mendapat semua telur emasnya sekaligus. 

Akan tetapi, ketika memotong angsa, ia malah tak dapat apa-apa. Dan angsanya terlanjur mati sehingga tidak lagi bisa bertelur emas.

Efektivitas adalah suatu fungsi dari dua hal, yaitu apa yang diproduksi (telur emas) dan aset yang memproduksinya atau kapasitas produksi (angsa).

Contohnya dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

Sebagai seorang penulis di Kompasiana, jika kamu hanya fokus pada menghasilkan tulisan (produksi) tanpa memperhatikan kemampuan hingga peralatan untuk menulis seperti laptop dan internet hingga buku referensi  yang baik (kapabilitas), maka produksi tulisanmu mungkin akan terhambat. 

Meskipun kamu memiliki ide yang bagus, tetapi jika peralatan yang digunakan tidak mendukung dan bahan bacaan yang minim, tulisanmu mungkin akan monoton dan kurang berkembang.

Sebaliknya, jika kamu fokus hanya pada membeli laptop termahal dan buku-buku yang banyak tanpa meluangkan waktu untuk menulis (produksi), maka tulisanmu akan stagnan. Laptop dan buku yang dimiliki mungkin memiliki kualitas yang baik, tetapi tanpa penggunaannya secara aktif untuk menulis, kemampuan menulismu tidak akan berkembang secara signifikan.

Dengan demikian, untuk mencapai efektivitas yang optimal dalam menulis di Kompasiana, penting untuk seimbang antara produksi (menulis) dan kapabilitas (penggunaan peralatan dan pengembangan kemampuan).

2. Skala Proses Kematangan

Prinsip kedua berfokus pada skala proses kematangan:

  • Kamu (Dependensi): Kita semua bergantung pada orang lain, seperti anak kecil bergantung pada ibunya untuk belajar berbicara, kemudian belajar di sekolah agar dapat membaca dan mengenal huruf, hingga mampu menulis.
  • Aku (Independen): Selanjutnya adalah tahap mandiri, seiring bertambahnya usia kita sudah dapat membuat artikel di Kompasiana tanpa terlalu banyak bantuan dari orang lain.
  • Kita (Interdependen): Bekerja sama, misalnya menulis artikel antologi atau sejenisnya di panggung kolaborasi dan berinteraksi dengan komunitas di acara Temu Kompasiana.

3. Siklus "Lihat, Buat, Dapat"

Siklus ini menjadi landasan transformasi diri:

  • Lihat (Cek Paradigma): Menganalisis cara pandang dan keyakinan diri sendiri.
  • Buat (Perilaku): Melakukan tindakan yang selaras dengan paradigma baru.
  • Dapat (Hasil): Mendapatkan hasil yang diinginkan dan memperkuat paradigma baru.

Membangun Kebiasaan Efektif: Menemukan Keseimbangan Pengetahuan, Keinginan, dan Keterampilan

Membangun kebiasaan efektif bukanlah perkara yang mudah. Dibutuhkan kombinasi tepat dari pengetahuan, keinginan, dan keterampilan. 

Pengetahuan (Apa yang Harus Dilakukan, Mengapa?) adalah paradigma teoritis, maka sangat penting untuk memiliki paradigma yang tepat. Kebiasaan yang berubah karena perubahan paradigmatik akan jauh lebih kuat dibandingkan dengan perubahan yang dipaksakan. 

Misalnya, jika paradigma menulis di Kompasiana adalah sebagai transfer pengetahuan, itu akan lebih baik daripada "asal nulis" karena ada tugas menulis dari dosen.

Kedua adalah Keinginan (Mau Melakukan), memiliki motivasi yang kuat: Menemukan alasan kuat dan tujuan yang jelas untuk membangun kebiasaan baru.

Ketiga adalah Keterampilan (Bagaimana Melakukan), ini berbicara terkait strategi. 

Untuk menjadikan sesuatu sebagai kebiasaan dalam kehidupan kita, harus memiliki ketiganya: pengetahuan (apa yang harus dilakukan, mengapa), keinginan (mau melakukan), dan keterampilan (bagaimana melakukan).

Saya ingin menutup tulisan ini dengan quote dari Jalal ad-Din Muhammad ar-Rumi: 'Kemarin aku menjadi pintar, aku ingin merubah dunia. Hari ini aku menjadi bijak, aku ingin merubah diriku sendiri'.

Jadi, jika sebagian besar manusia mengubah dirinya agar lebih baik, maka dunia akan menjadi lebih baik.

Terakhir, kalau ingin perubahan kecil dalam hidup, ubahlah perilaku, tetapi jika menghendaki perubahan besar dalam hidup, ubahlah paradigma, seperti yang saya lakukan dengan mengubah paradigma yang semula meremehkan buku self-improvement [mhg].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun